SAUH BAGI JIWA
“Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena” (Yohanes 19:25)
“Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena” (Yohanes 19:25)
Kesulitan, seperti musim hujan yang tak terelakkan, kadang datang dalam hidup dengan sekejap. Tantangan dalam kehidupan kita kadangkala seperti layaknya kerikil kecil–lebih mudah untuk dihadapi; tetapi bisa juga seperti bongkahan batu yang begitu besar sehingga terasa sulit untuk diselesaikan. Namun, satu hal yang akan kita renungkan pada hari ini adalah: Apakah kita masih tetap setia mengikuti Tuhan meskipun badai besar menghadang?
Ketika Tuhan Yesus disalibkan, dicatatkan ada beberapa orang yang melihat-Nya disalibkan, yaitu ibu-Nya, saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas, dan Maria Magdalena (Yoh 19:25). Maria Magdalena pernah mendapatkan pertolongan dari Tuhan, lalu dia mengikuti-Nya bahkan sampai ke kayu salib.
Banyak orang yang ingin mengikuti Tuhan Yesus, tetapi sedikit orang yang mengikuti-Nya sampai ke kayu salib. Saat Tuhan Yesus ditangkap dan disalibkan, orang banyak yang berbondong-bondong, yang dulu mengikuti-Nya tidak lagi terlihat. Banyak yang merasa kecewa setelah mendengar pengajaran Yesus yang keras. Sebagian besar murid-murid-Nya menjadi takut dan melarikan diri saat Yesus ditangkap. Sedangkan Petrus, salah satu murid-Nya, berusaha untuk mengikuti-Nya dari jauh. Namun, ketika orang-orang mulai mencurigai Petrus, saat itu dia juga tidak berani mengakui Tuhan Yesus dan menyangkal Yesus sebanyak tiga kali!
Hanya segelintir orang yang mengikuti Yesus sampai di kayu salib, salah satunya adalah Maria Magdalena. Dengan matanya sendiri, ia menyaksikan bagaimana Tuhan Yesus disalibkan.
Mungkin kita pernah melihat drama pertunjukkan atau film dokumenter tentang penyaliban Tuhan Yesus. Tetapi kita tahu bahwa peristiwa yang ditayangkan itu hanyalah sebuah adegan yang diperagakan. Sedangkan Maria Magdalena menyaksikan sendiri bagaimana Tuhan Yesus dipaku pada kayu salib. Ia melihat, Tuhan yang dikasihinya tergantung di atas kayu salib. Ia melihat tetesan-tetesan darah Tuhan Yesus bagai keringat. Ia melihat kematian Tuhan sampai Tuhan dikuburkan. Ia merasakan kepedihan di hatinya. Walau Tuhan Yesus telah mati, namun kasih dan iman di hatinya tidaklah padam dan ia mengikuti sampai Tuhan mati.
Pada hari ini, jika kita harus memikul salib secara rohani, yaitu: menghadapi berbagai penderitaan dan kesulitan hidup; apakah kita tetap akan bertahan mengikuti Tuhan sampai akhir? Penulis Kitab Wahyu 2:10 mengingatkan jemaat akan perkataan Tuhan, bahwa pada akhir zaman, umat yang percaya akan mengalami pencobaan dan kesusahan. Oleh karena itu, Tuhan juga menguatkan agar umat-Nya dapat setia sampai mati dan tidak takut terhadap apa yang akan mereka derita–sebab pada kesudahannya, Tuhan akan mengaruniakan kepada mereka mahkota kehidupan.
Banyak orang mungkin dengan lantang dan berani berkata, “Aku akan ikut Tuhan sampai mati.” Hal ini baik adanya. Meskipun demikian, kita tetap harus berjaga-jaga dan jangan lengah, merasa bahwa iman kerohanian kita kuat tidak akan jatuh. Walaupun Petrus mengikuti Tuhan Yesus dari jauh, saat Tuhan Yesus disalibkan, ia sudah tidak mengikuti-Nya lagi. Pada saat pengujian, ia ketakutan.
Di lain sisi, Maria Magdalena tidak membuat pernyataan lantang seperti halnya Petrus. Namun secara diam-diam, ia tunjukkan kekuatan iman di dalam hatinya melalui perbuatannya untuk mengikut Tuhan Yesus bahkan sampai di kayu salib, menyaksikan kematian-Nya.
Apapun latar belakangnya, setiap orang diberikan kesempatan untuk menerima dan merespons panggilan Tuhan. Namun, setelah menjawab panggilan Tuhan, masing-masing dari kita memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan panggilan-Nya sampai akhir. Kiranya Roh Kudus-Nya menyertai dan membimbing kita agar kita dikuatkan untuk menghadapi berbagai penderitaan hidup dan tetap setia di jalan-Nya sampai akhir. Amin.