SAUH BAGI JIWA
[su_icon icon=”icon: calendar” color=”#d19636″ size=”18″ shape_size=”4″ radius=”36″] Renungan Tanggal: 22 Jan 2021
TUHAN berfirman kepada Samuel: “Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka. (1Sam. 8:7)
TUHAN berfirman kepada Samuel: “Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka. (1Sam. 8:7)
Ketika memerintah sebagai hakim atas bangsa Israel, dua anak Samuel menunjukkan perilaku yang tidak baik. Hal itu menjadi dalih bagi para tua-tua untuk menuntut diangkatnya seorang raja. Samuel sangat tidak berkenan kepada pemikiran para tua-tua. Ketika dia berdoa kepada Tuhan akan hal ini, Tuhan memberitahukan untuk mengikuti kemauan mereka. Tuhan menyatakan, mereka bukan menolaknya, melainkan menolak Tuhan; mereka tidak mau Tuhan menjadi raja mereka.
Sesungguhnya menurut hukum Musa (Ul. 17:14-20), Allah memperbolehkan bangsa Israel untuk mengangkat seorang raja. Hanya saja, orang yang diangkat menjadi raja itu harus taat melaksanakan perintah Tuhan. Karena yang menjadi Penguasa tertinggi atas para umat tetaplah Tuhan. Jadi, orang yang diangkat menjadi raja haruslah dipilih sesuai dengan kehendak Tuhan: harus taat melaksanakan hukum Taurat, juga harus mendengarkan perkataan para nabi, dan segala yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.
Jika demikian, mengapa Tuhan tidak berkenan atas gagasan para tua-tua untuk mengangkat raja? Ini disebabkan karena “niat hati” mereka tidak murni dan mereka memiliki maksud lain.
Dari luar nampaknya mereka menentang anak-anak Samuel yang mengejar laba itu untuk memerintah atas mereka. Namun sesungguhnya mereka menentang Tuhan memimpin dan memerintah atas mereka. Mereka ingin menjadi seperti bangsa-bangsa lain dan mengangkat seorang manusia untuk memerintah atas mereka, tidak lagi mau menerima pimpinan Tuhan. Hanya saja para tua-tua menyampaikan hal tersebut dengan kata-kata yang enak didengar, yang sesungguhnya bukanlah demikian. Kebetulan mereka menemukan anak-anak Samuel berlaku tidak benar sebagai alasan untuk dipegang, lalu menggunakan hal ini untuk menghindar dari pemerintahan Tuhan.
Hari ini, apakah sikap kita di gereja sama seperti sikap para tua-tua ini? Apa yang diungkapkan dengan mulut dan apa yang dilakukan berbeda dengan apa yang ada di dalam hati. Apa yang menjadi “niat hati atau motivasi” seseorang dalam melakukan sesuatu, hanya Tuhan dan dirinya sendiri yang tahu. Mungkin ada jemaat yang tertipu oleh dalih orang dengan kata-kata yang meyakinkan, tetapi Tuhan tidak dapat ditipu! Begitu Tuhan mendengar doa Samuel, Ia langsung menghiburnya, sekaligus membongkar niat hati para tua-tua itu, yaitu “sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Akulah yang mereka tolak!”
Meskipun Tuhan mengizinkan permintaan para tua-tua untuk mengangkat raja, tetapi kemudian sejarah menunjukkan kepada kita, bahwa segalanya terjadi seperti yang dinubuatkan Tuhan. Sejak saat itu anak-anak mereka menjadi hamba-hamba raja, raja juga dapat dengan bebas mengambil ladang dan hasil kebun mereka. Karena niat hati manusia tidak murni, segala yang direncanakan dan yang dimohonkan, pada akhirnya menjadi jerat bagi diri sendiri.
Bagaimana mungkin manusia dapat memperdaya Tuhan dengan menyembunyikan niat hati secara diam-diam? Bila niat hati manusia tidak murni, meskipun segala yang dirancangnya terjadi, tetapi berkat tidak datang kepadanya. Tapi apabila niat hati manusia murni, meskipun yang dimohonkan tidak terjadi, namun berkat datang kepadanya! Kita ingin menjadi orang yang manakah? Tentunya setiap orang ingin menjadi orang yang memiliki niat hati yang baik, bukan?