SAUH BAGI JIWA
Dalam kata-kata perpisahannya kepada umat Israel, Yosua kembali mengingatkan bahwa segala hasil yang mereka peroleh itu semata-mata karena kasih karunia dan pekerjaan Tuhan. Yosua mengingatkan bangsa itu dengan menyatakan bahwa sesungguhnya Tuhanlah yang berperang bagi mereka. Dialah yang telah mengusir dan menghalau orang-orang Kanaan sehingga Israel dapat menduduki tanah mereka.
Yosua juga memerintahkan umat Israel agar memelihara kitab hukum Musa di dalam hati mereka dan melakukan segala yang tertulis di dalamnya, tidak menyimpang ke kiri atau ke kanan. Orang Israel dilarang untuk bergaul dengan bangsa-bangsa di sekitar mereka, termasuk kawin-mengawinkan dengan mereka, mengakui nama allah asing dan bersumpah demi nama itu dan beribadah atau sujud menyembahnya. Jika mereka berlaku tidak setia dan tidak mengindahkan perintah ini, Tuhan tidak lagi akan membantu mereka dengan menghalau bangsa-bangsa yang ada di depan mereka. Bangsa-bangsa asing itu akan menjadi perangkap dan jerat, menjadi cambuk dan duri pada lambung dan mata mereka, yang akhirnya dapat membinasakan mereka.
Yosua merasa perlu mengingatkan mereka tentang hal ini. Bangsa Israel telah lama hidup aman dan nyaman setelah mengalahkan musuh-musuh mereka dan mendiami negeri yang berlimpah susu dan madu. Yosua kuatir bahwa umat Israel akan terlena dan melupakan Tuhan, dan tidak lagi memiliki rasa takut dan hormat kepada-Nya.
Inilah bahaya dari zona nyaman. Ketika kehidupan kita berjalan lancar, tidak memiliki masalah yang berarti, sehat secara jasmani, memiliki kehidupan keluarga yang harmonis, prestasi dan karir yang baik, kondisi keuangan yang memadai dan menikmati berbagai kelancaran dalam hidup di dunia ini; maka kelimpahan dalam zona nyaman bisa menjadi bahaya terselubung bagi iman kerohanian. Seperti halnya yang terjadi pada bangsa Israel, ketika hidup nyaman dan enak, mereka cenderung lengah, tidak waspada secara rohani dan melupakan hukum Tuhan.
Sama halnya pada hari ini, seringkali di dalam kelimpahan dalam zona nyaman, kita menjadi tidak sungguh-sungguh bersandar kepada Tuhan. Kita merasa tidak lagi memerlukan Tuhan dalam hidup kita. Bahkan, tanpa sadar bisa saja kita merasa bahwa semua pencapaian dan keberhasilan tersebut adalah semata-mata karena hasil usaha dan kerja keras kita sendiri.
Peringatan yang serupa juga telah disampaikan oleh Musa jauh sebelum ini. “Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini. Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini” (Ul 8:17-18).
Peringatan yang diberikan Yosua kepada bangsa Israel juga berlaku bagi kita sekarang ini. Itulah sebabnya, Yosua menasihati bangsa Israel untuk bertekun mengasihi TUHAN demi nyawa mereka. Dalam bahasa asli, kata “bertekun” mengandung makna “berhati-hatilah,” “waspadalah” atau “menjaga diri sendiri (nyawa)” dari hal-hal yang membahayakan. Kita harus senantiasa mengingatkan diri sendiri bahwa segala kebaikan dan keberhasilan adalah anugerah Tuhan kepada kita. Seperti yang dikatakan pemazmur dalam Mazmur 103:2, “Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!”
Oleh karena itu, kita pun harus senantiasa mengucap syukur dan bersikap rendah hati. Janganlah melupakan Tuhan dan tekunlah mengasihi Tuhan dengan cara-cara yang berkenan kepada-Nya. Inilah kehendak Tuhan bagi kita, yaitu memegang dan melakukan segala perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, kehidupan kita akan berhasil dan Tuhan pasti senantiasa menyertai kita. Haleluya, Amin.