SAUH BAGI JIWA
“Simon menjawab: ‘Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga’” (Lukas 5:5)
“Simon menjawab: ‘Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga’” (Lukas 5:5)
Seseorang yang sudah ahli di bidangnya sering disebut sebagai seorang pakar. Orang tersebut biasanya sudah melewati ribuan jam terbang, sehingga ia sangat berpengalaman. Para ahli yang tidak pernah berhenti belajar, mereka akan terus menggali inovasi-inovasi baru, termasuk belajar dari orang lain yang memiliki pengalaman yang berbeda. Seorang pemain sepak bola kelas dunia sekalipun tetap mau berlatih dan dilatih oleh pelatihnya.
Saat tim sepak bola kelas dunia berlatih, kegiatan apa saja yang mereka lakukan? Mereka disuruh berlari-lari kecil, berputar, berlompat-lompat, menggiring bola, dan menendang bola. Mereka semua mengikuti instruksi sang pelatih. Padahal semua kegiatan tersebut adalah pelajaran awal saat mereka pertama kali berlatih sepak bola. Sebagai pemain profesional yang dibayar sangat mahal, bisa saja mereka berkata, “Itik koq diajarin berenang?” Namun, mereka tidak mengeluh apalagi sesumbar. Mereka tetap mengikuti arahan yang sudah diberikan.
Saudaraku, kita bisa saja merasa sudah ahli di bidang pekerjaan yang kita lakukan. Maka, saat ada seseorang yang menasihati, mengajari, atau menegur kita, muncul perasaan jengkel. Kita merasa bahwa orang itu tidak setara dengan kita dalam hal ilmu–sebab dia bukanlah pakar ataupun pelatih! Bisa saja kita berkata, “Kamu koq ngajarin itik berenang?”
Hari ini, kita mau bersama-sama meneladani rasul Petrus. Ia adalah seorang nelayan yang berpengalaman, sementara Yesus adalah seorang anak tukang kayu. Tetapi saat Yesus memerintahkannya untuk menebarkan jala di tempat yang lebih dalam, Petrus pun taat.