Suara Sejati
Luka Tanda Kasih
“Sdri. Jane Suteja, Gereja cabang Jakarta”
Sebagian orang punya rasa takut berlebihan (phobia) akan sesuatu. Ada yang phobia terhadap gelap, darah, ketinggian, tempat tertutup, ular, serangga, ikan hiu, naik pesawat, dan sebagainya. Aku memiliki phobia darah sejak kecil. Jangankan disuruh melihat, mendengar cerita tentang darah saja, aku akan merasa pusing dan berkunang-kunang.
Tanggal 29 Desember 2019, malam itu kami sedang santai di ruang tamu. Anakku yang berusia enam tahun mendekat dan meringis kesakitan. Gigi susunya yang sudah hampir copot, terbentur botol air dan berdarah. Kemudian aku mengajaknya ke kamar mandi untuk berkumur. Tapi darah yang keluar malah semakin banyak dan menempel di botol.
Saat itulah aku mulai pusing, lalu memanggil suami untuk membantu. Sementara itu dengan tertatih-tatih aku berusaha keluar dari kamar mandi sambil berpegangan pada tembok dan meja. Tiba-tiba pandangan jadi gelap.
Sayup-sayup terdengar suami berteriak dengan panik. Aku merasakan wajahku sudah berlumuran darah. Mataku hanya dapat membuka sedikit. Terlihat pecahan kaca berserakan di lantai, bercampur dengan darah. Anakku hanya berdiri di sudut, sambil menangis ketakutan.
Saat aku bertanya apa yang terjadi, suami berusaha menjelaskan. Katanya, aku pingsan dan jatuh menghantam lemari etalase kaca di dekat kamar mandi. Pecahan kaca lemari melukai wajahku, membuat darah terus mengalir. Aku hanya bisa menahan rasa sakit, dan mencoba hentikan perdarahan dengan handuk. Aku sungguh tidak tahu harus bagaimana, saat itu hanya bisa terus berdoa pada Tuhan Yesus.
Aku dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sampai di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), aku ditangani oleh dokter jaga. Namun mereka menyatakan tidak sanggup menangani, dan hanya memberi pertolongan pertama; lukaku hanya diperban kain kasa.
Mereka menyarankan kami ke Rumah Sakit besar yang lengkap peralatannya, karena untuk menangani luka sobek yang sangat banyak di wajahku diperlukan dokter bedah plastik dan peralatan yang lebih lengkap.
Akhirnya kami pergi ke rumah sakit yang lebih besar. Aku masuk IGD sekitar jam sebelas malam, tetapi baru ditangani dokter sekitar jam satu pagi keesokan harinya.
Saat itu Mama dan pamanku beserta pendeta Gereja Yesus Sejati datang, memberi dukungan moral dan mendoakan. Aku bersyukur karena di saat genting, Tuhan menguatkan melalui dukungan kasih orang-orang terdekat. Sepanjang malam mereka menemani dan mendoakan.
Dokter memberi dua pilihan untuk penanganan lukaku. Pilihan pertama, operasi dengan bius lokal. Pilihan ini dapat segera dilakukan, namun dengan risiko aku akan merasa kesakitan selama operasi.
Pilihan kedua adalah operasi dengan bius total. Pilihan ini tidak dapat langsung dilaksanakan, karena aku harus melalui banyak prosedur, seperti konsultasi dengan dokter anestesi, cek darah, booking ruang operasi dan sebagainya.
Karena sedang kesakitan, tentunya aku ingin dibius total, namun kondisi fisik tidak mendukung kalau harus menunggu lebih lama lagi dan mengikuti bermacam prosedur yang diminta. Sedangkan untuk pilihan bius lokal, aku harus menahan sakit lebih banyak, karena dokter akan terus menyuntikkan obat bius di dekat luka selama operasi. Suntikan akan terus diulang setiap pengaruh biusnya habis. Pilihan yang dilematis.
Karena pertimbangan fisikku yang semakin lemah, dan dukungan doa dari semua yang hadir, aku memilih bius lokal. Proses operasi sangat lama, karena dokter harus berhati- hati mengeluarkan sekian banyak pecahan kaca di wajahku. Selama operasi berlangsung, dalam kesakitan yang amat sangat, aku terus berdoa dalam hati memohon kekuatan dari Tuhan. Operasi berlangsung sekitar 12 jam, ditangani oleh tiga dokter.
Selesai operasi, terlihat puluhan jahitan di wajahku, terutama di bagian dahi, kelopak mata dan hidung. Luka sobek di kelopak mata hanya berjarak 3 milimeter dari mataku. Sangat dekat dan nyaris mencapai biji mata.
Puji Tuhan, pecahan kaca itu tidak sampai mengenai mata, dan lukanya tidak memerlukan cangkok kulit. Setelah beberapa hari, dokter melihat hasil jahitan. Katanya, semuanya sudah bagus dan pemulihan luka juga sangat cepat.
Walaupun saat ini bekas luka (scar) masih belum hilang, tetapi tidak masalah. Yang terpenting, Tuhan Yesus masih melindungi. Setiap kali melihat bekas luka ini, aku teringat akan kasih-Nya. Tuhan Yesus masih menyayangi dan melindungiku.
Segala Kemuliaan hanya bagi nama Tuhan Yesus,
amin.