SAUH BAGI JIWA
“Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu,...” (Mat. 6:9)
“Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu,...” (Mat. 6:9)
Selain makan, setiap hari kita pun akan mandi. Ada yang mandi 1 kali sehari, ada yang 2 kali sehari. Setelah menjalani aktivitas seharian, terkena debu, mengeluarkan keringat, kita akan merasa diri kita perlu dibersihkan dan kita akan mandi. Bahkan, ketika kita seharian berada di rumah yang sepertinya tidak mengeluarkan keringat pun kita akan mandi. Karena kita ingin badan kita selalu bersih. Dengan demikian badan kita akan sehat.
Bagaimana dengan kerohanian kita? Apakah kita juga selalu menguduskan hati kita? Menjaga perkataan dan pikiran kita tetap kudus di hadapan Tuhan? Adalah suatu hal yang janggal jika kita berdoa mengucapkan “dikuduskanlah nama-Mu” tetapi kita mengabaikan kekudusan kehidupan kita sehari-hari secara rohani.
Di awal doa Bapa Kami dikatakan, “Dikuduskanlah nama-Mu”. Salah satu kebesaran dan keistimewaan Allah adalah kekudusan-Nya. Dari zaman Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru, Alkitab terus menekankan mengenai kekudusan Allah ini.
Ketika bangsa Israel keluar dari Mesir, TUHAN berfirman kepada Musa: “Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus.” (Kel. 19:1)
Juga dalam perintah yang ketiga ditekankan mengenai kekudusan nama-Nya, ”Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.” (Kel. 20:7)
Dalam kitab Wahyu, keempat makhluk dengan tidak henti-hentinya berseru siang dan malam: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah, Yang Mahakuasa, yang sudah ada dan yang ada dan yang akan datang.” (Why. 4:8)
Dengan mengucapkan “Dikuduskanlah nama-Mu”, kita diingatkan akan kekudusan Allah di dalam doa kita. Maka sepatutnyalah kita menyadari kepada siapa kita sedang berbicara. Dengan demikian, kita akan dengan rendah hati dan dengan sikap takut serta hormat berbicara kepada Allah kita. Di satu sisi, Dia adalah Bapa yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun, tetapi di sisi lain, Dia juga adalah Allah Yang Maha Kudus, Maha Besar, dan Maha Mulia.
Dengan mengingat akan kekudusan Tuhan, kita pun diingatkan untuk selalu hidup kudus, sama seperti Allah kita adalah kudus. “Sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.” (Ibr. 12:14) Karena itu, untuk bisa mendekat kepada Allah Yang Maha Kudus, kita pun mau menguduskan diri kita. Menjalani kehidupan sehari-hari, kita mau selalu menjaga diri kita dari dosa. Menjaga perkataan kita, menjaga perbuatan kita, menjaga hati dan pikiran kita. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang yang kudus di hadapan Tuhan. Dan biarlah kita boleh terus menjaga diri kita tetap kudus di sepanjang hidup kita, sampai pada saatnya nanti kita akan bertemu dengan Bapa kita Yang Kudus, di dalam Kerajaan Sorga yang mulia. Haleluya!