SAUH BAGI JIWA
Anak-anakku, sekarang janganlah kamu lengah, karena kamu telah dipilih TUHAN untuk berdiri di hadapan-Nya untuk melayani Dia, untuk menyelenggarakan kebaktian dan membakar korban bagi-Nya. (2 Tawarikh 29:11)
Anak-anakku, sekarang janganlah kamu lengah, karena kamu telah dipilih TUHAN untuk berdiri di hadapan-Nya untuk melayani Dia, untuk menyelenggarakan kebaktian dan membakar korban bagi-Nya. (2 Tawarikh 29:11)
Resolusi adalah sesuatu yang penting agar hidup kita menjadi terarah dan memiliki tujuan. Kita tidak boleh terpaku kepada apa yang telah terjadi. Sebaliknya, kita harus fokus kepada apa yang dapat kita perbaiki dan ubah untuk melangkah ke depan.
Raja Hizkia menerima warisan yang buruk dari ayahnya, Raja Ahas, yaitu perbuatan yang menyimpang dari Tuhan (2Raj 16:2-4). Namun, Raja Hizkia memiliki resolusi dalam hidupnya. Dia memprioritaskan perhatiannya pada resolusi rohani, yaitu memperbaiki rumah Tuhan. Hal pertama yang dilakukannya adalah membuka pintu-pintu balai rumah Tuhan yang sebelumnya ditutup oleh ayahnya. Dengan membuka pintu rumah Tuhan, ia juga membuka hati umat agar rindu mencari dan beribadah kepada Tuhan.
Ketika gereja sudah dibuka untuk ibadah tatap muka, apakah kita rindu untuk datang? Atau, apakah kita terlalu nyaman untuk beribadah secara online? Kita harus membulatkan tekad untuk kembali datang beribadah kepada Tuhan sehingga kasih dalam hati kita tidak menjadi semakin dingin.
Setelah membuka pintu, Raja Hizkia menyalakan pelita yang dibutuhkan dalam penyembahan di bait Allah. Apa maksud pelita ini secara rohani? Pelita menunjukkan sikap hidup (Mat 5:14-15). Hal ini tercermin dalam kehidupan umat pada saat pemerintahan sebelumnya yang mengabaikan hukum Allah dan hidup seperti bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Sebagai umat Tuhan, kita harus berbeda dari umat dunia. Hal utama yang membedakan kita dari umat dunia adalah buahnya (Mat 7:16). Kita harus berusaha menghasilkan buah yang manis bagi Allah melalui perbuatan dan sikap kita (Mat 5:16).
Setelah menyalakan pelita, Raja Hizkia membakar ukupan. Pada masa itu, membakar ukupan yang harum bertujuan untuk mendapat perkenanan Tuhan. Ukupan menggambarkan doa (Why 8:3). Bagaimana kehidupan doa kita saat ini? Apakah lutut kita sudah mulai goyah dan tidak kuat lagi berdoa lebih lama? Doa adalah nafas dan urat nadi bagi kerohanian umat Kristen yang membuat kita mendapatkan perkenanan Tuhan. Oleh karena itu, mari kita menguatkan kembali tangan yang lemah dan lutut yang goyah untuk terus berdoa kepada Tuhan.
Terakhir, Raja Hizkia mempersembahkan korban bakaran bagi Allah yang saat itu tidak lagi dilakukan oleh rakyat. Bagaimana dengan kita? Apakah kita masih memberikan perpuluhan? Apakah kita masih melayani Tuhan? Sekarang saatnya bagi kita untuk melakukan resolusi rohani sehingga perubahan besar terjadi dalam kerohanian kita.
Saat pintu gereja dibuka, kita harus bertekad untuk kembali beribadah, giat berdoa, melayani dan menghasilkan buah yang manis bagi Tuhan.