SAUH BAGI JIWA
“Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa”—Yakobus 4:17
“Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa”—Yakobus 4:17
Kebersamaan dalam persekutuan bukan hanya akan mempererat kepedulian yang satu dengan yang lainnya, melainkan juga akan menjadikan satu sama lain sebagai bagian dari kepentingan bersama. Namun Yudas Iskariot lebih memilih untuk mendekat pada imam-imam kepala dan kepala-kepala pengawal Bait Allah dibandingkan dengan Yesus—sahabatnya, gurunya dan Tuhannya. Saat perjamuan malam, Yudas tahu yang baik tetapi ia tidak melakukannya. Bahkan ia memilih untuk menjadi seorang pengamat yang tidak peduli lagi pada kebersamaan persekutuan bersama Tuhan Yesus dan murid-murid—saudara seimannya dan keluarganya dalam Tuhan.
Perihal kalimat “tahu yang baik tetapi tidak melakukan,” penulis kitab Yakobus pernah menuliskan suatu nasehat yang tegas, “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak 4:17). Nasehat tersebut memberikan sebuah peringatan keras bagi kita untuk merenungkan kembali perbuatan maupun hubungan kita di dalam persekutuan Tuhan. Kata “tahu” dalam bahasa Yunani, bukan sekedar merujuk pada pengetahuan belaka melainkan pada pengenalan dan pengalaman —yaitu, sesuatu yang sudah pernah dirasakan dan dilakukan sebelumnya.
Hal apa yang dilakukan sebelumnya? “berbuat baik,” bukan sekedar perbuatan baik menolong orang melainkan sesuatu hal yang berkenan kepada Allah dan berkontribusi pada keselamatan. Atau dengan kata lain, perbuatan yang dapat membangun orang lain secara rohani dan berguna bagi keselamatan orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, apakah perilaku perbuatan kita berkontribusi pada keselamatan jiwa orang lain? Atau, karena kesibukan diri, membuat kita “berdiam diri” menjadi seorang pengamat dan membiarkan kehidupan terus berjalan dengan sendirinya?
Kemudian, “berbuat baik” dalam bahasa Yunani juga memiliki arti: menyiapkan, menumbuhkan, menghasilkan buah. Seperti halnya perumpaan Yesus tentang hamba-hamba yang diperintahkan untuk mengusahakan talenta mereka masing-masing; dalam kehidupan persekutuan kita, sudahkah kita menggunakan talenta yang kita miliki untuk berkontribusi pada kemajuan persekutuan tersebut? Atau, masihkah kita memilih untuk berdiam dan sekedar mengamati dan membiarkan orang lain saja yang melakukan pelayanan? Tahu akan yang baik tetapi tidak melakukannya, maka kita bersalah di hadapan Allah—menurut penulis kitab Yakobus.
Selain kedua hal di atas, “berbuat baik” memiliki nuansa makna: secara aktif melanjutkan, berkomitmen untuk tetap melakukan. Dalam kehidupan bergereja, sudah saatnya kita turut serta mengambil bagian dari tanggung jawab yang akan berkontribusi pada kemajuan bersama. Tindakan untuk sekedar menjadi pengamat belaka—merasa bukan bagian dari komunitas sehingga tidak perlu melakukan tindakan apa pun—justru akan menghambat dan melemahkan persekutuan tersebut.
Yudas tahu yang baik tetapi tidak lagi melakukannya. Ia tahu tempat berkumpulnya Yesus dan murid-murid untuk berdoa, tetapi ia tidak lagi di sana. Yudas tahu bahwa waktu perjamuan malam, itulah saat-saat terakhirnya Tuhan Yesus menyampaikan pengajaran penting. Namun, ia pergi meninggalkan perkumpulan tersebut. Hatinya sudah tidak lagi disana, ia hanyalah sekedar pengamat belaka yang terus membiarkan rencana iblis tumbuh dalam hatinya. Hingga akhirnya, Yudas tidak lagi menghasilkan buah bahkan pengkhianatannya di taman Getsemani menjadi batu sandungan bagi murid-murid—melemahkan iman mereka sehingga mereka meninggalkan Yesus dan melarikan diri.