SAUH BAGI JIWA
“Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ” -Matius 14:23
“Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ” -Matius 14:23
Seorang pedagang kayu menerima lamaran pekerjaan dari seorang penebang pohon. Hari pertama, sang penebang berhasil merobohkan delapan batang pohon. Majikannya sangat terkesan dan memuji, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum. Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruslah bekerja seperti itu.”
Keesokan harinya si penebang bekerja lebih keras lagi. Tetapi dia hanya berhasil merobohkan tujuh batang pohon. Pada hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, namun hasilnya tetap tidak memuaskan. Semakin lama semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan. “Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku,” pikir si penebang pohon. Ia merasa malu dan putus asa. Dengan kepala tertunduk dia menghadap sang majikan dan meminta maaf.
Lalu majikannya bertanya, “Kapan terakhir kau mengasah kapak?” “Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga,” jawab si penebang.
“Di sinilah letak masalahnya. Ingatkah pada hari pertama engkau bekerja? Dengan kapak baru dan terasah tajam, engkau bisa menebang pohon secara luar biasa. Hari-hari berikutnya engkau bekerja dengan tenaga yang sama. Tetapi karena kapakmu tidak diasah, hasilnya semakin menurun. Maka sesibuk apa pun, kau harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar hasilnya maksimal.” Si penebang pun mengerti. Ia mulai mengasah kapaknya. Ternyata benar, setelah itu dia berhasil menebang lebih banyak pohon.
Demikian juga halnya dengan pelayanan kita kepada Tuhan. Pekerjaan Tuhan begitu banyak sehingga diperlukan tenaga yang banyak juga. Kadangkala seorang pengerja harus melakukan beberapa pekerjaan sekaligus. Berbagai pekerjaan itu sangat menguras waktu, tenaga, dan pikirannya. Semakin lama dia menjadi semakin sibuk sehingga tidak ada waktu lagi untuk melakukan penyempurnaan rohani. Walaupun dia masih beribadah secara aktif, seperti berdoa, membaca Alkitab, mengikuti kebaktian dan berbagai seminar dan pelatihan, hal-hal itu dilakukan hanya sebagai suatu rutinitas atau keharusan semata.
Secara fisik dia masih melakukan kegiatan-kegiatan rohani, tetapi dia tidak sepenuhnya fokus. Yang lebih parah, ia bahkan tidak sempat lagi berdoa dan membaca Alkitab setiap hari. Ini antara lain disebabkan karena kejenuhan atau keletihan, baik secara jasmani maupun rohani.
Sama seperti sang penebang kayu dalam ilustrasi di atas, kita jangan hanya terfokus pada pekerjaan pelayanan kita. Kita juga harus mementingkan penyempurnaan rohani secara pribadi. Jangan sampai karena banyaknya pelayanan yang kita ambil, waktu untuk penyempurnaan rohani menjadi berkurang secara drastis. Berusahalah untuk menyeimbangkan antara waktu pelayanan dan waktu penyempurnaan rohani.
Tuhan Yesus ketika berada di dunia juga berbuat demikian. Walaupun seharian Dia sibuk melayani, Tuhan Yesus selalu menyempatkan diri untuk menyendiri, bersekutu dengan Bapa-Nya. Tidak peduli apakah saat malam sudah larut atau pagi-pagi buta. Dia pasti menyediakan waktu untuk berdoa. Teladan Tuhan Yesus ini patut kita contoh. Tanpa penyempurnaan rohani secara pribadi, pelayanan kita perlahan-lahan akan menjadi tidak efektif dan kurang bernilai, seperti kapak yang tidak diasah. Lama-kelamaan hasil yang kita capai pun semakin berkurang. Secara kuantitas mungkin pelayanan yang kita lakukan terlihat semakin banyak, namun secara kualitas semakin berkurang nilainya.
Pelayanan kepada Tuhan adalah hal yang baik. Namun kita tidak boleh menjadikan pelayanan sebagai alasan bagi kita untuk tidak melakukan penyempurnaan rohani. Berusahalah untuk mengatur waktu dengan baik.