SAUH BAGI JIWA
“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Efesus 5:25)
“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (Efesus 5:25)
Kapan terakhir kali kita mengucapkan terima kasih kepada pasangan kita atas makan malam yang terhidang di meja atau mengutarakan penghargaan karena dia tinggal di rumah menemani anak-anak ketika kita punya kepentingan pribadi?
Ada orang yang mengatakan bahwa hal semacam ini adalah untuk pasangan yang baru menikah; kita tidak perlu bersikap seperti pasangan muda setelah kita tinggal bersama begitu lama.
Memang benar kita harus dapat merasa sepenuhnya tenteram bersama pasangan kita. Lagipula, mereka melihat kita di pagi hari sebelum kita menggosok gigi dan memaklumi kita ketika kita sakit. Tetapi apakah hal-hal yang pada awal hubungan terasa penting, sekarang harus berangsur-angsur dikesampingkan?
Kadangkala, sikap sembarangan terhadap pasangan dapat menggagalkan pernikahan. Setelah hidup bersama selama bertahun-tahun, kita menganggap bahwa pasangan kita mengenal diri kita dengan baik dan hal-hal tertentu tidak perlu diucapkan. Tetapi ketika masalah muncul, kita mengemukakan banyak tuduhan. Kita berharap pasangan kita lebih banyak membantu urusan rumah tangga. Kita mengeluh bahwa pasangan kita tidak cukup berkomunikasi. Kita merasakan kurangnya keakraban emosi.
Agar suatu hubungan dapat bertumbuh, penting untuk menunjukkan rasa menghargai. Mengutarakan penghargaan juga adalah cara yang baik untuk menjaga hubungan antara dua orang. “Adalah baik untuk menyanyikan syukur kepada TUHAN, dan untuk menyanyikan mazmur bagi nama-Mu, ya Yang Mahatinggi, untuk memberitakan kasih setia-Mu di waktu pagi, dan kesetiaan-Mu di waktu malam” (Mzm 92:2-3).
Seperti halnya kita menaikkan pujian syukur kepada Tuhan setiap hari, kita akan mendapati bahwa tingkah laku kita juga akan lebih gembira dan lebih mengasihi ketika kita melihat pasangan kita dengan “penuh syukur” dan “pandangan yang menghargai.”
Baru-baru ini, suami saya terbangun di suatu pagi dan tidak dapat tidur lagi. Sebagai orang yang gampang terbangun, saya tahu dia guling kiri guling kanan dan membolak-balikkan badan, jadi saya menanyakan apakah ada masalah yang dia pikirkan. Dia memandang saya dan berbisik, “Aku mencintaimu. Aku tahu kau bekerja keras di rumah.”
Walaupun suatu pernikahan tidak dapat bertahan hanya dengan mengandalkan kata-kata ini, kata-kata ini tentu saja membuat hari jadi lebih indah. Kata-kata manis ini agaknya berhubungan erat dengan kenyataan bahwa pada malam sebelumnya saya berkeluh kesah tentang sakit punggung yang luar biasa. Tetapi kata-kata ini keluar dari lubuk hatinya yang paling dalam, dan untuk itu saya sangat bersyukur.
Kadangkala, tugas-tugas sehari-hari kita menyebabkan kita tersesat dalam kehidupan yang membosankan dan kita benar-benar tidak berhenti sejenak untuk memikirkan apa yang telah disumbangkan pasangan kita pada hubungan kita. Kelihatannya normal saja dan sesuai dengan harapan kalau salah satu membuat sarapan dan yang lain membawa anak-anak ke sekolah.
Pikirkanlah tiga hal yang akan paling kita rindukan jika pasangan kita pergi selama sebulan. Kapankah terakhir kalinya kita memberitahu dia bahwa kita menghargai hal-hal ini? Mungkin mengatakan atau melakukan sesuatu untuk menunjukkan rasa cinta dan terima kasih kita itu kelihatannya sepele, tetapi janganlah membuat pasangan kita menebak dengan cara apa kita merasa bersyukur menjadi milik mereka.
Banyak orang meratapi kenyataan bahwa api cinta telah hilang dari pernikahan mereka dan menggunakan hal itu sebagai alasan untuk berselingkuh. Mereka menyatakan bahwa mereka merasakan hubungan yang lebih erat secara fisik, intelektual, dan emosi dengan cinta yang baru. Jika kita memberikan daya sebanyak itu pada pernikahan yang ada, kita juga akan merasakan adanya api cinta di sekitar kita sebanyak itu pula. Hal yang paling penting adalah membuat pasangan kita mengetahui perbedaan yang dia buat dalam hidup kita. Haleluya!