SAUH BAGI JIWA
“…Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Galatia 6:7b)
“…Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Galatia 6:7b)
Manusia sering kali mengaitkan masalah atau penderitaan yang dialaminya dengan kesalahan yang pernah diperbuatnya di masa lalu. Tidak jarang, manusia bisa menjadi hakim terhadap manusia lainnya yang sedang mengalami kejatuhan. Betapa mudahnya kita berkata, “Ah… itu semua terjadi karena kamu orang berdosa.” Atau, “Kamu jadi seperti sekarang ini karena kamu telah berbuat ini, ini, dan ini…” Masih ada segudang lagi kata-kata serupa itu.
Hubungan antara penderitaan dan dosa dijelaskan dengan baik oleh Alkitab kepada kita, maka kita tidak perlu merasa tertekan dan terus-menerus larut dalam arus penyesalan yang tiada henti. Justru sebaliknya, Alkitab memberikan jalan keluar dari penderitaan serta dapat memperteguh sikap dan komitmen kita dalam menanggung penderitaan. Bukan itu saja, pada akhirnya kita akan menarik nafas lega karena telah berhasil melampaui penderitaan itu dan menjadi kuat di dalam Tuhan.
Mengapa umat Kristen begitu giat bersekutu? Karena mereka tahu bahwa persekutuan dengan Tuhan tidak akan sia-sia. Mengapa mereka begitu giat melayani Tuhan? Karena mereka memiliki pengharapan akan mendapatkan upah atas pelayanan mereka.
Kalau untuk hal-hal yang baik ada imbalannya, demikian juga dengan perbuatan jahat. Pasti ada akibatnya, ada upahnya. Paulus menuliskan perihal hukum tabur-tuai ini dengan kalimat demikian: “Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu” (Gal 6:7-8).
Dalam hukum ini, terlihat jelas bahwa perkara yang dituai–yaitu yang diterima dan dialami oleh seseorang adalah akibat dari sesuatu yang ditaburnya–yaitu yang diperbuatnya. Itulah sebabnya, hukum ini disebut juga hukum sebab-akibat, hukum tabur-tuai.
Ambillah contoh: Abraham mendapatkan julukan sebagai sahabat Allah karena dia telah menunjukkan perbuatan imannya dengan bertindak patuh kepada perintah Tuhan untuk mengorbankan anaknya (Yak 2:23-24). Lalu, istri Lot menjadi tiang garam karena perbuatannya yang melanggar perkataan Tuhan, menoleh ke belakang padahal sudah dilarang (Kej 19:26).
Dari kedua contoh ini, jelas terlihat bahwa hukuman atau penghargaan diberikan berdasarkan sikap umat terhadap firman Tuhan. Ukuran pelanggaran bukanlah menurut kata hati, tetapi berdasarkan perintah Tuhan. Jika melanggar akan mendapatkan hukuman, jika sebaliknya akan mendapatkan pahala.
Kesimpulannya adalah, apa pun yang akan terjadi esok hari tergantung pada perbuatan kita hari ini. Atau, apa pun yang kita alami hari ini adalah akibat perbuatan kita di masa lalu. Namun, perlu diingat hal yang terutama bahwa pada waktu kita mendapat hajaran, bukan berarti kita adalah seorang pendosa yang menolak untuk bertobat sehingga yang secara mutlak ditentukan untuk hukuman abadi; melainkan melalui hajaran kita sesungguhnya mendapatkan pernyataan mutlak dari Allah bahwa kita adalah umat yang dikasihi-Nya dan masih tetap anak-Nya–sebab Tuhan tidak pernah menetapkan kita menuju pada kebinasaan melainkan pada hidup yang kekal. Amin.