Suara Sejati
Berkat di Balik Kesusahan
Sdri. Hana Monalisa Limantara, Gereja cabang Bogor
Kejadian ini terjadi tahun 2014 pada saat itu saya baru saja lulus kuliah dan puji Tuhan diterima bekerja di bagian marketing di sebuah perusahaan. Perusahaan ini tidak besar, dan karyawannya pun tidak banyak. Pada saat pertama kali masuk, saya merasa banyak sekali yang harus saya pelajari, apalagi pekerjaan ini menggunakan banyak istilah teknis dan saya bukanlah lulusan engineering. Tetapi karena tuntutan sebagai bagian pemasaran, maka saya pun mau tidak mau harus mengerti produk-produk apa saja yang dijual dan digunakan untuk apa saja.
Belum lagi, setiap hari saya dituntut untuk menghubungi pemasok yang juga menggunakan istilah teknis. Para pemasok ini umumnya sudah sangat berpengalaman, dan karena mereka berasal dari luar negeri, maka mereka menuntut kerja kita harus cepat dan profesional. Beruntung pada saat itu saya memiliki senior yang sudah sepuluh tahun bekerja di sana, sudah begitu berpengalaman dan mengerti teknis-teknis produk yang dijual. Senior ini sangat baik dan mau membantu saya untuk bisa lebih banyak mengerti dengan menjelaskan tentang pekerjaan ini.
Setelah selesai bekerja tiga bulan masa percobaan, saya pun diangkat menjadi karyawan tetap. Pada saat itu saya hanya tahu bahwa senior saya ini sedang hamil tiga bulan. Tetapi, ternyata kemudian saya juga diberi tahu bahwa ia berniat untuk mengundurkan diri dan memusatkan perhatiannya untuk mengurus anaknya setelah lahir nanti. Saya sangat terkejut mendengar berita ini, karena ternyata semua pelanggan yang ia pegang nantinya dilimpahkan kepada saya. Pada saat itu yang ada di pikiran saya adalah, mana mungkin seseorang yang sudah berpengalaman selama sepuluh tahun bisa digantikan oleh orang yang baru bekerja selama tiga bulan!
Karena peristiwa ini, saya menjadi sangat tertekan, karena di satu sisi saya tidak ingin mengecewakan perusahaan, tetapi di sisi lain saya merasa tidak mampu. Hal ini membuat saya menjadi gelisah memikirkan pekerjaan. Pikiran tentang pekerjaan ini memenuhi benak saya sebelum tidur dan juga begitu bangun dari tidur. Bahkan, saya sampai tidak fokus pada saat datang ke gereja. Pada saat pendeta berkhotbah, khotbah itu seperti berlalu begitu saja. Dan ketika saya berdoa, yang saya lakukan adalah berkeluh kesah kepada Tuhan tentang pekerjaan saya. Ini membawa dampak yang sangat buruk bagi iman saya, karena yang saya pikirkan hanya pekerjaan, pekerjaan, dan pekerjaan. Tapi saya tidak benar-benar bersandar pada Tuhan dan beriman bahwa Tuhan bisa mengatasi semua masalah. Hal ini berlangsung selama kira-kira hampir sebulan.
Tetapi puji syukur kepada Tuhan yang masih menyayangi saya. Pada suatu hari Jumat malam saya merasakan sakit di bagian perut kanan bawah. Awalnya saya pikir hanya masuk angin, tapi sakit ini tidak kunjung sembuh sampai keesokan harinya, bahkan semakin parah. Di hari Sabtu, sakitnya sudah tidak tertahankan sampai tidak bisa berjalan. Akhirnya saya pun segera ke rumah sakit dan saya diduga terkena usus buntu. Tapi karena saya pergi ke dokter umum, saya akhirnya dirujuk untuk pergi ke spesialis penyakit dalam untuk memastikan.
Walau pada saat itu sudah malam, puji Tuhan dokternya masih ada dan saya dipastikan terkena usus buntu dan harus dioperasi. Dokter ini kemudian merujuk saya ke seorang dokter bedah yang ahli Laparoskopi. Dokter ini mengatakan, bahwa operasi Laparoskopi lebih bagus karena luka yang ditimbulkan kecil dan pemulihannya lebih cepat. Karena sudah malam dan dokter bedah sedang tidak praktek, saya dianjurkan untuk masuk rumah sakit hari Minggu malam dan dioperasi pada hari Senin. Dokter mengatakan bahwa penyakit usus buntu harus cepat ditindak-lanjuti, kalau tidak, bisa pecah dan mengakibatkan infeksi.
Singkat cerita, saya bertemu dokter bedah di hari Senin, dan Senin siang itu juga saya menjalani operasi. Operasinya tidak memakan waktu lama, hanya sekitar setengah jam saya. Puji Tuhan, operasi berjalan lancar dan saya masuk masa pemulihan. Ini menyebabkan saya tidak dapat bekerja selama kira-kira satu minggu.
Selama di rumah sakit itu, saya menyadari bahwa Tuhan ingin memberi pelajaran pada saya, karena saya belakangan hanya memikirkan tentang pekerjaan, pekerjaan, dan pekerjaan. Tuhan menegur saya, bahwa jika Tuhan memberikan penyakit kepada saya, saya tidak dapat berbuat apa-apa. Padahal usus buntu bukanlah penyakit besar. Tapi karena penyakit ini, saya jadi tidak dapat bekerja. Tuhan ingin memberitahukan saya bahwa percuma saja saya tertekan dan memikirkan pekerjaan karena pada akhirnya Tuhanlah yang memberi pekerjaan, dan Tuhan juga yang bisa mengambil kembali pekerjaan itu kapanpun Ia mau.
Mungkin banyak orang mengira bahwa diberikan penyakit adalah suatu kesusahan, tetapi kali ini saya merasakan bahwa justru penyakit usus buntu yang saya alami adalah suatu berkat. Karena saat sakit itulah titik balik kejatuhan iman saya untuk kembali bersandar kepada Tuhan. Setelah saya sembuh, saya tidak lagi tertekan memikirkan pekerjaan, saya hanya menjalani dan bersandar pada Tuhan. Saya percaya Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang melebihi kekuatan kita (1Kor. 10:13). Dia yang membantu saya agar saya dapat menjalani pekerjaan saya. Puji Tuhan, tahun ini adalah tahun ke-empat saya bekerja. Walaupun masih banyak yang harus saya pelajari, saya terus menerus bersandar kepada Tuhan agar dapat memberikan yang terbaik untuk memuliakan nama-Nya.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
Amin