SAUH BAGI JIWA
“Dari Paulus, seorang hukuman…” (Filemon 1)
“Dari Paulus, seorang hukuman…” (Filemon 1)
Dalam Alkitab versi bahasa Inggris, ayat di atas dapat diterjemahkan secara harfiah menjadi “Paulus, seorang tahanan” atau “narapidana”—yaitu tahanan yang dipenjarakan dan sedang menjalani masa hukuman karena tindak pidana.
Mendengar kata “penjara,” tentunya terbayang sebuah ruangan dengan jeruji besi yang berfungsi untuk menahan secara jasmani kebebasan seseorang yang melakukan suatu kejahatan atau perbuatan melanggar hukum negara. Namun, tidak jarang pula terdapat orang-orang yang justru tidak melakukan perbuatan kriminal, ia tetap ditahan dalam ruangan berjeruji besi tersebut. Kita mengenalnya dengan istilah “tahanan politik.”
Almarhum mantan presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela, meskipun ia dianggap sebagai seorang politikus terbesar di zamannya oleh komunitas internasional, ia menghabiskan sepertiga dari hidupnya di dalam penjara. Ia menjadi narapidana karena pandangan-pandangan politiknya.
Dalam Alkitab, terdapat seorang tokoh yang dipenjarakan, bukan karena ia telah melakukan perbuatan kriminal ataupun mengobarkan pandangan politik yang berbeda. Ia justru dijebloskan ke dalam penjara karena ia telah mengabarkan Injil Yesus Kristus.
Orang tersebut dikenal sebagai rasul Paulus. Tetapi dalam suratnya kepada Filemon, ia menganggap dirinya sebagai “seorang hukuman karena Kristus Yesus.” Ia dipenjarakan karena apa yang ia kabarkan kepada orang lain mengenai Yesus. Meskipun ia dipenjara, menurut kitab Kisah Para Rasul, ia menjadi seorang tahanan rumah. Ia diizinkan untuk tinggal disebuah rumah yang disewanya sendiri dengan seorang prajurit yang mengawalnya (Kis 28:16, 30).
Meskipun kebebasannya dibatasi, orang ini masih tetap bertenaga dan bersemangat untuk Tuhan. Bahkan, ia lebih mengkhawatirkan kondisi dan keadaan para jemaat dibandingkan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia dapat tetap mempertahankan semangatnya sebagai seorang tahanan? Satu per satu jawabannya dapat kita temukan sendiri saat kita membaca surat rasul Paulus kepada Filemon, saudaranya yang kekasih.
Tidak ada seorangpun yang dapat memahami kehidupan sebagai seorang tahanan, kecuali ia yang pernah mengalaminya sendiri. Bagi almarhum Nelson Mandela, masa-masa di penjara tidaklah mudah. Ia telah menghabiskan usia dewasanya bahkan sebagian usia lansianya di dalam penjara. Sekilas, masa-masanya sebagai seorang tahanan begitu merugikan kehidupannya. Namun, melalui masa itulah ia tetap bertahan hingga akhirnya ia dibebaskan dan menjadi seorang “bapak bangsa” di Afrika Selatan.
Meskipun berbeda dengan apa yang dialami oleh rasul Paulus, setidaknya, kisah perjalanan hidup Nelson Mandela dapat memberikan kepada kita gambaran tentang seseorang yang dipenjarakan karena pandangannya.
Oleh karena imannya kepada Kristus, rasul Paulus seringkali dipenjarakan. Ia memberikan hidupnya untuk melayani Tuhan, tetapi sepertinya yang ia dapatkan hanyalah kehidupan dalam penjara. Meskipun demikian, dalam surat-suratnya, rasul Paulus selalu menekankan bahwa ia mensyukurinya.
Hal tersebut tidak lain karena rasul Paulus telah belajar untuk menerima dan mengandalkan bimbingan Tuhan—bahwa Tuhan menghendaki yang terbaik baginya. Ia tidak tenggelam dalam kesedihan ataupun kekecewaan atas penderitaan yang dialami. Sebaliknya, di dalam penjara, ia mengkhawatirkan dan begitu memperhatikan keadaan para jemaat. Melalui semangat yang demikian, akhirnya ia dapat memperoleh sukacita dan penghiburan dari Tuhan. Kiranya sikap rasul Paulus sebagai seorang hukuman yang dipenjarakan dapat menjadi teladan tersendiri bagi kita di dalam menghadapi berbagai kesulitan yang ada.