SAUH BAGI JIWA
“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:3-5)
“Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:3-5)
Satu hari Papa pulang ke rumah dengan membawa sepeda yang beroda empat untuk kami anak- anaknya bisa bergantian memakainya. Saat saya mencoba belajar sepeda roda empat di halaman rumah, dengan mudah saya mengayuhnya tanpa takut merasa terjatuh, karena masih ada roda di bagian kiri atau kanan yang menyangga sepeda itu agar tetap seimbang. Sampai satu hari Papa mengatakan bahwa kalau sudah lancar naik sepedanya, sepeda roda empat ini akan coba dilepas roda samping kiri kanannya menjadi roda dua. Waktu itu, karena masih kecil, saya sempat merasa kesal mengapa sepeda yang sudah bisa saya pakai dengan nyaman dan aman mesti di bongkar dan dicabut rodanya.
Beberapa minggu kemudian, saya melihat kakak saya sudah mahir mengendarai sepeda roda duanya dan dia berkata bahwa mengendarai sepeda roda dua lebih menyenangkan daripada sepeda roda empat karena sepeda menjadi lebih ringan. Akhirnya saya pun memberanikan diri untuk mengayuh sepeda roda dua. Di awal belajar, Papa menemani dan membantu memegang sepeda di bagian belakang menjaga saya supaya jangan sampai terjatuh dari sepeda.
Sampai ketika Papa melihat saya sudah mulai bisa menggunakan sepeda roda dua, Papa menyuruh saya belajar sendiri tanpa dibantu lagi. Beberapa kali saya terjatuh, kaki terluka dan beberapa bagian juga lebam karena menubruk dinding rumah. Sempat terlintas rasa putus asa karena ternyata tidak mudah mengendarai sepeda roda dua ini. Tapi karena ada keinginan yang kuat untuk bisa mengendarai sepeda roda dua, akhirnya saya bisa menggunakan sepeda itu.
Pengalaman ini membuat saya teringat pada kisah Ayub yang hidup saleh di hadapan Tuhan dan kehidupannya begitu diberkati dan Ayub menjadi yang terkaya dari semua orang di wilayah timur (Ayb. 1:3). Sampai satu ketika, Tuhan mengijinkan Iblis mencobai Ayub. Kehidupan Ayub yang sudah sangat baik pun berubah drastis. Dari seorang yang memiliki segalanya menjadi kehilangan segalanya. Begitu banyak “pil pahit” yang harus Ayub lalui dalam kehidupannya.
Serupa dengan belajar sepeda roda dua, saya mengalami rasa putus asa, sakit kala terjatuh, terluka di lutut, dan sebagainya. Namun pada akhirnya berbuah manis saat kita sudah dapat menyeimbangkan tubuh kita di atas sepeda, mengayuh sepeda roda dua dengan kencang. Demikian pula dengan Ayub, melalui perjalanan kesukaran hidup itulah akhirnya Ayub menjadi pribadi yang kuat dan tangguh, bisa mengenal siapa sesungguhnya Allah yang dia sembah.
Penulis kitab Ayub menekankan keyakinan Ayub pada Tuhan melalui pengalaman pribadinya, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” (Ayb 42:5)
Kesulitan hidup adalah satu sarana yang Tuhan pakai agar kita belajar dan terus belajar bagaimana menyempurnakan iman kerohanian kita dari hari ke hari, menjadi pribadi yang tangguh dan menjadi manusia rohani yang dewasa. Tuhan Yesus memberkati.