Suara Sejati
Hanya Sejauh Doa
“Sdri. Ribkah Subintoro, Gereja cabang Sunter, Jakarta Utara”
Sejak dikaruniai dua putra, hidupku dan suami terasa makin lengkap. Saya dan suami berusaha mendidik mereka di dalam Tuhan. Sejak kecil, selalu membiasakan mereka ikut kelas Pendidikan Agama di Gereja Sunter.
Semakin bertumbuh, mereka semakin paham akan firman Tuhan dan saling menyayangi antara saudara dan keluarga. Bahkan melihat mereka mau terlibat dalam pelayanan di Gereja, sungguh membuat hati kami sebagai orangtua merasa sungguh bahagia.
Selama pandemi, anak sulung kami tidak dapat pulang saat liburan. Bersyukur, dia mengisi waktu liburnya selama 2 bulan dengan bekerja. Rencana kuliah anak bungsu kami ada hambatan. Tapi karena kemurahan Tuhan, akhirnya dia diberi jalan keluar.
Saat melepas putra kami untuk kuliah di luar kota, hati kami tidak kuatir. Kami percaya Tuhan Yesus yang akan menjaga mereka.
Akhirnya, di rumah tersisa kami suami-istri, ditemani dengan dua orang Asisten Rumah Tangga (ART) dan seorang anaknya yang masih kecil.
Senin, tanggal 25-Januari-2021, suami menderita sakit kepala, sakit tenggorokan dan demam. Hari ke-3, indera perasanya bermasalah. Hari ke-5, indera penciuman hilang.
Rabu, tanggal 27 Januari, saya sendiri menderita sakit kepala. Bagian belakang kuping terasa sakit sekali. Walaupun saya sudah mengonsumsi obat pereda sakit, rasa sakit itu tidak reda; bahkan esok harinya semakin parah. Indera perasa saya juga bermasalah.
Pada tanggal 29 Januari, kami melakukan test antigen. Lalu ditegaskan lagi dengan test PCR. Kedua hasil test tersebut sama, yaitu positif. Kami dinyatakan sudah tertular virus Covid-19!
Tentu saja berita tentang hasil test itu membuat kami begitu terkejut. Padahal selama ini, kami sudah cukup ketat mengikuti protokol kesehatan.
Berbagai suplemen dan vitamin pun, kami sudah rutin mengonsumsinya. Masker selalu kami pakai sesuai panduan. Makanan selalu kami masak sendiri. Kami jarang sekali makan di luar.
Setelah itu, kami mengonsumsi obat-obatan yang dianggap ampuh untuk Covid, sambil menjalani isoman di rumah. Tetapi, kami merasa tidak tega dengan dua orang Asisten Rumah Tangga dan anak kecilnya yang ikut tinggal di rumah kami. Kami kuatir kalau mereka dapat tertular juga.
Malam itu, tanggal 31 Januari, kami langsung pergi ke Instalasi Gawat Darurat di sebuah RS. Setelah menjalani scan thorax, dokter menganjurkan kami untuk rawat inap. Namun, karena kamar di sana sudah penuh, petugas membantu kami mencarikan RS lain.
Hasil pencarian menunjukkan bahwa terdapat RS dengan kamar kosong tetapi lokasinya sangat jauh, yaitu di Daan Mogot dan Bekasi. Itu pun kamar kosongnya akan digabung dengan sesama pasien Covid. RS lain sudah penuh semuanya. Sungguh, sangat sulit mencari kamar di masa pandemi.
Puji Tuhan, lewat bantuan seorang jemaat Gereja, akhirnya kami bisa mendapat RS yang sekamar berdua dan langsung dipesankan untuk kami.
Besoknya, kami langsung menuju RS yang sudah dipesan semalam.
Sungguh Tuhan itu baik. Di saat kondisi fisik kami semakin melemah, kamar kosong di sebuah RS sudah disediakan bagi kami. Padahal kami tahu bahwa proses pencariannya sungguh tidak mudah.
Setelah beberapa hari kami menjalani rawat inap dan di infus, ternyata ada masalah dengan Infus suami. Meskipun tangan suami tidak bengkak, cairan infus tidak dapat masuk. Terasa sakit sekali setiap ada cairan obat masuk lewat infus. Akhirnya, infusnya dicabut dan diganti obat oral.
Dua hari kemudian, masalah yang sama soal infus juga terjadi dengan saya. Akhirnya, infus saya pun terpaksa dicabut.
Selama dua hari infus dicabut, saturasi oksigen saya sempat turun, sehingga diputuskan saya harus memakai oksigen. Perawat menjelaskan, walau saya tidak merasa sesak nafas, tapi saturasi yang berada di bawah normal dapat merusak organ dalam tubuh.
Saya meminta untuk menunda sebentar ke perawat. Lalu segera saya meminta dukungan doa dari para jemaat Gereja.
Ajaib sekali! Setelah kami selesai berdoa, perawat mengukur kembali saturasi oksigen saya, ternyata hasilnya sudah normal! Dengan demikian, saya tidak perlu dipasangkan oksigen untuk menormalkan saturasinya. Padahal sejak pagi, angka saturasinya terus menurun.
Sungguh Tuhan Yesus baik. DIA mendengar doa kami.
Jemaat Gereja Yesus Sejati setiap hari berdoa khusus untuk kami. Lewat video call, mereka mendoakan. Lalu secara bergantian, mereka juga mengirimkan makanan untuk kami. Mereka menguatkan kami untuk tetap semangat, tidak boleh putus asa.
Anak anak kami, setiap kali melakukan video call, pasti menangis melihat kondisi kami yang lemas. Mereka sangat kuatir dan terus memberikan semangat pada kami selama kami melewati hari-hari di RS.
Puji Tuhan Yesus, setelah sekian waktu dirawat, tanggal 19 Februari kami dinyatakan sembuh. Setelah dua kali menjalani test PCR dengan hasil negatif, kami diperbolehkan pulang. Senang rasanya bisa pulang kembali ke rumah.
Seminggu kemudian, 26 Februari, kami kembali ke dokter. Kembali dinyatakan bahwa kami sudah berada dalam kondisi baik dan pulih. Tentunya kami tetap harus menjaga protokol kesehatan.
Kami percaya saat Tuhan izinkan kami tertular Covid, pasti ada maksud baik Tuhan.
Mungkin kami ingin dibentuk-Nya, agar iman kami lebih bertumbuh, lebih kuat. Mungkin Tuhan Yesus ingin memberitahukan kepada kami kalau Dia tidak pernah meninggalkan kami berdua.
Memang kami sungguh merasakan, kalau Tuhan Yesus tidak pernah jauh, terutama di saat-saat titik terendah kami saat di RS. Dia hanya sejauh doa.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
amin