SAUH BAGI JIWA
“Bila Engkau menguji hatiku, memeriksanya pada waktu malam, dan menyelidiki aku, maka Engkau tidak akan menemui sesuatu kejahatan; mulutku tidak terlanjur.” (Mzm. 17:3)
“Bila Engkau menguji hatiku, memeriksanya pada waktu malam, dan menyelidiki aku, maka Engkau tidak akan menemui sesuatu kejahatan; mulutku tidak terlanjur.” (Mzm. 17:3)
Raja zaman dahulu memiliki kekuasaan yang tak terbatas, dia bisa sesukanya bicara dan tidak ada yang berani mempersalahkannya. Tetapi Daud sebagai raja, bukan saja tidak mau sembarangan bicara, dia bahkan bertekad agar ‘mulutnya tidak terlanjur’, maksudnya tidak mengeluarkan perkataan yang salah. Raja semestinya bertekad untuk memperluas wilayah kekuasaan dengan mengalahkan musuh, tetapi Daud malah bertekad mengekang mulutnya, bukankah hal ini mengherankan? Daud dapat menetapkan tekad yang tidak biasa ini karena ia mengenal dan takut akan Allah. Daud tahu bahwa Allah tidak suka dengan orang yang berdosa dengan mulutnya.
Daud bermazmur: “Aku hendak menjaga diri, supaya jangan aku berdosa dengan lidahku; aku hendak menahan mulutku dengan kekang selama orang fasik masih ada di depanku.” (Mzm. 39:2), “Awasilah mulutku, ya TUHAN, berjagalah pada pintu bibirku!” (Mzm. 141:3), “Biarlah TUHAN mengerat segala bibir yang manis dan setiap lidah yang bercakap besar.” (Mzm. 12:4), “Siapakah orang yang menyukai hidup, yang mengingini umur panjang untuk menikmati yang baik? Jagalah lidahmu terhadap yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu.” (Mzm. 34:13-14). Semua ayat di atas adalah cerminan tekad Daud dalam menjaga mulutnya agar tidak terlanjur salah!
Seorang raja saja berjanji menjaga mulutnya, apa lagi kita yang orang biasa saja! Sesungguhnya, seberapa pentingkah kita yang percaya kepada Tuhan harus mengekang lidah, bertekad agar mulut tidak terlanjur salah?
Tuhan Yesus berkata: “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” (Mat. 7:1-2) Bila kita tidak bisa menguasai lidah sehingga sembarangan menghakimi orang, kita pun akan dihakimi juga!
Lebih berat lagi Tuhan Yesus mengatakan: “Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.” (Mat. 12:36-37) Setiap kata yang dimaksud di sini adalah perkataan yang kosong, iseng, dan semuanya akan menjadi bukti pada hari penghakiman dan orang harus mempertanggungjawabkannya. Orang dibenarkan atau dihukum menurut ucapannya itu.
Sebagai umat Tuhan, kita tidak mau melanggar Sepuluh Perintah Tuhan, dan beranggapan asal tidak melanggarnya berarti kita tidak berdosa kepada Tuhan. Tetapi seringkali kita kurang memperhatikan dosa dalam hal menghakimi orang, mengucapkan perkataan kosong, menebarkan desas desus, fitnah dan sebagainya. Bahkan ada yang sama sekali memandang remeh akan dosa ini, sehingga mulutnya bukan saja berdosa kepada Tuhan, tetapi juga melukai orang dan menimbulkan perselisihan dan masalah di dalam gereja. Tuhan tidak akan membiarkan hal-hal buruk ini terjadi. Karena itu marilah kita belajar pada Daud dan hati-hati dalam berbicara, bertekad agar mulut tidak terlanjur bersalah, dengan demikian barulah kita layak menerima berkat Tuhan.