SAUH BAGI JIWA
[su_icon icon=”icon: calendar” color=”#d19636″ size=”18″ shape_size=”4″ radius=”36″] Renungan Tanggal: 04 Sep 2023
Berpikir adalah bagian dari hidup kita. Kita menghabiskan banyak waktu untuk merenungkan berbagai masalah, baik keuangan, materi, maupun rohani. Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, kebebasan berpikir mempunyai nilai yang cukup tinggi. Meskipun demikian, kita harus sadar bahwa berpikir adalah langkah awal untuk mewujudkan sesuatu.
Apa yang kita pikirkan akan terwujud dalam bentuk tindakan, dan tindakan itu secara timbal balik menentukan jalan hidup kita. Seseorang yang mempunyai pikiran yang lurus akan menjadi orang yang benar dan memperoleh kemurahan Allah, tetapi sebaliknya, pikiran yang tidak murni dari seseorang akan nampak dalam perbuatannya yang jahat. Sebagai umat Kristen, kita perlu bertanya kepada diri kita sendiri: “Apa yang saya pikirkan?”
Dalam Perjanjian Lama, Tuhan telah berfirman agar bangsa Israel dapat memberikan kasih mereka kepada-Nya dengan seutuhnya. Bangsa Israel hendaknya mengasihi Allah dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap pikiran, dan segenap kekuatannya. Cara-caranya telah disampaikan oleh Allah. Untuk mencapai tingkat kerohanian seperti ini mereka harus merenungkan firman-Nya dan memusatkan hidup mereka kepada ajaran-ajaran-Nya. Kemudian, mereka diajarkan untuk membentuk dasar pendidikan agama untuk memastikan bahwa generasi berikutnya juga dapat mengenal dan menyembah Allah.
Pada hari ini, kita adalah bangsa Israel rohani. Maka kita juga harus mengasihi Allah secara total, dan seperti layaknya bangsa Israel, kita perlu merenungkan firman Allah untuk mencapai tujuan tersebut.
Firman Allah yang dengan jelas tercatat di dalam Alkitab sangat dibutuhkan oleh umat Kristen. Kitab itu menubuatkan kedatangan Mesias yang adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup. Semua orang yang percaya akan mempunyai pengharapan untuk hidup kekal. Tetapi banyak orang gagal menerima kemuliaan ini karena mereka tetap terjerat dengan pikiran-pikiran yang ada dalam dunia ini.
Uang dan kekuasaan merupakan bagian dari kebutuhan kita, tetapi bukan dengan sendirinya menjadi faktor yang mengatur kehidupan kita. Kita harus ingat bahwa kita dilahirkan ke dunia ini dengan tangan kosong dan kita akan meninggal dalam keadaan yang sama pula. Selagi masih mempunyai kesempatan, kita seharusnya mencari sesuatu yang dapat memberikan keselamatan bagi jiwa kita.
Meskipun Raja Salomo memiliki banyak kekayaan dan kehormatan, ia menemukan bahwa semua kenikmatan materi dan kekuasaan adalah sia-sia. Dalam kitab Pengkhotbah, Raja Salomo mengingatkan kita untuk tidak mengikuti jalannya, tetapi sebaliknya, kita harus memilih jalan yang akan membawa kita kepada Kerajaan Allah. Dalam perjalanan hidup, firman Allah akan menuntun kita agar dapat berjalan lurus: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm 119:105).
Penulis kitab Ibrani mendorong kita untuk mengarahkan pikiran kita kepada Tuhan Yesus (Ibr 3:1). Kristus telah mengorbankan hidup-Nya yang singkat di dunia untuk bekerja keras demi keselamatan kita, dan Ia telah memberikan hidup-Nya untuk menjembatani jarak antara Allah dan manusia. Tidak ada penderitaan di dalam kehidupan kita yang dapat dibandingkan dengan penderitaan Tuhan kita di atas kayu salib.
Ketika masalah dan kegagalan menghadang kita, biarlah kita mengingat bagaimana Tuhan Yesus telah menderita untuk kita. Dengan demikian, saat hidup kita tidak berjalan dengan baik, melalui penghiburan dari Tuhan, kita tidak lagi menjalani hidup dengan keluh-kesah dan sungut-sungut; melainkan kita mau belajar untuk menjalaninya dengan mencukupkan diri di dalam segala keadaan.