SAUH BAGI JIWA
“Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu.”
“Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu.”
Bila kita melihat anak-anak berumur dua tahun ke bawah, kesan yang umumnya kita miliki adalah suatu sosok yang lemah, memerlukan bantuan, lugu dan menggemaskan. Siapakah yang begitu tega untuk membunuh anak-anak ini?
Seorang raja bernama Herodes menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yakni anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah. Hal ini dilakukannya karena ia kuatir terhadap munculnya seorang raja Yahudi sebagai tandingan dirinya. Ia juga marah karena merasa diperdaya oleh orang-orang majus yang ternyata tidak berpihak kepadanya (Mat 2:1-8, 12, 16).
Hal serupa juga pernah terjadi berabad-abad sebelumnya di negeri Mesir. Firaun memberi perintah kepada seluruh rakyatnya untuk melemparkan semua anak laki-laki yang lahir dari orang Ibrani ke dalam sungai Nil. Hal ini dilakukan karena ia takut melihat bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya daripada bangsa Mesir. Apabila bangsa Israel bertambah banyak, mereka bisa bersekutu dengan musuh bangsa Mesir dan memerangi mereka, lalu pergi dari negeri Mesir jika terjadi peperangan (Kel 1:8-10, 22).
Kekuatiran, kemarahan, ambisi, perasaan terancam dan emosi negatif lainnya dalam diri seseorang dapat membutakan hati nuraninya. Orang menjadi tega mengorbankan orang lain, bahkan sosok yang tidak berdaya seperti anak-anak.
Seorang raja menggambarkan suatu sosok yang kuat, sedangkan anak-anak menggambarkan suatu sosok yang lemah dan tak berdaya. Seorang pemimpin dalam suatu perusahaan dapat dengan tega “membunuh” karakter bawahannya yang dianggap sebagai calon kuat yang dapat mengancam kedudukannya. Bahkan dengan taktik liciknya, ia bisa membuat bawahannya tersebut kehilangan mata pencahariannya. Seorang pebisnis besar karena ambisinya melancarkan strategi-strategi untuk memperluas pangsa pasarnya dengan menggilas pebisnis-pebisnis kecil, bahkan sampai mereka gulung tikar.
Seorang pemimpin rohani karena kemarahan atau luapan emosi negatif lain dalam dirinya yang tidak terkendali dapat mengakibatkan terbunuhnya “anak-anak dan bayi-bayi rohani” di gereja.
Suatu kali, orang-orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus supaya Ia menjamah mereka. Tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu.
Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: ”Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka. (Mrk 10:14, 16)
Sebagai umat Tuhan, hendaknya kita tidak terlena ketika berada di posisi yang kuat. Jangan sampai hati nurani kita menjadi buta dan “membunuh anak-anak” yang berada di posisi yang lemah atau menghalang-halangi mereka untuk mendekat kepada Tuhan. Hal ini dapat membuat Tuhan marah. Bisa jadi, Tuhan memandang bahwa mereka lebih layak untuk memperoleh Kerajaan Allah dibandingkan diri kita.
Betapa indahnya bila kita dapat membiarkan “anak-anak dan bayi-bayi rohani” datang kepada-Nya, agar mereka dapat merasakan pelukan-Nya, jamahan tangan-Nya, dan memperoleh berkat dari-Nya.