SAUH BAGI JIWA
“Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepada-Nya: ‘Tuhan, siapakah itu?’ Jawab Yesus: ‘Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.’ Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot”
“Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepada-Nya: ‘Tuhan, siapakah itu?’ Jawab Yesus: ‘Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.’ Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot”
Sebagai umat Allah, setelah sekian lama mengikut Tuhan, kita seharusnya sudah membaca atau mendengar begitu banyak kebenaran firman Tuhan. Tetapi pernahkah kita memeriksa apakah hati kita masih merasakan getaran, baik itu perasaan terhibur, terharu, atau bahkan tertusuk karena merasa perkataan atau teguran Tuhan itu ditujukan kepada kita? Atau sebaliknya, hati kita merasa datar-datar saja dan tidak merasakan getaran apapun? Jika hal kedua yang terjadi, kita perlu waspada. Segala perkataan yang diilhamkan Allah, yaitu firman Tuhan ditujukan untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakukan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran (2Tim. 3:16). Jika kita tidak lagi merasa bahwa firman Tuhan mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakukan, dan mendidik kita, tetapi hanya ditujukan kepada orang lain, kita harus mulai memeriksa apakah iman kita sedang berada dalam bahaya.
Perikop yang kita baca dalam Yohanes 13:21-30 menuliskan suatu peristiwa ketika Tuhan Yesus bersaksi bahwa ada di antara murid-murid yang akan menyerahkan Dia. Ini adalah peringatan Tuhan Yesus pada saat-saat terakhir sebelum Yudas menyerahkan Dia kepada orang-orang yang berniat membunuh-Nya. Ini seharusnya adalah saat-saat yang sangat mengharukan. Tetapi sedikit pun kita tidak melihat reaksi Yudas yang menunjukkan bahwa hatinya tersentuh atau bahkan tertusuk oleh perkataan Tuhan sehingga menghasilkan pertobatan.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Ini bisa terjadi karena hati Yudas telah “mati rasa.” Di dalam ilmu kedokteran, mati rasa adalah kondisi hilangnya sensasi pada bagian tubuh tertentu. Kondisi ini bisa terjadi secara sebagian atau bahkan secara total. Mati rasa bisa menjadi tanda adanya kerusakan saraf yang disebabkan oleh penyakit lain yang lebih serius.
Rohani kita pun bisa mengalami kondisi mati rasa. Sama seperti halnya mati rasa secara fisik, mati rasa secara rohani menunjukkan bahwa hati kita sebenarnya sedang memiliki masalah serius. Jika kita membiarkan mati rasa ini terus-menerus terjadi dan tidak segera memeriksa hati kita, kondisi ini bisa membuat kita melakukan dosa yang besar, yaitu menyerahkan Tuhan Yesus seperti yang dilakukan oleh Yudas.
Teguran Tuhan bisa bersifat keras, seperti melalui kegagalan dalam karir, masalah dalam rumah tangga, atau sakit yang menimpa kita. Namun Tuhan Yesus juga bisa menegur kita dengan cara yang lemah lembut. Apapun bentuk teguran itu, hal ini seharusnya mengharukan hati kita. Tetapi ketika rohani kita sudah mati rasa, teguran Tuhan tidak bisa lagi kita rasakan.
Teguran pertama dicatat di ayat 21. Tuhan Yesus bersaksi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” Tuhan Yesus sepertinya menegur murid-murid secara umum. Tetapi jika kita adalah Yudas, jika hati kita belum mati rasa, seharusnya kita bisa merasakan bahwa perkataan Tuhan itu sedang ditujukan kepada kita. Namun di sini kita melihat tidak ada reaksi apa pun yang ditunjukkan oleh Yudas.
Di awal ayat 21 dituliskan bahwa Tuhan Yesus merasa sangat terharu ketika mengatakan hal ini. Sangat mungkin, ini menyebabkan Tuhan tidak secara spesifik dan langsung menunjukkan siapa orang itu. Di dalam Alkitab versi Bahasa Inggris, kata “terharu” ini bisa diartikan sebagai “gelisah” (troubled). Sebagai Allah, Yesus mengetahui dengan jelas bahwa Yudas akan menyerahkan Dia. Karena itu, rasa terkejut bukanlah menunjukkan ketidaktahuan Tuhan Yesus, tetapi lebih menggambarkan pergolakan batin Tuhan. Ia mengasihi murid-muridNya hingga kesudahannya (Yoh. 13:1). Ia tidak ingin satu pun dari mereka jatuh ke dalam perangkap Iblis. Karena itu, Ia masih berusaha menegur Yudas. Tetapi Yudas telah mati rasa.
Bagaimana dengan kita pada hari ini? Ketika teguran Tuhan masih sangat lembut, sudahkah kita bisa merasakannya, segera sadar dan berbalik kepada Dia? Marilah kita senantiasa memeriksa hati kita apakah kita masih memiliki kepekaan rohani itu.