SAUH BAGI JIWA
“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan“
“Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan“
Apakah itu kegagalan? Masyarakat umum biasanya menilai orang-orang yang tidak memiliki jabatan dan berkekurangan dalam hal harta benda adalah mereka yang gagal; termasuk pula orang-orang yang melakukan kesalahan ataupun yang mengalami tragedi kehidupan. Bahkan secara religius, orang-orang demikian sering dianggap sebagai kaum yang dihukum Tuhan.
“Orang-orang yang gagal,” menurut kacamata dunia, sering dikategorikan ke dalam tingkat piramida sosial yang paling rendah. Sedangkan “mereka yang sukses,” berlimpah dalam hal kepemilikan harta benda, kedudukan sosial maupun gaya hidup yang mewah otomatis masuk ke dalam tingkat tertinggi.
Penulis Injil Lukas mencatatkan tentang kisah seorang yang kaya. Bagaimanakah ia menjalani kehidupannya? Ia selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus–jenis pakaian yang cukup mahal pada zaman itu, dan setiap hari bersukaria dalam kemewahan. Dalam bahasa asli, kata “bersukaria” secara harfiah berarti “berpesta” dan penggunaannya dalam Perjanjian Baru berkaitan erat dengan makanan, minuman dan hal-hal yang menyukakan hati. Terbayangkah kita betapa berlimpah hartanya? Sebab setiap hari, hari demi hari, ia dapat mengadakan pesta dalam kemewahannya dan senantiasa mengenakan pakaian yang mahal! Si orang kaya ini bukan hanya seorang yang sangat berada, melainkan ia juga menjalani gaya hidup yang mewah dan glamor. Betapa suksesnya hidup dia!
Namun, bagaimana Firman Tuhan memandang si orang kaya tersebut? Penulis Injil Lukas mencatatkan bahwa setelah ia mati dan dikubur, ia menderita sengsara di alam maut. Bahkan Abraham berkata kepadanya bahwa ia telah menerima segala yang baik sewaktu hidupnya, sekarang ia di alam maut sangat menderita (Luk 16:23, 25). Dengan kata lain, orang kaya itu mengalami kegagalan secara rohani.
Mengapa si orang kaya, setelah meninggal, justru mengalami kesakitan yang amat sangat dalam nyala api di alam maut?
Cukup menarik bahwa saat si orang kaya meminta Abraham untuk menyuruh Lazarus menyejukkan lidahnya dengan air, Abraham mengingatkan dia bahwa selama hidupnya Lazarus justru menerima segala yang buruk–sedangkan si orang kaya, yang baik.
Selain itu, si orang kaya tahu akan kesaksian Musa dan para nabi selama ia hidup, tetapi ia memilih untuk tidak bertobat dan meneruskan gaya hidupnya untuk menghibur dan menyukakan diri sendiri.
Dengan kata lain, di dalam kehidupan si orang kaya yang berlimpah, ia justru menggunakan dan menghamburkan harta bendanya, waktunya dan kemampuannya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Si orang kaya gagal untuk mengasihi dan memperhatikan sesama, ia gagal untuk mendengarkan dan meyakini kesaksian Musa dan para nabi; sehingga ia akhirnya gagal untuk menaati hukum Tuhan dan gagal untuk menjalani hidup yang berkenan di hadapan Tuhan.
Hari ini, kiranya kegagalan si orang kaya dapat menjadi peringatan tersendiri bagi kita di dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Belajarlah untuk lebih memperhatikan dan mempedulikan baik keadaan jasmani saudara-saudari seiman kita maupun keadaan rohani mereka. Berusahalah untuk lebih bergiat dan berkomitmen di dalam menaati Firman Tuhan maupun melayani-Nya selama kita masih diberikan kesempatan untuk menjalani hidup di dunia; agar saat kita dipanggil pulang kelak, kita dapat berkenan untuk berdiri di hadapan-Nya untuk bersama-sama masuk ke dalam Kerajaan-Nya yang kekal. Amin.