SAUH BAGI JIWA
“Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya”
“Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya”
Sebagai orang yang percaya, kita membawa serta kemurahan Tuhan dalam kehidupan kita masing-masing. Namun, ada kalanya orang-orang yang sudah percaya Tuhan, bahkan menerima Roh Kudus yang dijanjikan-Nya, justru kehilangan tujuan hidup yang sesungguhnya.
Dalam Mazmur yang ke-27, sang Pemazmur memohon kepada Tuhan agar kiranya ia dapat menjadi saksi dari kemurahan Tuhan atas dirinya. Bagaimana caranya agar kita dapat menjadi saksi kemurahan Tuhan? Perhatikanlah saudara-saudari seiman disekeliling kita. Ada kalanya mereka adalah seseorang yang pendiam dan tidak menonjol dibandingkan dengan yang lain. Tetapi jika kita perhatikan mereka lebih seksama, kita dapat meneladani semangat dan dedikasi mereka untuk Tuhan, bahkan pengalaman hidup mereka justru menjadi saksi dari kemurahan Tuhan atas hidup mereka.
Demikianlah doa dari sang Pemazmur, yaitu: “Diam di rumah Tuhan seumur hidup, menyaksikan kemurahan Tuhan dan menikmati bait-Nya.” Sama halnya dengan diri kita pada hari ini, melalui bait-Nya—yaitu tubuh Kristus, gereja-Nya, kita dapat menyaksikan kemurahan demi kemurahan Tuhan tercurah atas kehidupan para jemaat.
Dalam Perjanjian Lama, wujud kemurahan Tuhan dapat dilihat melalui kemuliaan-Nya. Penulis kitab Keluaran menceritakan bagaimana Musa dan Harun beserta dengan para tua-tua Israel memandang kemuliaan Tuhan yang diam di atas gunung Sinai.
Dalam Perjanjian Baru, wujud kemurahan Tuhan dinyatakan melalui kemuliaan Yesus Kristus. Penulis Injil Matius pernah mencatatkan di pasal 17 bagaimana Tuhan Yesus, saat Ia berada di sebuah gunung yang tinggi, wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Salah satu murid Yesus, Petrus, yang menyaksikan peristiwa tersebut begitu berbahagia dan terpuaskan, sampai-sampai ia ingin mendirikan kemah bagi-Nya di atas gunung itu.
Padahal, secara penampilan fisik, menurut kitab nabi Yesaya 53:2, Ia adalah seorang yang tidak tampan, semarak-Nya pun tidak ada dan Ia bukanlah seorang yang rupawan. Maka, seseorang yang hanya menilai orang melalui penampilan fisik, orang tersebut tidak akan datang kepada Tuhan Yesus.
Tetapi secara penampilan rohani, ketika Ia berada di atas gunung, Tuhan Yesus wujudnya berubah secara rohani di hadapan murid-murid-Nya dan mereka pun menjadi bahagia serta terpuaskan—bahkan mereka ingin tinggal disana, di atas gunung, bersama dengan Tuhan Yesus.
Hari ini, jika kita merasa bahwa Tuhan Yesus tidaklah menarik, itu disebabkan karena kita tidak memiliki kemurahan Tuhan dalam diri kita dan kita belum sungguh-sungguh mengenal Tuhan secara mendalam.
Saat kita memahami-Nya lebih dalam dan merasakan sendiri kasih kemurahan-Nya, kita akan selalu tertarik pada Yesus. Dalam penyertaan dan bimbingan-Nya, justru Tuhan akan memperlihat kemuliaan-Nya dalam hidup kita. Inilah kemurahan terbesar yang dapat kita peroleh dan saksikan.
Sama halnya, sang Pemazmur pun begitu bahagia dan terpuaskan, ingin diam di rumah Tuhan seumur hidupnya untuk menyaksikan kemurahan Tuhan serta menikmati bait-Nya.