SAUH BAGI JIWA
“Ketika seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka serta berkata: ‘TUHAN, Dialah Allah! TUHAN, Dialah Allah!’”
1Raja-raja 18:39
“Ketika seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka serta berkata: ‘TUHAN, Dialah Allah! TUHAN, Dialah Allah!’”
1Raja-raja 18:39
Bangsa Israel pernah mengalami kekeringan yang berkepanjangan, tidak adanya hujan, selama 3,5 tahun lamanya oleh sebab mereka mendua hati terhadap Tuhan Allah. Itulah mengapa Tuhan membuat hujan tidak turun. Lalu, kapan iman mereka berubah dan akhirnya mereka memilih untuk kembali pada Tuhan?
Kitab
Sebaliknya, Elia berdoa kepada Tuhan dan meskipun mezbah dikelilingi air, api dari Tuhan turun menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu, tanah bahkan air yang ada dalam parit habis dijilatnya. Bangsa Israel telah melihat kemuliaan Tuhan turun dan seketika itu juga mereka berubah dan sujud, “TUHAN, Dialah Allah!”
Penggalan kisah Nabi Elia mengingatkan kita kembali bahwa besar ataupun kecil pengalaman yang kita alami bersama dengan Tuhan, hal itulah yang akan memicu hati kita untuk meneguhkan iman kita pada-Nya.
Pengalaman demi pengalaman bersama Tuhan, inilah warisan iman terbesar yang kita wariskan kepada anak-anak kita, generasi penerus kita. Namun, jika iman kepercayaan kita mulai goyah, apakah yang dapat kita berikan dan kita teruskan kepada mereka? Jika kita hanya mengenal Allah tetapi kita tidak pernah merasakan dan memiliki pengalaman bersama dengan Tuhan, bagaimana mungkin kita dapat meneruskan iman kepercayaan itu kepada anak-anak kita?
Itulah sebabnya Musa pernah berdoa, memohon kepada Tuhan, “Biarlah kelihatan kepada hamba-hamba-Mu perbuatan-Mu, dan semarak-Mu kepada anak-anak mereka.”
Dari doa Musa, ada dua hal yang dapat kita ambil: Iman generasi pertama—yaitu iman orangtua dan iman generasi berikutnya—yaitu iman anak-anak.
Saat seseorang memutuskan untuk percaya kepada Tuhan dan imannya bertumbuh karena memiliki pengalaman pribadi bersama dengan Tuhan—itulah iman generasi pertama.
Tantangan berikutnya adalah menjaga iman generasi berikutnya. Kita membawa anak-anak ke hadapan Tuhan agar mereka dapat beribadah dan mendengarkan firman Tuhan. Namun, jika mereka tidak memiliki pengalaman pribadi dengan Tuhan, mereka tidak akan menjadikan Allah sebagai Tuhan mereka.
Firman Tuhan menegaskan bahwa Allah adalah Allah Abraham, Ishak dan Yakub—artinya, baik Abraham, Ishak maupun Yakub sama-sama secara pribadi memiliki pengalaman bersama Tuhan, dalam kesusahan maupun dalam sukacita. Iman dari kakek diturunkan ke anak sampai kepada cucu.
Jika generasi berikutnya tidak memiliki pengalaman pribadi bersama Tuhan, maka akan terasa sulit bagi mereka untuk mempertahankan iman kepercayaan mereka. Oleh karena itu, sebagai orangtua kita perlu menunjukkan iman kepercayaan kita dan menjadi teladan di dalam perbuatan; sehingga mereka pun dapat turut serta mengikuti jejak iman dan merasakan sendiri bimbingan Tuhan dalam hidup mereka.