Pelita Kecil Berkobarlah
Brandon Shek—Edinburgh, Inggris
Catatan Editor: Nyanyian pujian terjalin dalam kehidupan rohani kita. Kita memuji Tuhan dengan nyanyian pujian selama kebaktian dan melalui presentasi paduan suara, kita mendengarkan rekaman nyanyian pujian di rumah atau di mobil kita dan kita bahkan dapat menyenandungkannya saat kita menjalankan aktivitas sehari-hari. Pujian nyanyian membawa warna cerah dalam ibadah kita, saat kita mengorbankan buah bibir kita sebagai persembahan yang manis, dengan rahmat dan melodi di hati kita, kepada Tuhan (Ef. 5:19; Kol. 3:16; Ibr. 13:15). Namun apakah kita terkadang menganggap remeh nyanyian pujian? Seberapa sering kita merenungkan lirik sebuah pujian dan membiarkan diri kita dibina secara rohani oleh kebenaran pesan di dalamnya? Dalam refleksi ini, penulis melakukan hal itu dan menemukan makna serta pemahaman baru dari sebuah pujian yang dia pelajari sejak lama.
Pada malam terakhir Seminar Literatur (2018), para peserta berkesempatan untuk berbagi dan merefleksikan beberapa lagu pujian. Saat saya mempertimbangkan nyanyian pujian mana yang harus saya pilih, saya teringat sebuah baris dari nyanyian pujian yang sudah lama tidak saya nyanyikan:
Pelita kecil berkobarlah, terangi laut kelam
Agar yang dalam bahaya, dapat diselamatkan
Saya kemudian membaca pujian Pelita Kecil Berkobarlah dari Philip P. Bliss (1838–1876) untuk mengingat isi lagunya.
Saya ingat dengan jelas mempelajari nyanyian pujian ini pada usia yang lebih muda. Imajinasi kanak-kanak saya yang bersemangat berubah menjadi imajinasi yang berhubungan dengan lautan, yang sering digunakan dalam Alkitab, menjadi gambaran yang luar biasa tentang berlayar di lautan yang sangat luas menggunakan perahu kecil. Karena fokus saya adalah pada gambarannya, saya tidak memberikan perhatian yang tepat pada penjelasan dan dorongan dari pemimpin nyanyian pujian.
Setelah menghadiri banyak KKR dan kursus pelatihan teologi pemuda, saya merenungkan ajaran-ajarannya dan apa maknanya.
Rahmat Bapa terus bercahaya
dari menara Surga
Dia berikan terang bagi kita,
lindungi sepanjang pantai.
Bait pertama berbicara tentang kemurahan Tuhan yang senantiasa bersinar terang bagi semua yang ada di dunia, bagaikan cahaya mercusuar. Tetapi, apakah “terang di sepanjang pantai” diberikan kepada kita untuk kita lindungi?
Dalam pelayaran, mercusuar memandu kapal dalam kondisi yang tidak menguntungkan—angin kencang, badai, kabut, dan kegelapan. Mereka berfungsi sebagai alat bantu navigasi bagi para pelaut untuk menghindari bebatuan dan terumbu karang yang berbahaya, sehingga membawa mereka dengan aman ke pelabuhan. Pelita kecil di sepanjang pantai menerangi pelabuhan, selanjutnya memandu kapal untuk berlabuh dengan aman.
Baik mercusuar maupun pelita kecil sama-sama penting dalam pelayaran kapal, terutama pada saat-saat sulit. Bagaikan cahaya dari mercusuar, rahmat Tuhan dapat disaksikan oleh semua orang; itu membimbing jiwa kepada kebenaran dan gereja-Nya. Lalu Tuhan mempercayakan kita terang di pantai. Ini adalah bagian kita untuk dapat menuntun orang kepada kebenaran.
Banyak yang rindu mencari
terang di sepanjang pantai.
Pelaut sering diterpa angin dan hujan dalam perjalanan jauh—situasi yang sangat tidak menyenangkan. Berjuang melawan angin dan ombak dapat menjadi sangat melelahkan. Dalam kelelahan, Anda mati-matian mencari cahaya dalam kegelapan—cahaya yang akan membawa Anda dengan selamat ke pantai.
Dalam Alkitab, laut dapat melambangkan dunia, di mana dosa dan orang mati berada (Why. 20:13). Namun secara lebih spesifik, kata-kata ini dapat mengungkapkan hati atau iman orang percaya ketika dilanda pengajaran yang salah dan keraguan:
Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. (Yak. 1:6)
Sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan. (Ef. 4:14)
Dalam situasi seperti ini, orang percaya diombang-ambingkan, seperti kapal yang terombang-ambing di tengah badai. Orang ini tidak akan menemukan tempat beristirahat dan kedamaian, tersesat dan putus asa, seolah-olah dia sedang tenggelam di laut. Kita mungkin pernah mengalami sendiri perjuangan ini.
Mengetahui hal ini, bait ketiga dari pujian tersebut menyatakan pentingnya dengan tekun menjaga lampu kita tetap menyala:
Nyalakan pelita yang redup,
banyak orang tersesat.
Dalam kegelapan malam,
berjuang menuju pantai.
Dalam kitab Efesus, Rasul Paulus memberitahu kita bahwa dulu kita berada dalam kegelapan, tetapi sekarang kita sudah berada dalam terang Kristus (Ef. 5:8). Lalu ia menyuruh kita untuk hidup sebagai anak-anak terang, untuk mencari apa yang berkenan kepada Tuhan dan menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan (Ef. 5:10-13).
Sebagai terang di dalam Tuhan, kita mencari tahu apa yang berkenan kepada Tuhan—apa yang benar, berkenan di mata Tuhan, dan sesuai dengan kehendak Tuhan—sebelum menggenapinya dalam hidup kita. Ini juga berarti bahwa kita harus membedakan apa yang tidak dapat diterima oleh Tuhan untuk menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan. Dengan melakukan ini, kita akan memahami apa yang diperlukan untuk membimbing mereka yang tersesat menuju terang.
Pada akhirnya, kita membimbing mereka yang tersesat dengan menyinari terang Tuhan melalui berbagi belas kasihan Tuhan—berkat dan ajaran yang kita peroleh dari firman-Nya dalam perjalanan iman kita. Dengan merenungkan kasih karunia Tuhan dan mewujudkannya melalui tindakan kita serta membagikannya dalam kesaksian, kita dapat menjadi seperti terang untuk membimbing orang lain—baik mereka yang berada dalam kebenaran maupun mereka yang belum mengetahui kebenaran. Terang ini merupakan pelita yang harus kita nyalakan dan rawat secara rutin karena kita tidak tahu siapa yang akan membutuhkan bantuan atau kapan mereka paling membutuhkannya. Jika kita terus bersinar sebagai terang di dunia, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela (Flp. 2:15), kita dapat dengan aman membimbing mereka yang tersesat di lautan menuju pantai.
Pelita kecil berkobarlah!
Terangi laut kelam!
Agar yang dalam bahaya
dapat diselamatkan.
Yehezkiel pasal 3 dan 33 mencatat tugas Yehezkiel sebagai penjaga—orang yang berjaga di tembok dan menara pengawas kota, memperingatkan orang-orang akan bahaya yang akan datang. Allah menugaskan penjaga untuk memperingatkan orang jahat dan orang benar dari perbuatan curang (Yeh. 3:17-21). Tugas penting ini tidak boleh dianggap enteng. Jika seorang penjaga tidak memperingatkan umatnya, maka darah merekalah yang akan ditanggung kepalanya. Inilah tugas seorang nabi: Yehezkiel harus memberitakan firman Tuhan kepada orang-orang, untuk memperingati mereka tentang hukuman yang akan dihadapi jika mereka tidak berbalik dari jalannya. Tanggung jawab ini menunjukkan bahwa tidak hanya ada konsekuensi pribadi jika kita tidak melaksanakan tugas kita, namun yang lebih penting, kita harus mempunyai keyakinan untuk mencoba menyelamatkan nyawa.
Sebagai penjaga, jika kita menyinari terang Tuhan sejauh yang kita bisa melintasi lautan, kita bisa menyelamatkan seseorang yang sedang berjuang dan tersesat. Kita harus bersaksi tentang Tuhan kepada semua orang di sekitar kita—kepada mereka yang belum mengetahui kebenaran dan mereka yang masih tersesat—dan oleh kasih karunia Tuhan, kita dapat menyelamatkan. Begitu mereka tiba di pantai, mereka juga dapat menyalakan pelita kecil untuk memancarkan terang, sebagaimana Tuhan telah menolong mereka. Sebagai anak-anak dan hamba Allah sejati yang esa, inilah tugas kita: memancarkan cahaya kemuliaan-Nya di dunia (Fil. 2:15).
Haleluya! Kiranya segala kemuliaan dan puji bagi nama-Nya yang kudus. Amin!