SAUH BAGI JIWA
“Lalu berdoalah Elisa: “Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa.” (2Raj. 6:17)
“Lalu berdoalah Elisa: “Ya TUHAN: Bukalah kiranya matanya, supaya ia melihat.” Maka TUHAN membuka mata bujang itu, sehingga ia melihat. Tampaklah gunung itu penuh dengan kuda dan kereta berapi sekeliling Elisa.” (2Raj. 6:17)
Doa Elisa untuk menguatkan hambanya yang masih muda dan ketakutan melihat tentara Aram yang besar mengepung kota mereka, patut menjadi pelajaran bagi kita dalam berdoa. Hendaklah kita belajar berdoa, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain dengan berkata: ‘Ya Allah, bukalah kiranya mata kami, supaya kami melihat, melihat hanya kekuatan-Mu, bukan melihat kesukaran yang mengepung; melihat hanya kuasa-Mu, bukan melihat musuh yang tangguh. Kiranya Engkau membuat kami melihat kuda dan kereta berapi yang dahulu mengelilingi Elisa, dan hari ini juga mengelilingi kami.’
Sewaktu mengalami penganiayaan oleh karena iman, tiga sahabat Daniel tidak melihat perapian yang menyala-nyala yang disiapkan raja Nebukadnezar. Mereka tidak melihat kerumunan orang yang berteriak-teriak histeris, tidak melihat ngerinya api yang menghanguskan badan, tidak melihat ketakutan akan berakhirnya hidup. Mereka hanya melihat kuda dan kereta berapi yang mengelilingi Elisa, hanya melihat iman yang kuat yang tercetus dalam ungkapan ‘tetapi seandainya tidak’, hanya melihat sikap tegap berjalan mengikuti Allah, hanya melihat kerelaan untuk mati demi Allah.
Karena itu, ketiga orang itu dapat berjalan keluar dari perapian yang dipanaskan tujuh kali lebih panas dengan selamat tanpa luka sedikit pun, mengalahkan ancaman maut. Tubuh mereka tidak mempan oleh api itu, bahwa rambut di kepala mereka tidak hangus, jubah mereka tidak berubah apa-apa, bahkan bau kebakaran pun tidak ada pada mereka. Yang berbeda adalah mereka tidak lagi terikat, dan muka mereka bercahayakan kemenangan!
Di dalam api yang menghanguskan itu mereka memuliakan Allah, walaupun perapian adalah tempat penyiksaan, tetapi iman mereka telah mengubah perapian menjadi tempat memuliakan Allah! Sikap mereka berdiri tegap dalam kemenangan karena bersandar kepada Tuhan, membuat setiap orang yang melihatnya takjub dan takluk. Bahkan Raja Nebukadnezar sendiri pun akhirnya mengumumkan kepada seluruh rakyatnya, ‘Terpujilah Allahnya ketiga orang itu!’, dan dia mengeluarkan perintah, bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa manapun, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya ketiga orang itu akan dihukum mati dan rumahnya akan dirobohkan menjadi timbunan puing, karena tidak ada allah lain yang dapat menyelamatkan manusia secara demikian.
Hari ini ketika anak-anak Allah keluar dari api pengujian, hendaklah lepaskan ikatan penderitaan, tambahkan cahaya kemuliaan memuliakan nama Tuhan. Kiranya kita dengan bersandar kepada Tuhan dapat tetap bersukacita di dalam kesusahan, dapat mempertahankan iman di dalam penganiayaan, memiliki pengharapan di dalam keterpurukan. Karena kita percaya kepada Allah yang mengelilingi Elisa dengan kuda dan kereta berapi itu.
“Feu d’encens” by Bruno Malfondet is licensed under CC BY-ND