SAUH BAGI JIWA
“Karena iman Abraham taat, Ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. ” (Ibrani 11:8)
“Karena iman Abraham taat, Ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. ” (Ibrani 11:8)
Ekspedisi ke Gunung Everest masih menarik minat warga dunia di berbagai tempat. Pendakian ke sana kini relatif lebih mudah dibandingkan dulu. Tahun 1950-an Edmund Hilarry dengan Sherpa Tenzing Norgay menjadi orang-orang pertama yang mencapai puncak tertinggi di dunia itu. Kini, ada lebih banyak kemudahan. Orang bisa membawa tabung oksigen, serta menggunakan sepatu gunung dan tenda khusus. Pendek kata, hal-hal yang meringankan pendaki untuk mencapai puncak telah tersedia.
Abraham tidak berniat mencapai puncak gunung tertentu. Ia pergi karena perintah Allah dengan tidak mengetahui tempat yang akan ia tuju. Apakah ke barat, ke timur, utara atau selatan, ia tidak tahu. Ia hanya terus melangkah. Andaikata istri atau keponakannya bertanya ke mana tujuan mereka, entah bagaimana Abraham menjawab. Bisa jadi, Abraham (saat itu masih dengan nama Abram) dianggap sebagai orang gila.
Bandingkan dengan pernyataan Allah kepada Saulus: “Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu apa yang harus kauperbuat.” (Kis 9:6). Atau, ucapan malaikat Tuhan kepada Filipus: “Bangunlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza.” (Kis.8:26). Saulus masuk ke Damsyik dengan dituntun oleh teman-temannya. Filipus seorang diri pergi menuruti perintah malaikat Tuhan. Perjalanan Saulus dan Filipus bukan hal yang mudah. Namun, jika dibandingkan dengan perjalanan Abraham ke negeri yang kelak menjadi milik pusakanya, tentulah perjalanan mereka jauh lebih ringan.
Setelah lewat beberapa waktu, Abraham kembali menerima perintah yang sulit, bahkan lebih sulit dibandingkan perintah yang pertama. “Firman-Nya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan kukatakan kepadamu.” (Kej 22:2). Abraham menanti 25 tahun lamanya untuk mendapatkan Ishak. Namun, setelah menerima perintah itu, esoknya pagi-pagi Abraham pergi untuk melaksanakan kehendak Allah.
Daud dalam satu mazmurnya menyatakan, “Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!” (Mzm 139:17). Seperti Abraham, umat Tuhan di berbagai tempat juga mengalami dan menjalani hidup yang sulit, baik karena faktor kesehatan, cekcok di dalam rumah tangga atau kehidupan ekonomi yang tidak mencukupi.
Di gunung Moria, peristiwa Abraham dan Ishak berakhir dengan kebahagiaan. Ada catatan yang menyegarkan hati: “Dan Abraham menamai tempat itu: “TUHAN menyediakan”; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: “Di atas gunung TUHAN, akan disediakan.” (Kej 22:14). Pernyataan Paulus kepada jemaat di Filipi tentunya juga berlaku untuk kita: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Flp 4:13). Pandemi COVID-19 memang menyebabkan banyak kesulitan. Namun, dengan kekuatan dari Allah, kita akan sanggup menanggungnya, hari lepas hari.