Suara Sejati
Gerbang Surga
“Sdr. Dedi Harjadi, Gereja cabang Sunter, Jakarta”
Tanggal 14-Desember-2020. Hari ini seorang teman mengirimkan sebuah foto yang membuat saya tidak berhenti menangis sepanjang jalan ke toko. Foto tersebut membuat saya teringat akan satu kejadian yang saya simpan rapat-rapat dalam hati, bahkan istri dan anak saya pun tidak pernah saya ceritakan.
Pada tahun 1990-an, saya pernah mengikuti Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Gereja Yesus Sejati—Jakarta. Sebelum masuk ke sesi doa mohon Roh Kudus, pendeta berpesan bahwa bagi para jemaat yang mendapatkan penglihatan atau mimpi, harus diuji dulu, apakah hal itu sungguh berasal dari Tuhan atau hanya berasal dari angan-angan karena terlalu mengharapkan penglihatan.
Oleh karena itu, kami diminta untuk tidak langsung menceritakan apa yang dilihat, harus ditimbang-timbang dahulu. Jikalau memang sudah teruji bahwa penglihatan ataupun mimpi itu sungguh dari Tuhan, barulah boleh kami saksikan.
Saat KKR itu, kami—semua jemaat—berdoa memohon Roh Kudus. Lalu di tengah-tengah doa, dalam posisi mata tertutup, saya mendapat penglihatan. Tiba-tiba mata saya seperti terbuka, suara gaduh orang berdoa menjadi hilang dan saya seperti masuk ke tempat lain.
Dalam penglihatan itu terlihat ada satu tangga yang sangat tinggi menjulang ke atas, tidak terlihat ujungnya. Pemandangan ini terang sekali. Namun, tidak menyilaukan mata. Hati pun terasa damai, sejuk dan sukacita melihat pemandangan itu.
Tangga tersebut putih, bersih dan berkilau. Setiap undakan tangga setinggi dada saya. Saya mencoba untuk menaiki anak tangga itu dengan cara memanjat. Tetapi rasanya susah sekali karena tinggi setiap undakan sebatas dada saya.
Lalu saya teringat bagaimana Abraham melakukan tawar menawar dengan Tuhan dalam kitab Kejadian.
Akhirnya, saya memberanikan diri untuk menawar: “Tuhan, mengapa Engkau membuat tangga dengan undakan setinggi ini? Bagaimana saya bisa memanjatnya sampai ke atas? Satu anak tangga saja susah panjatnya. Boleh tidak anak tangganya dibuat pendek-pendek supaya mudah naiknya?”
Dalam sekejap tangga itu berubah, menjadi tangga yang undakannya pendek-pendek, bahkan rasanya saya bisa berlari sampai ke atas tanpa bersusah payah.
Mendadak penglihatan itu hilang. Telinga saya mulai mendengar suara bel berbunyi. Lalu terdengar pujian penutup doa yang dinyanyikan bersama-sama. Wajah saya basah oleh air mata bahagia, karena Tuhan sungguh baik, telah mengizinkan saya melihat Gerbang Surga. Namun, dimanakah gerbang itu berada?
Saya bukan jenis orang yang berani maju untuk bersaksi di depan umum. Rasanya malu sekali. Saat semua mata melihat ke arah saya, pasti saya langsung gemetar, bahkan terkadang bisa menangis.
Namun, hari ini tanggal 14-Desember-2020 saya melihat foto tersebut seakan-akan ditagih:
Mana kesaksiannya?
Mau simpan berapa lama lagi?
Sepanjang jalan ke toko saya terus menangis, sampai kacamata saya menjadi buram.
Setelah menunggu hampir 30 tahun, menimbang dan menguji, maka dalam iman saya berani berkata, “Gerbang Surga itu di Gereja Yesus Sejati.”
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus
amin