SAUH BAGI JIWA
“Firman Tuhan kepada Kain…Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya’ ” –Kejadian 4:6-7
“Firman Tuhan kepada Kain…Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya’ ” –Kejadian 4:6-7
Setelah Adam dan Hawa diusir keluar dari taman Eden, karena mereka telah berbuat dosa, Allah mengaruniakan kepada mereka sepasang anak laki-laki, yaitu Kain dan Habel. Berpaling dari kesalahan, Adam dan Hawa berusaha untuk mengajarkan kedua anak laki-lakinya untuk menyembah dan menghormati Allah—salah satunya adalah dengan cara memberikan korban persembahan kepada-Nya. Namun, sikap dan perbuatan antara kedua anak itu ternyata berbeda.
Sekalipun Habel adalah seorang adik, korban persembahannya justru diperkenan Allah — sebab ia mempersembahkan yang terbaik. Habel mempersembahkan korban anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya (Kej. 4:4). Selain itu, persembahannya sesuai dengan hati Allah. Persembahan dengan iman juga harus disertai dengan perbuatan yang baik. Jika iman tidak disertai dengan perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati (Yak. 2:17).
Di lain sisi, sekalipun Kain menghormati Allah, imannya tidak disertai dengan perbuatannya. Bahkan pada akhirnya, Kain gagal dan meninggalkan Allah. Seumur hidupnya ia jalani dalam ketakutan.
Pada saat Allah tidak berkenan atas korban persembahannya, Kain menjadi marah—hatinya panas dan wajahnya menjadi muram. Kain ingin melayani Allah, tetapi ia melayani dengan kehendak dan caranya sendiri. Pada hari ini, kita ingin menghormati Allah dan melayani-Nya. Namun, saat kita lebih mengutamakan hikmat dan cara pribadi di dalam pelayanan ketimbang mengandalkan hikmat dan kehendak-Nya,maka sesungguhnya kita hanya memuaskan hawa nafsu pribadi.
Allah memberitahukan dengan lembut kepada Kain alasan mengapa persembahannya tidak diperkenan, dan mengingatkannya bahwa saat ia berbuat baik—iman dan perbuatan menyatu—maka Allah akan berkenan kepadanya Pula Allah melanjutkan peringatan-Nya, yakni, Jika Kain tidak berbuat baik, maka dosa sudah mengintip di depan pintu (Kej. 4:7). Tetapi, Kain bersikeras pada kehendaknya sendiri dan menolak untuk menaati peringatan Allah. Bahkan setelah melakukan dosa, Kain tetap tidak mau mengaku dosa dan bertobat. Ia memiliki akhir yang menyedihkan.
Kain sama sekali tidak berusaha untuk menyenangkan hati Allah, memahami hati Allah. Sebaliknya, setelah persembahannya tidak dikenan-Nya, Kain membenci saudaranya, Habel. Kain menjadi iri hati karena persembahan Habel diterima, sedangkan persembahannya ditolak. Sama halnya, hubungan antarmanusia pun seringkali berujung pada perselisihan dan konflik—yang diawali oleh iri hati. Kiranya kita selalu bersandar pada kekuatan Allah agar kita dijauhkan dari hati yang demikian.