SAUH BAGI JIWA
“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran” -Amsal 17:17
“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran” -Amsal 17:17
Yonatan telah mengikat perjanjian dengan Daud untuk saling setia. Yonatan mengasihi Daud seperti dirinya sendiri. Ketika Daud hendak pergi berperang, Yonatan menanggalkan jubah yang dipakainya dan memberikannya kepada Daud, juga baju perang, pedang, panah, dan ikat pinggangnya (1Sam. 18:1-4) Walaupun ayahnya sangat membenci Daud, tetapi Yonatan tetap berpihak pada Daud. Ketika Saul berikhtiar untuk membunuh Daud, Yonatan memberitahu Daud tentang hal ini. Dia berusaha membela dan mengungkit jasa-jasa Daud di hadapan ayahnya. Setelah Yonatan tahu bahwa ayahnya berniat membunuh Daud dan tidak dapat dibujuk lagi, maka Yonatan membiarkan Daud pergi dengan selamat.
Yonatan adalah sahabat sejati Daud. Dia telah menunjukkan kasih dan kesetiaannya kepada Daud. Ketika Daud mengalami kesulitan, dia menggunakan segala upaya untuk membantunya. Demikian juga dengan Daud. Ketika mengetahui bahwa Yonatan telah tewas, dia segera mencari tahu tentang keturunan Saul yang masih selamat. Setelah tahu bahwa Mefiboset adalah anak Yonatan, Daud menunjukkan kasihnya dengan memberikan seluruh milik Saul kepadanya dan memperlakukannya seperti keluarga.
Itulah persahabatan sejati. Sahabat lebih dari sekedar teman. Dengan sahabat, kita dapat berbagi suka dan duka. Sahabat selalu ada ketika kita membutuhkannya. Sahabat rela berkorban dan mengasihi tanpa pamrih. Sulit untuk memperoleh seorang sahabat, apalagi sahabat sejati.
Jika kita belum memiliki seorang sahabat, janganlah berkecil hati. Sebab sesungguhnya, kita telah memiliki Sahabat yang sejati. Hanya mungkin kita belum menyadarinya. Yesus-lah Sahabat sejati kita. Dialah Sahabat kita yang paling baik dan setia. “Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.” (Mzm. 100:5) Demi menebus dosa-dosa kita, Dia rela berkorban mati di atas kayu salib. “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh. 15:13) Kepada-Nya kita dapat berbagi suka dan duka. Tuhan Yesus dapat turut merasakan ketika kita dalam keadaan susah, lemah dan putus asa.
Jika kita menyebut Yesus sebagai sahabat, maka kita jangan hanya menuntut sesuatu dari Dia. Kita juga harus berbuat sesuatu bagi Tuhan. Persahabatan merupakan sebuah hubungan yang bersifat timbal balik. Orang yang hanya selalu menuntut tidak dapat disebut sebagai sahabat karena ia hanya mementingkan diri sendiri.
Lalu, apa yang telah kita perbuat untuk Sahabat kita itu? Seorang sahabat yang baik harus mengerti apa yang disukai oleh sahabatnya. Maka, kita juga harus mengerti apa yang Tuhan Yesus kehendaki dari kita.
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ul. 6:5) “Persembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah.” (Rm. 12:1a) “Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” (Kol. 3:2)
Inilah beberapa hal yang dikehendaki Tuhan Yesus untuk kita perbuat. Apakah kita telah atau sedang berusaha untuk melakukannya? Jika demikian, kita layak disebut sebagai sahabat Tuhan karena kita berusaha menyenangkan Dia. Kita berusaha melakukan apa yang berkenan kepada-Nya, bukan hanya menuntut Dia berbuat sesuatu untuk kita. Kiranya dengan berbuat demikian, Tuhan Yesus berkenan menjadi sahabat kita.