SAUH BAGI JIWA
“…karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh istrinya dan istri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya…“
“…karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh istrinya dan istri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya…“
Jemaat-jemaat yang telah menikah dengan pasangan tak seiman menghadapi pergumulan-pergumulan yang terberat. Ada yang dihantui oleh rasa bersalah dan menyesali pilihan yang telah mereka buat. Ada banyak pula yang merasa sangat menderita karena harus mengalami pertengkaran dengan pasangan dan anak-anaknya dalam hal mendasar tentang keyakinan iman.
Seringkali, suatu medan peperangan rohani telah menggantikan hadirnya kehangatan dan keakraban yang kita semua rindukan di rumah. Ledakan perbedaan pendapat mungkin akan berkecamuk dalam hal iman dan nilai, atau mungkin perbedaan-perbedaan yang dirasakan telah menciptakan suasana yang dingin dan asing di antara sesama anggota keluarga.
Dari hari ke hari, mereka dibebani oleh semacam salib yang tidak dialami oleh kebanyakan saudara-saudari seiman. Akibatnya, banyak dari antara mereka yang memandang diri mereka ‘berbeda’, bahkan mungkin menganggap diri mereka sebagai ‘jemaat kelas dua’ di gereja. Harapan apakah yang ada dalam keputusasaan ini?
Rasul Paulus menasihati jemaat-jemaat yang telah menikah dengan orang yang belum percaya agar tetap hidup bersama dengan pasangannya itu, “karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh istrinya dan istri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus” (1Kor 7:14).
Pengajaran Paulus ini membangkitkan semangat jemaat dan sekaligus juga penting. Ia tidak mengajarkan jemaat untuk memaksa pasangan mereka yang belum percaya itu untuk mencari Tuhan, dan ia juga tidak membiarkan mereka untuk tenggelam mengasihani diri karena keadaan mereka itu. Sebaliknya, ia membuka pandangan jemaat tentang pengudusan pasangan mereka melalui diri mereka. Dengan kata lain, ia mendorong jemaat untuk menguatkan hati dan berjuang terus dalam perjalanan hidup kristiani mereka.
Melalui perilaku mereka yang mencerminkan Kristus, berusaha membangkitkan keinginan bagi pasangan mereka untuk mencari dan datang mengenal Tuhan, sehingga dengan demikian mereka pun akan dikuduskan.
Ini sama sekali bukanlah hal yang mudah. Bertahun-tahun yang lalu, ibu saya perlu berpuasa setiap pagi dan berdoa setiap hari selama 3 tahun berturut-turut, dan juga karena adanya beberapa kejadian besar yang memberikan kesaksian akan adanya penyertaan Tuhan, barulah dapat membawa ayah saya yang tidak percaya masuk menjadi pengikut Tuhan.
Memang benar seperti yang dikatakan rasul Paulus, melalui iman dan tekad ibu saya untuk melakukan segala pengajaran Tuhan, ayah saya dapat melihat dan mengalami Tuhan, dan memulai proses pengudusan dirinya melalui baptisan dalam Kristus. Kiranya contoh nyata perjuangan seorang jemaat untuk terus berusaha menguduskan pasangannya melalui perjalanan hidup imannya bagi kita maupun di dalam menyikapi mereka yang sedang bergumul dalam pernikahan mereka.