SAUH BAGI JIWA
“Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi”
“Adapun Musa ialah seorang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi”
Musa adalah seorang yang lembut hatinya. Musa taat kepada perintah Allah untuk menghadap Firaun dan berusaha membawa bangsa Israel keluar dari Mesir, walaupun awalnya sempat berdalih bahwa dia adalah seorang yang berat mulut dan berat lidah. “Lalu kata Musa kepada TUHAN: “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah”” (Kel 4:10). Tetapi, pada akhirnya, dia tetap pergi. Selama perjalanan di padang gurun, Musa selalu menaati petunjuk Allah.
Ketika saudara-saudaranya, Miryam dan Harun merasa iri terhadap pemilihan Allah atas Musa, mereka mengatai Musa dan menghasut orang-orang terkait dengan pernikahannya dengan seorang perempuan Kush. Mendapat perlakuan seperti ini, Musa diam saja dan tidak marah kepada mereka karena memang demikianlah adanya. Tetapi Allah murka sehingga Dia menghukum Miryam dengan penyakit kusta. Dalam Bilangan 12:13 kita melihat bagaimana reaksi Musa atas peristiwa ini, “Lalu berserulah Musa kepada Tuhan: “Ya Allah sembuhkanlah kiranya dia.””
Kelembutan hatinya membuat Musa bisa mengasihi bangsanya. Ketika Musa lama tidak turun dari Gunung Horeb, bangsa Israel menjadi tidak sabar. Mereka melakukan dosa besar terhadap Allah dengan membuat patung anak lembu emas dan menyembahnya. Hal ini tentu membangkitkan murka Allah terhadap bangsa Israel. Pada waktu itu, Musalah yang menjadi perantara mereka. Dia memohon belas kasihan Allah agar mau mengampuni dan tidak membinasakan mereka. “Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN, Allahnya, dengan berkata: “Mengapakah, TUHAN, murka-Mu bangkit terhadap umat-Mu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu”” (Kel 32:11-12).
Musa juga adalah seorang yang rendah hati. Salah satunya nampak dari cara Musa memperlakukan mertuanya. Ketika Yitro datang mengunjunginya, Musa segera keluar menyongsong mertuanya, sujud dan mencium dia. Walaupun Musa adalah seorang pemimpin, ia tetap menghormati mertuanya dan dengan rendah hati menerima saran dan nasihat Yitro.
Kelembutan dan kerendahan hati Musa inilah yang membuat dia berkenan dan dikasihi Allah. Keluaran 33:11a mencatat bahwa Tuhan berbicara kepada Musa berhadapan muka seperti seorang yang berbicara kepada temannya. Bukankah hal ini menjadi kerinduan kita semua? Tentu kita ingin dapat membangun hubungan yang begitu dekat dengan Tuhan. Kita juga ingin dikasihi sehingga Allah mendengar doa kita. Karena itu, kita harus belajar dari Musa. Milikilah hati yang lemah lembut sehingga kita senantiasa taat pada perintah Tuhan, rendah hati, sabar dan mau mengampuni, serta tidak mementingkan diri sendiri, melainkan peduli terhadap orang lain.