SAUH BAGI JIWA
“Jawab pembawa kabar itu: ‘Orang Israel melarikan diri dari hadapan orang Filistin; kekalahan yang besar telah diderita oleh rakyat; lagipula kedua anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut Allah sudah dirampas’ “
“Jawab pembawa kabar itu: ‘Orang Israel melarikan diri dari hadapan orang Filistin; kekalahan yang besar telah diderita oleh rakyat; lagipula kedua anakmu, Hofni dan Pinehas, telah tewas, dan tabut Allah sudah dirampas’ “
Semua orang mempunyai ketakutannya masing-masing. Ada yang mungkin takut berada di dalam ruangan yang gelap, takut terhadap hewan reptil, atau yang lainnya. Ketakutan-ketakutan yang kita miliki dapat muncul karena pengalaman-pengalaman traumatis atau sedang merasa di dalam situasi bahaya ataupun karena alasan yang lain.
Demikian pula halnya ketakutan yang dialami oleh bangsa Israel, termasuk Imam Eli, dicatatkan oleh penulis Kitab
Mengapa mereka lebih memilih untuk membawa tabut itu daripada berseru meminta pertolongan kepada Tuhan? Mungkin mereka menyadari akan dosa-dosa mereka, tetapi di sisi lain mereka juga berpikir bahwa jika mereka membawa tabut perjanjian, mereka dapat ‘memaksa’ tangan Tuhan untuk melepaskan mereka. Mereka juga mungkin berpikir Bahwa Tuhan pasti tidak akan membiarkan tabut perjanjian-Nya dirampas. Betapa salahnya mereka.
Di sisi lain, orang Filistin sangat ketakutan juga ketika mereka mengetahui tabut perjanjian dikeluarkan. Mereka telah mendengar kuasa besar yang dilakukan Tuhan terhadap orang Mesir. Sayangnya, meskipun rasa takut mereka terhadap kuasa Tuhan memang benar, namun reaksi mereka tidak tepat sasaran. Bukannya takut akan Tuhan dan berpaling kepada-Nya – seperti Rahab, orang Filistin malah menguatkan hati, mengandalkan kekuatan diri dan memutuskan untuk berperang lebih sengit lagi.
Jadi, walaupun kedua pasukan sangat takut dengan keadaan mereka, tidak ada satu pun yang benar-benar berpaling kepada Tuhan. Apakah kita juga terkadang seperti ini dalam hidup kita? Meskipun kita berada di dalam ketakutan atau dalam keadaan terhimpit, kita tetap mengeraskan hati kita dan tidak mau berpaling kepada Tuhan.
Selain itu, Kitab
Dari contoh-contoh ini, marilah kita belajar untuk bersungguh-sungguh berpaling kepada Tuhan di lubuk hati kita yang terdalam. Jangan sampai kita baru menyadarinya dan baru mau berpaling kepada-Nya, saat waktunya sudah terlambat. Selagi masih ada waktu, marilah kita mau mendekatkan diri kepada Tuhan. Di dalam kepanikan dan ketakutan hidup, jangan lagi mengeraskan hati. Berpalinglah kepada Tuhan, Juru Selamat kita!