SAUH BAGI JIWA
“Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu” (Filemon 1:3)
“Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu” (Filemon 1:3)
Adakah seorang manusia di dunia ini yang tidak ingin mencapai keberhasilan di dalam hidupnya? Rasa-rasanya hampir tidak ada. Tokoh-tokoh sukses di dunia seringkali dijadikan panutan dan sumber inspirasi bagi orang-orang yang ingin berhasil.
Banyak dari antara mereka yang berpandangan bahwa setiap manusia sesungguhnya memiliki potensi yang sangat hebat di dalam dirinya. Jika potensi ini dikembangkan semaksimal mungkin, maka seseorang akan mampu mengatasi segala rintangan untuk meraih impiannya. Dengan kata lain, kunci keberhasilan tersebut ada pada diri manusia itu sendiri.
Ketika dunia memotivasi kita untuk percaya pada potensi diri kita sebagai seorang manusia, bagaimanakah seharusnya kita bersikap sebagai umat Tuhan? Dapatkah pandangan ini kita bawa dalam kehidupan iman kerohanian kita? Sungguhkah dengan mengandalkan kekuatan diri kita sendiri, kita akan berhasil menyelesaikan pertandingan iman kita dengan baik?
Kalimat salam yang rasul Paulus sampaikan kepada Filemon, seringkali juga ia tuliskan kepada jemaat di dalam surat-suratnya yang lain. Ini bukanlah sekedar ucapan belaka. Ini merupakan sebuah harapan dan juga permohonan yang rasul Paulus panjatkan bagi saudara-saudara seimannya di dalam Tuhan, yaitu: “Kasih karunia dan damai sejahtera Tuhan menyertai kamu”—yang dalam bahasa Yunani dapat diterjemahkan secara harfiah menjadi: “Kasih karunia dan damai sejahtera Tuhan bagimu” atau “ditujukan kepadamu.” Mengapa rasul Paulus merasa bahwa jemaat perlu penyertaan kasih karunia dan damai sejahtera dari Tuhan Yesus?
Dalam Injil Matius, Tuhan Yesus pernah mengatakan bahwa “roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Mat 26:41). Sungguh, perkataan ini adalah benar. Seringkali kita sudah mengetahui hal yang dikenan Allah dan kita memiliki keinginan untuk melakukannya. Tetapi, berulang kali pula kita menyerah terhadap keinginan daging kita.
Pada akhirnya, saat kita bersandar pada kekuatan Tuhan untuk melakukan apa yang benar, kehidupan kita tidak serta merta menjadi tenang dan damai. Bahkan, tak jarang tekanan yang kita rasakan semakin lama semakin besar, membuat kekuatiran dan kegelisahan selalu meliputi hati kita.
Rasul Paulus sungguh menyadari hal ini. Beban yang ia tanggung demi imannya kepada Kristus begitu besar dan begitu berat. Itulah sebabnya ia membutuhkan kasih karunia dan damai sejahtera dari Tuhan. Jika bukan karena kasih karunia dan damai sejahtera dari Tuhan, tidak mungkin ia mampu menanggung itu semua. Segala perkara dapat ia tanggung di dalam Tuhan yang memberikan kekuatan kepadanya. Oleh karena itulah ia juga senantiasa berharap agar kasih karunia dan damai sejahtera dari Tuhan selalu menyertai kehidupan jemaat, terutama pada Filemon yang sedang bergumul untuk mengampuni dan menerima kembali Onesimus—orang kepercayaan yang telah bersalah dan merugikannya.
Sama halnya dengan kita pada hari ini, perjuangan kita sebagai anak-anak Allah bukanlah perjuangan secara duniawi. Perjuangan kita menempuh perjalanan iman adalah sebuah perjuangan rohani yang tidak akan dapat kita selesaikan dengan mengandalkan kekuatan diri sendiri. Hanya kasih karunia dan damai sejahtera dari Tuhanlah yang akan membawa kita sampai kepada kemenangan iman kita.