SAUH BAGI JIWA
“Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN…lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu. Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: ‘… Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan’ “ Kejadian 8:20-22
“Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN…lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu. Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: ‘… Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan’ “ Kejadian 8:20-22
Selama 40 hari, air bah berkuasa atas bumi. Semua yang berada di luar bahtera—semua yang bernafas dan bernyawa telah mati. Bahtera mengapung selama lima bulan lamanya dan di bawah kuasa Tuhan, bahtera itu pun terhenti di pegunungan Ararat.
Setelah lewat 40 hari, Nuh membuka tingkap untuk mengetahui apakah air telah surut. Lalu ia melepaskan seekor burung gagak; dan burung itu terbang pulang pergi sampai air itu menjadi kering dari atas bumi. Kemudian dilepaskannya seekor burung merpati untuk melihat apakah air itu telah berkurang dari muka bumi. Kedua burung tersebut memiliki tugasnya masing-masing. Sementara burung gagak terus terbang pulang pergi sampai air menjadi kering, burung merpati terbang dan pulang sampai tiga kali untuk mengukur seberapa berkurangnya air dari muka bumi. Keduanya memiliki tugas yang berbeda dan keduanya menjalankan tugas mereka sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
Setelah itu, dalam bulan pertama pada tanggal satu, air sudah kering. Nuh membuka tutup bahtera dan melihat-lihat bahwa muka bumi sudah mulai kering. Nuh masih menunggu dalam bahtera satu bulan lagi, sampai Tuhan Allah berfirman kepadanya untuk keluar dari bahtera. Meskipun sebulan lalu bumi telah kering, Nuh tidak bertindak menurut pemikirannya sendiri. Ia menantikan bimbingan dari Tuhan.
Dari hal tersebut, kita belajar tentang ketaatan Nuh. Manusia seringkali merasa dirinya mengetahui segala hal. Oleh karena itu, manusia melakukan berbagai hal menurut pemikirannya sendiri. Namun, penulis kitab Amsal 3:5-6 mengajarkan kepada kita untuk percaya kepada Tuhan dengan segenap hati dan jangan bersandar kepada pengertian kita sendiri. Akuilah Dia dalam segala perbuatan kita, maka Ia akan meluruskan jalan kita.
Saat Nuh keluar dari bahtera, hatinya dipenuhi dengan rasa syukur. Ia pun memahami kehendak Tuhan, sehingga ia mendirikan mezbah dan mengambil berbagai binatang dan burung untuk korban bakaran bagi-Nya. Ketika Tuhan mencium persembahan yang harum itu, Ia berfirman dalam hati-Nya bahwa Ia takkan mengutuk bumi lagi karena manusia dan takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Ia lakukan. Tuhan berkenan atas persembahan Nuh dan memberkati kembali segala makhluk hidup.
Dari teladan Nuh, kita belajar bahwa saat seseorang menerima kasih karunia Allah, ia membalasnya dengan berusaha untuk memahami kehendak Allah dalam hidupnya, mulai percaya, dan memiliki hati yang taat dan penuh rasa syukur, serta berusaha untuk melayani-Nya. Dengan demikian, tidak peduli apapun kondisi yang sedang kita alami, kita akan tetap memiliki hati yang taat. Sehingga, perbuatan dan perilaku kita bukan hanya menyukakan hati Tuhan, melainkan juga dapat memberikan kebaikan bagi orang lain. Pada akhirnya, mereka pun dapat mengenal Tuhan melalui kita, sehingga dapat bersama-sama dengan kita berjalan di jalan menuju kehidupan kekal!