SAUH BAGI JIWA
“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Mat. 5:9)
“Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” (Mat. 5:9)
Hari itu benar-benar buruk. Saya terlambat bangun. Sudah cepat-cepat ke kantor, namun tetap saja saya tiba dengan sangat terlambat. Dengan kata-kata yang kasar saya dimaki oleh atasan. Belum selesai sampai di situ. Ketika laporan yang saya kerjakan hampir selesai, tiba-tiba laptop saya mengalami masalah dan semua harus diulangi lagi dari awal. Belum lagi dompet saya tertinggal karena buru-buru berangkat, sehingga saya tidak punya uang untuk membeli makanan. Saat hampir meledak, tanpa disangka-sangka, seorang rekan kerja datang dengan tersenyum dan menawarkan saya makanan. Betapa rasanya seperti mendapat air dingin di padang gurun yang panas dan tandus.
Hanya dengan sebuah senyuman dan sedikit kebaikan, hati yang kelam pun bisa berubah menjadi damai. Inilah kekuatan dari sebuah senyuman dan kebaikan yang bisa membawa kedamaian. Seperti sebuah pepatah mengatakan “Perdamaian dimulai dari sebuah senyuman. Tersenyumlah kepada orang-orang yang tidak ingin Anda berikan senyuman. Lakukanlah itu untuk perdamaian.”
Seperti inilah Tuhan Yesus mengharapkan kita semua, anak-anak-Nya, menjadi orang-orang yang membawa damai. Damai adalah sebuah kondisi yang tenang dan tenteram. Bertemu dengan orang-orang dalam keadaan kuatir, dalam keadaan emosi, ataupun putus pengharapan, dengan pertolongan Roh Kudus, kita bisa menghibur dan menguatkan mereka, membuat hatinya yang gelisah menjadi tenang dan penuh dengan damai sejahtera.
Damai juga bisa berarti sebuah keadaan yang rukun tanpa permusuhan. Bertemu dengan orang-orang yang ingin berselisih dengan kita, kita dapat memadamkannya dan tetap hidup rukun dengan mereka. Ketika terjadi masalah dan orang lain mulai menyalakan api permusuhan, sangatlah wajar kalau diri kita juga terbawa oleh emosi. Lalu kita mulai membalas cacian dengan makian, dan membalas ancaman dengan pukulan. Dan akhirnya terjadilah pertengkaran. Namun sebagai anak-anak Allah, tidaklah sepatutnya kita berbuat yang demikian. Kita adalah orang-orang yang membawa damai.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Tuhan Yesus, “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu.” (Luk 6:27b). Hal senada juga pernah dikatakan oleh rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma, “Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!” (Rom 12:17-18). Kepada mereka yang berbuat jahat kepada kita, berikanlah senyuman kepada mereka. Dan lakukanlah sedikit kebaikan bagi mereka, demi perdamaian!
Inilah yang dilakukan oleh Yusuf. Kakak-kakaknya berbuat sangat jahat kepadanya, dengan menjualnya sebagai budak ke tanah Mesir. Namun Yusuf tidak membalas kejahatan mereka. Sebaliknya, Yusuf menjadi orang yang membawa damai. Ketika kelaparan terjadi, kakak-kakaknya datang kepadanya. Walaupun mereka telah membuat hidupnya begitu sengsara, Yusuf justru mengundang mereka tinggal di Mesir dan menjaga kelangsungan hidup mereka.
Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun dan damai! Karena itu, biarlah kita semua boleh menjadi orang-orang yang membawa damai. Di manapun kita berada, dalam kondisi apapun yang kita hadapi, selalu hidup dalam rukun dan damai dengan semua orang. Dengan demikianlah, maka kita akan disebut anak-anak Allah. Haleluya !