SAUH BAGI JIWA
Pernahkah Anda menelpon seseorang, namun mendapatkan bahwa nomor telpon tersebut ternyata sudah tidak aktif lagi? Padahal dahulu nomor tersebut aktif dan sering digunakan. Tetapi sekarang sudah tidak dapat dihubungi lagi dan sudah tidak aktif.
Penulis Injil Yohanes pada pasal ke-18 menegaskan bahwa “Yudas tahu juga tempat itu” sebab Yesus sering berkumpul di situ, di taman Getsemani, dengan murid-murid-Nya. Secara konteks perikop, Yudas Iskariot sesungguhnya bukan hanya sekedar tahu taman itu secara lokasi fisik, melainkan melakukan juga kegiatan yang biasa dilakukan Tuhan Yesus dan murid-murid di tempat itu—yaitu berkumpul untuk bersekutu dan berdoa.
Dari mana Yudas dapat tahu lokasi fisik dan kegiatan yang dilakukan di tempat itu? Menurut penulis Injil Lukas, Tuhan Yesus dan murid-murid berdoa di tempat yang dinamai Bukit Zaitun. Penulis menekankan, “sebagaimana biasa [Tuhan] menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia” (Luk 22:39). Bahkan penulis Injil Lukas mencatatkan rutinitas yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, “Pada siang hari Yesus mengajar di Bait Allah dan pada malam hari ia keluar dan bermalam di gunung yang bernama Bukit Zaitun” (Luk 21:37). Dengan kata lain, taman Getsemani—yang berada di dalam wilayah Bukit Zaitun—adalah tempat yang biasa digunakan oleh Tuhan Yesus dan murid-murid bukan hanya untuk berdoa tetapi juga untuk beristirahat.
Cukup menarik bahwa penulis Injil Yohanes menuliskan bahwa Yudas Iskariot pun tahu tempat itu. Tentunya, kata “tahu” disini bukan sekadar mengetahui informasi lokasi geografis taman Getsemani, melainkan juga “tahu” dalam konteks memiliki pengalaman pribadi.
Kata “tahu” dalam bahasa Yunani memberikan nuansa makna “memahami sesuatu untuk dimengerti, dikenali dan dialami.” Namun, dalam konteks Injil Yohanes 18, rutinitas kegiatan yang telah dilakukan Yudas bersama-sama dengan murid-murid dan Tuhan Yesus hanyalah sebatas fakta yang sudah berlalu. Dengan kata lain, malam itu Yudas sudah tidak lagi melakukan kegiatan tersebut.
Hal yang dilakukan Yudas, sesungguhnya menjadi peringatan tersendiri bagi kehidupan rohani kita. Ada jemaat yang dahulu begitu aktif mengajar sebagai guru agama, sering sekali berdoa bersama dengan anak-anak didiknya. Namun, sekarang sudah “pensiun” katanya, termasuk juga kebiasaan doa bersamanya sudah berhenti.
Ada pula yang dahulu sewaktu masih pemuda, aktif dalam acara kepemudaan dan penginjilan. Tetapi sekarang, setelah tidak pemuda lagi, kegiatan penginjilannya pun sirna, sudah “bukan jamannya” lagi katanya.
Dahulu begitu rajin dan aktif dalam pelayanan. Sekarang, setelah “dewasa” sudah memiliki begitu banyak kesibukan lain dan tujuan yang ingin dicapai. “Zaman muda dulu masih lugu,” katanya, masih punya banyak waktu.
Seringkali, pengaruh kesibukan sehari-hari dan berbagai kekhawatiran duniawi mengubah motivasi hidup kita; sehingga perlahan tetapi pasti kebiasaan baik yang sudah dibangun sejak dahulu pun berubah.
Penulis surat Ibrani mengingatkan kita bahwa Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya. Diri kitalah yang cenderung berubah. Oleh karena itu, marilah kita menjaga hati dan tetap waspada, agar tidak ada sedikit pun celah bagi si jahat untuk mempengaruhi hati dan pikiran kita.