Suara Sejati
Aku Tulang Rusuk Siapa (Bag Terakhir)
“Sdri. Sari Kristin”
Kata mama, nanti kamu hidup susah, sering ditinggal, dan lain sebagainya. Mama juga menambahkan, kalau aku tetap mau jodoh yang gereja, boleh saja, asalkan jangan pendeta.
Lalu kuceritakan pembicaraan aku dengan mama kepadanya, bahwa mama tidak setuju dengan hubungan kami. Dia berkata bahwa hal itu wajar, tentu mama belum setuju karena belum kenal calon menantunya. Lalu dia mengajakku berdoa dan berpuasa untuk hal ini.
Kami sepakat dan jika hal ini berasal dari Tuhan, maka Tuhan akan membukakan jalan agar pihak keluargaku bisa menerima dia. Namun, jika sampai batas waktu yang disepakati, restu dari orangtua tetap tidak diberikan, kami tidak akan memaksakan diri.
Tidak lama kemudian, dia ditugaskan ke kota Sukabumi, tempat tinggal keluargaku. Tetapi ini pun bukan keinginan pribadinya dan tidak kami atur.
Dia mulai sering datang mengunjungi keluargaku di Sukabumi. Awalnya, ia tidak diterima dengan baik. Namun, herannya selalu ada saja kesempatan baginya untuk membantu keluargaku dan berbincang-bincang.
Restu dari mama tetap tidak kunjung diberikan. Mama sudah meminta tolong paman untuk menasehatiku supaya jangan menikah dengan seorang Pendeta.
Lalu kusampaikan kepadanya perihal penolakan mama, dan mengingatkan bahwa kami sudah hampir satu tahun berdoa dan berpuasa untuk hal ini. Mungkin kami harus menyerah? Entahlah, yang pasti tidak lama kemudian, dia berpindah tugas ke Jakarta.
Suatu kali saat pulang ke Sukabumi, aku menemani mama pergi ke suatu tempat. Kami berdua naik becak. Tiba-tiba di dalam becak itu, mama berkata, “kalau dia memang serius, dan kamu bisa menerima segala risiko dan sebagai istri pendeta, minta dia datang melamar.”
Aku kaget sekali.
Tadinya aku berpikir kalau aku salah dengar.
Tetapi mama terdengar serius.
Sungguh, ini ajaib sekali.
Segera kukabarkan kepadanya jawaban dari mama. Kami sama-sama bersyukur. Doa kami akhirnya sudah terjawab. Dia lalu menyampaikan kalau aku pasti sudah tahu bagaimana kehidupan seorang pendeta di gereja kami, jadi dia tidak merasa perlu untuk menjelaskan lagi.
Dia juga mengatakan bahwa terdapat dana tabungan bersama teman-teman seangkatan dan dapat digunakan untuk biaya pernikahan. Dia meminta tolong kepadaku untuk mengelola urusan pernikahan.
Akhirnya aku mempersiapkan pernikahan.
Semua berjalan lancar
Semua biaya tertutupi
Tanpa perlu berhutang
Tanpa merepotkan keluarga
Aku lalu berhenti bekerja.
Tanggal 02-Desember-2012 kami menikah di Gereja Cianjur. Saat memasuki aula Gereja, perasaanku campur aduk.
Di satu sisi, aku merasa berbahagia sekali karena kami akan menjalani upacara pemberkatan di aula Gereja Yesus Sejati, menikah dengan pasangan hidup yang:
Satu Tuhan
Satu iman
Satu baptisan
Tetapi di sisi lain, aku tidak tahu apakah aku bisa menjalankan peran seorang istri pendeta dengan baik. Saat sesi doa, aku mencurahkan semuanya kepada Tuhan Yesus. Tuhanlah yang sudah mempersatukan kami. Oleh karena itu, pastilah Ia sanggup untuk memberiku hikmat dan kekuatan untuk menjalani pernikahan ini.
Beberapa hari kemudian, aku meninggalkan kota Sukabumi menuju ke Jakarta. Sepanjang perjalanan, aku merasa bahwa hari ini berbeda. Sebab tujuanku ke Gereja Jakarta adalah bukan untuk ibadah, bukan untuk mengikuti acara menginap seperti zaman sewaktu persekutuan muda-mudi, melainkan untuk tinggal di Gereja sebagai seorang istri pendeta. Saat aku turun dari mobil dan membawa koper, aku memandang logo dan tulisan Gereja Yesus Sejati. Hatiku tergetar, rasanya seperti melihat Pintu Surga.
Saat menulis artikel ini, pernikahan kami sudah berjalan selama delapan tahun. Dia adalah suami yang baik. Semakin kujalani pernikahan ini, aku makin merasa kalau dia sungguh pasangan hidup yang sangat cocok untukku. Kami sudah dikaruniai sepasang pusaka: seorang putri dan seorang putra. Suamiku menjadi ayah yang sungguh baik untuk anak-anak kami. Kami percaya bahwa Tuhan akan memberikan hikmat kepada kami untuk terus mendidik anak-anak kami, meneruskan “warisan iman.”
Dalam menjalani hidup berumah tangga, kami sama seperti pasangan lainnya. Dalam pernikahan kami, tetap ada perbedaan pendapat, perbedaan kebiasaan, dan perbedaan hobi. Hanya saja, saat kami sedang berbeda pendapat, kami selalu urai masalah-masalah yang ada dengan komunikasi dan bersandar bersama-sama dari Firman Tuhan. Sungguh, Firman Tuhan adalah pengurai konflik yang cocok sekali.
Kami cuma sepasang manusia biasa. Tetapi Dia-lah yang kami sembah yang telah memasangkan aku menjadi tulang rusuk suamiku. Sungguh, semua ini adalah karya tunggal dari pemilik sebuah nama yang luar biasa. Namanya: YESUS.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
Amin