SAUH BAGI JIWA
“Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi isteri yang berakal budi adalah karunia Tuhan.” (Amsal 19:14)
Bacaan: Kejadian 24:1-31
“Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi isteri yang berakal budi adalah karunia Tuhan.” (Amsal 19:14)
Bacaan: Kejadian 24:1-31
Ishak telah dewasa. Dia berusia empat puluh tahun, usia yang sudah matang untuk menikah. Sebagai ayah, Abraham merasa perlu mencarikan istri untuk anaknya. Proses bagaimana Abraham mencarikan pasangan hidup bagi anaknya bisa menjadi teladan bagi umat Kristen, khususnya di zaman yang memandang ringan pernikahan seiman.
Abraham memegang prinsip bahwa pernikahan putranya adalah tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia menangani masalah ini dengan sangat hati-hati. Abraham mempercayakan perihal ini kepada pelayannya yang tertua, yang diberikan tugas untuk mencari pasangan hidup bagi Ishak. Walaupun telah memberikan tugas ini kepada pelayannya, Abraham tidak serta-merta lepas tangan.
Setiap orangtua umumnya merasa memiliki tanggung jawab ini. Namun, seringkali para orangtua tidak berupaya sekeras seperti Abraham. Abraham bersikap aktif dan berhati-hati. Terkadang orangtua melemparkan tanggung jawab untuk mencermati pasangan hidup bagi anak-anaknya kepada pihak lain. Di sisi lain, anak-anak juga seringkali tidak menerima maksud baik orangtua mereka yang bermaksud mencarikan pasangan yang baik sehingga kelak akan memuliakan Tuhan. Para pemuda harus belajar menghargai dan menerima usaha orangtua mereka.
Abraham meminta pelayannya bersumpah untuk tidak mengambil istri bagi Ishak dari perempuan Kanaan yang menyembah berhala. Pelayannya harus pergi ke tanah asal Abraham. Perempuan itu harus berasal dari bangsa yang sama dan bersedia datang ke tempat di mana Abraham dan Ishak tinggal. Ishak tidak boleh kembali ke tanah asal Abraham.
Abraham memiliki ketetapan ini karena mengetahui dengan jelas bahwa ia telah dipanggil untuk melayani Tuhan yang sejati. Ia harus meneruskan iman kepada generasi berikutnya. Abraham mengetahui bahwa iman yang berbeda dapat mempengaruhi pelayanan kepada Tuhan. Prinsip inilah yang bisa kita teladani dari Abraham. Janganlah kita mengikuti kebiasaan duniawi yang bisa membuat kita kehilangan rasa hormat kepada Tuhan dan berkompromi dengan iman kita. Alkitab secara jelas mengatakan janganlah seseorang memiliki pasangan yang tidak seiman. Orang yang menikah dengan pasangan yang tidak seiman harus bekerja keras untuk memimpin pasangannya kepada Tuhan. Mereka harus berjalan bersama-sama untuk bisa sampai ke surga.
Abraham memberitahu pelayannya tentang janji Allah bahwa Ia akan memberikan tanah itu kepada keturunannya. Sebagai umat Allah, kita harus memegang iman dan prinsip yang benar, yaitu menikah di dalam Tuhan. Jika kita menjalankan prinsip ini, kita memuliakan Tuhan dan Ia pasti akan memberkati pernikahan itu.