SAUH BAGI JIWA
“…yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan…”
“…yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan…”
Apakah itu kerendahan hati? Mungkin kita akan berpikir bahwa rendah hati adalah seseorang yang tidak berbangga diri ketika diberikan pujian. Jika demikian, maka banyak sekali orang-orang yang seperti itu. Namun, saat kita menganalisa firman Tuhan, kita akan menemukan makna yang lebih dalam perihal rendah hati.
Jadi, apa sesungguhnya kerendahan hati? Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi mencatatkan, “…yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp. 2:6-8).
Dalam suratnya, rasul Paulus menjelaskan bahwa Tuhan Yesus memiliki status sebagai Allah, tetapi Ia justru merendahkan dirinya dan statusnya menjadi manusia. Ia meninggalkan kemuliaan-Nya di surga—itulah kerendahan hati.
Umumnya, manusia ingin berambisi untuk mencapai status yang lebih tinggi, sehingga orang-orang akan tertuju kepadanya. Dalam hal ini, kerendahan hati adalah: Saat kita berada di titik paling atas, kita mau merendahkan diri dan membuang semuanya itu. Itulah kerendahan hati yang sesungguhnya dan sungguh, tidak mudah untuk dilakukan.
Kerendahan hati memerlukan pengorbanan, yaitu bagaimana kita rela untuk mengosongkan diri. Tuhan Yesus bersedia untuk merendahkan diri-Nya sedemikian rupa, meninggalkan semuanya dan mengambil status sebagai seorang manusia agar Ia dapat bersama-sama dengan mereka dan kemudian meninggikan mereka. Inilah kerendahan hati yang dapat mengubah hidup seseorang.
Ada seorang lansia, yang meskipun ia mengepalai beberapa perusahaan dan mampu untuk hidup dalam kemewahan, ia justru memilih untuk hidup sederhana dan menggunakan kekayaannya untuk membantu banyak orang dan bukan untuk kenikmatan dirinya sendiri. Inilah salah satu bentuk kerendahan hati yang diperkenan oleh Tuhan.
Selain itu, rasul Paulus juga menegaskan bahwa dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Tuhan Yesus telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
Dari sini, teladan Tuhan Yesus memberikan kita sebuah pengajaran berharga, yaitu: Kerendahan hati harus diikuti dengan ketaatan.
Tentunya, kita semua memiliki rencana masing-masing dalam hidup. Kita ingin melakukan dan meraih ini dan itu. Namun, jika kita sungguh-sungguh ingin meneladani Tuhan Yesus—ketika kita berada di titik teratas—kita mau belajar taat dan rela untuk meninggalkan semua itu demi panggilan pelayanan-Nya. Inilah kerendah-hatian dalam ketaatan penuh.
Semakin kita meneladani kehidupan Tuhan Yesus dan mengikuti jejak-Nya, semakin kita melihat semarak-Nya dan kemurahan Bapa pada-Nya. Saat kita meneladani kerendah-hatian-Nya, kita pun akan menunjukkan kemurahan Tuhan dalam diri kita.