SAUH BAGI JIWA
“Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan”
“Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan”
Hak kesulungan adalah hak waris kepunyaan putra sulung. Dalam pengertian yang luas, hak kesulungan mencakup suatu atau semua hak atau warisan yang diteruskan kepada seseorang ketika dia lahir ke dalam sebuah keluarga dan budaya. Alkitab menyebutkan bahwa anak sulung akan mendapat warisan sebanyak dua bagian dari segala harta milik, sebab dialah kegagahannya yang pertama-tama: dialah yang empunya hak kesulungan (Ul 21:17).
Sebagai anak sulung, seharusnya Esau juga tahu warisan yang akan diterimanya kelak. Tetapi karena hawa nafsunya yang besar, dia melepaskan hak kesulungan yang sangat berharga itu. Esau merasa lelah dan lapar setelah pulang dari berburu. Mungkin dia terlalu lelah untuk mengolah hasil buruannya menjadi masakan atau dia merasa bosan dan ingin mencicipi makanan yang baru. Ketika melihat masakan Yakub, Esau tidak dapat menahan diri. Dia ingin segera menikmati masakan kacang merah itu. Tanpa berpikir panjang lagi, dia menukar hak kesulungan dengan semangkuk kacang merah.
Esau telah meremehkan hak kesulungannya dan ia sangat menyesali perbuatan itu di kemudian hari. “Sesudah Esau mendengar perkataan ayahnya itu, meraung-raunglah ia dengan sangat keras dalam kepedihan hatinya serta berkata kepada ayahnya: “Berkatilah aku ini juga, ya bapa!” (Kej 27:34)
Sebagai orang Israel rohani, kita pun termasuk sebagai anak sulung Allah. Dalam Keluaran 4:22, Allah menyuruh Musa menyampaikan perkataan ini kepada Firaun, “Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung.” Sebagai anak sulung Allah, kita menjadi ahli waris Kerajaan Sorga. Efesus 3:6a berkata, “orang-orang bukan Yahudi, karena berita Injil, turut menjadi ahli-ahli waris.” “Atas kehendak-Nya sendiri Ia telah menjadikan kita oleh firman kebenaran, supaya kita pada tingkat yang tertentu menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya.” (Yak 1:18)
Perbuatan Esau telah menjadi peringatan bagi kita. Janganlah kita meremehkan hak kesulungan kita. Warisan yang kelak akan kita terima jauh lebih tinggi nilainya daripada warisan yang seharusnya diterima Esau. Warisan Esau adalah harta dunia yang bersifat fana, sedangkan warisan kita adalah keselamatan dan kehidupan kekal di surga. Jangan sekali-sekali menukar atau menjualnya untuk apapun, apalagi untuk hal-hal yang dapat binasa. Jangan sampai kita meraung-raung dan menyesal seperti Esau. Ingatlah, Iblis selalu mengintai dan mencari kelemahan kita. Dia berusaha untuk merampas hak kesulungan kita. Dia menawarkan kenikmatan dunia sebagai gantinya. Jika lengah, kita akan terpedaya dan masuk ke dalam jeratnya. Ketika hal itu terjadi, menyesal pun sudah tidak berguna. Inilah nasihat yang diberikan Rasul Paulus kepada kita: “Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima.” (2Kor 6:1)