SAUH BAGI JIWA
[su_icon icon=”icon: calendar” color=”#d19636″ size=”18″ shape_size=”4″ radius=”36″] Renungan Tanggal: 21 Sep 2020
“Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.” (Ibr. 12:1)
“Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.” (Ibr. 12:1)
Langit tanpa awan akan tampak membosankan. Tetapi bila awan mengelilinginya, langit menjadi penuh laga. Awan yang cantik dan selalu berubah, mengandung misteri yang memikat banyak orang. Bahkan Allah juga memakai awan untuk mengiaskan kekuatan dan penyertaan-Nya.
Bangsa Israel mengembara di padang gurun selama 40 tahun. Allah memakai awan untuk memimpin perjalanan mereka, “Dan setiap kali awan itu naik dari atas Kemah, maka orang Israelpun berangkatlah, dan di tempat awan itu diam, di sanalah orang Israel berkemah.” (Bil. 9:17)
Tuhan Yesus berubah wajah-Nya di atas gunung yang tinggi, tiba-tiba turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (Mat. 17:5). Sewaktu Tuhan bangkit dan terangkat ke surga, juga ada awan menyambut menutupi-Nya (Kis. 1:9). Kelak Tuhan Yesus akan datang kembali di atas awan-awan di langit dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya (Mat. 24:30).
Sejak dahulu kala, banyak orang yang setia kepada Allah sampai kepada kesudahannya, dan menjadi saksi bagaikan awan yang mengelilingi kita. Sebagai awan, mereka masih saja berbicara kepada kita.
Karena iman Habel mempersembahkan korban kepada Allah, walaupun ia dibunuh oleh Kain yang iri kepadanya, namun ia masih berbicara karena iman. Karena iman Henokh terangkat tidak mengalami kematian, karena Allah telah mengangkatnya. Karena iman, Nuh mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya. Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Karena iman ia dan Sara beroleh kekuatan walaupun usianya sudah lewat. Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak, karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan Ishak sekalipun dari antara orang mati.
Karena iman maka Yusuf menjelang matinya meminta orang-orang Israel bersumpah untuk membawa tulang-belulangnya ke Kanaan. Karena iman Musa lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah di padang gurun dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa di istana. Karena iman bangsa Israel melintasi Laut Merah sama seperti melintasi tanah kering. Karena iman maka runtuhlah tembok-tembok Yerikho, setelah kota itu dikelilingi tujuh hari lamanya.
Dalam perjalanan iman kita sekarang, apakah kita juga seperti saksi-saksi yang bagaikan awan mengelilingi kita, yang sanggup dengan iman tidak meragukan janji Allah? Dengan iman tidak curiga pada pimpinan Allah? Dengan iman tidak menghalangi rencana Allah? Dengan iman tidak lagi berjalan menurut kehendak sendiri melainkan kehendak Allah? Dengan iman percaya sepenuhnya bersabar menempuh perjalanan yang terbentang di depan?