Jangan Kehilangan Pusakamu
Aun Quek Chin—Singapura
Kamus Bahasa Inggris Oxford mendefinisikan kata “pusaka” sebagai “benda berharga milik keluarga selama beberapa generasi”. Nilai suatu pusaka mungkin berasal dari harga pasarnya sebagai barang antik yang langka atau dari nilai sentimentalnya sebagai bagian nyata dari sejarah keluarga. Misalnya, kita mungkin berpikir tentang mesin jahit yang digunakan nenek buyut untuk mencari nafkah dan membesarkan keluarganya, yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Berapa pun nilai uangnya, pusaka adalah barang berharga yang diwariskan dari orang tua ke anak.
Sebagai anak-anak dari Bapa surgawi, kita memiliki pusaka rohani yang telah Ia siapkan untuk kita, yakni kerajaan surga. Kita juga tahu, bahwa pusaka ini tidak diperoleh secara cuma-cuma, namun melalui darah Yesus sehingga kita menerima warisan yang berharga ini. Jadi patutlah kita bertanya pada diri kita sendiri: Apakah kita menganggap enteng warisan ini? Bagaimana cara kita memastikan bahwa kita tidak kehilangan pusaka ini?
PERHATIKAN FIRMAN DENGAN TELITI
“Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus.” (Ibr 2:1)
Di zaman kita ini, tidak dapat disangkal bahwa seminar yang paling populer adalah tentang membangun kekayaan atau kesehatan. Kita semua membutuhkan uang dan kesehatan untuk menjalani kehidupan yang nyaman; tidak heran, semua orang mencari cara terbaik untuk mendapatkan keduanya. Namun demikian, seminar-seminar ini hanya menyangkut tubuh kita dan kehidupan kita di dunia saat ini. Tidak peduli seberapa sehat atau kayanya kita, suatu hari kita semua akan mati dan tahun-tahun berlalu dalam sekejap. Yang lebih penting adalah keselamatan jiwa kita dan pusaka yang akan kita terima.
Jika kita percaya Yesus menebus kita dari dosa-dosa kita sehingga kita dapat menerima warisan kekal, kita harus memperhatikan dengan teliti apa yang telah kita dengar. Hal mengenai keselamatan dan kehidupan kekal kita ini tidak disampaikan oleh manusia tetapi oleh Allah. Yesus berkata, “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan” (Why 2:7). Yesus mengulangi kalimat ini di seluruh pesan-Nya kepada ketujuh jemaat dalam kitab Wahyu, untuk menekankan perlunya berpegang pada hal-hal yang telah kita dengar dan tidak hanyut.
Apakah kita memperhatikan firman dengan teliti dan berpegang pada apa yang telah kita dengar? Atau apakah kita seperti ember bocor yang membawa pulang lebih sedikit air daripada yang diisi? Ketika kita menghadiri kebaktian dan mendengarkan khotbah setiap minggu, apakah kita mempertahankan Firman Tuhan yang kita terima? Bisakah kita mengingat ajaran atau memahami bagaimana Firman Tuhan dapat diterapkan dalam hidup kita? Saat ini, ada banyak hal untuk dipelajari dan dipertimbangkan. Kita juga dapat dengan bersemangat mempelajari teknik dan pengetahuan dalam pencarian kehidupan yang lebih baik atau peningkatan diri kita. Tetapi apakah kita lebih mencintai hal-hal ini daripada Tuhan dan pusaka kita? Hati-hati jangan sampai kita hanyut.
Jika iman kita lemah hari ini, itu bukan karena kita tidak percaya tetapi karena kita tidak tekun dan giat mengamankan iman kita
“Hanyut” mengacu pada perahu yang terapung-apung di laut. Perahu yang hanyut tidak bergerak sesuai keinginan nahkoda, melainkan hanya mengikuti arus dan pasang surut. Jika iman kita lemah hari ini, itu bukan karena kita tidak percaya tetapi karena kita tidak tekun dan giat mengamankan iman kita. Kita membiarkan iman kita hanyut mengikuti pasang surut arus waktu dan kita hanyut semakin jauh dari pusaka kita. Seseorang pernah bertanya kepada Yesus, “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” (Luk 13:23). Yesus tidak menjawabnya secara langsung tetapi menyuruhnya untuk berusaha memasuki gerbang yang sempit itu. Kerajaan surga—pusaka dari Bapa Surgawi kita—adalah bagi mereka yang berjuang untuk menerimanya. Kerajaan surga adalah milik mereka yang rajin berusaha untuk memasukinya. Kita tidak boleh santai dan membiarkan diri kita hanyut mengikuti arus tetapi berusaha mendayung perahu menuju tujuan kita.
JANGAN ABAIKAN KESELAMATAN KITA
“Bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu, yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya?” (Ibr 2:3)
Kita mungkin berpikir bahwa “pengabaian” adalah masalah kecil karena hal ini sangatlah pasif, kita hanya tidak melakukan sesuatu. Jadi kita mungkin bertanya-tanya: bagaimana tidak melakukan sesuatu bisa menjadi dosa? Bagaimana itu bisa menyebabkan kita kehilangan pusaka kita?
Sabuk pengaman adalah salah satu sistem keselamatan paling mendasar di dalam mobil. Menurut statistik[1], penggunaan sabuk pengaman di Amerika Serikat tinggi, mencapai 90,4 persen pada tahun 2021, tetapi 51 persen penumpang yang tewas dalam kecelakaan mobil pada tahun 2020 tidak menggunakan sabuk pengaman. Pada tahun 2017, sabuk pengaman diperkirakan telah menyelamatkan 14.955 nyawa, tetapi bisa menyelamatkan 2.549 nyawa tambahan jika digunakan. Meskipun sudah diterima secara luas bahwa sabuk pengaman menyelamatkan nyawa, namun beberapa penumpang masih tidak menggunakannya. Menghargai pusaka kita sama seperti mengencangkan sabuk pengaman jiwa kita. Jika kita lalai mengenakan sabuk pengaman ini, kita bisa kehilangan hidup kekal kita.
Tentu di sisi lain, berjuang secara aktif untuk mengamankan pusaka kita tidaklah mudah dan akan ada saatnya ketika iman kita goyah. Namun apa pun situasinya, kita harus tetap bertahan. Mungkin terasa seperti beban yang berat, tetapi jika kita mengambil langkah kecil, beban itu akan dapat ditanggung. Ada kesaksian jemaat gereja yang meskipun ditegur di tempat kerja oleh atasannya, masih bisa menenangkan hati dan pergi kebaktian. Bayangkan jika Anda kelaparan ketika hendak pergi ke gereja, apakah Anda akan berhenti untuk makan meskipun Anda pasti akan terlambat untuk kebaktian? Kita dapat memikirkan banyak alasan untuk tidak datang kebaktian, tetapi marilah kita tekun dengan dasar-dasar iman kita. Ingatlah bahwa Yesus mengatakan kepada kita untuk berjuang masuk melalui jalan yang sempit itu. Kita harus berusaha keras untuk mempertahankan pusaka kita dan Yesus akan melakukan sisanya.
PERTEMUAN IBADAH
“Dan marilah kita saling memperhatikan… Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita… dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibr 10:24–25)
Jika kita percaya bahwa Hari Tuhan sudah dekat, kita akan semakin memperbarui upaya kita untuk berkumpul dengan saudara-saudara kita. Kita mungkin mengerti bahwa kebaktian Sabat itu penting, tetapi apakah kita melihat kebaktian lainnya dengan sudut pandang yang sama? Menghadiri kebaktian dan kedatangan Tuhan Yesus tidak dapat dipisahkan.
Pada kedatangan Yesus yang kedua kali, di mana ada dua orang di ladang, yang satu akan dibawa, dan yang lain ditinggalkan (Mat 24:40; Luk 17:36). Umumnya ini ditafsirkan sebagai perbedaan antara orang percaya dan orang tidak percaya, tetapi juga dapat menggambarkan situasi di mana keduanya adalah orang yang percaya kepada Kristus. Itu semua tergantung pada hubungan kita dengan-Nya.
“Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa. Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.” (Yoh 15:5–6)
Mereka yang dibaptis telah menjalin hubungan dengan Tuhan dan terhubung dengan pokok anggur yang benar. Namun, kita tidak boleh merasa bahwa akan selalu demikian; baptisan hanyalah permulaan. Kita harus berusaha untuk tetap terhubung dengan Pokok Anggur dan tidak pernah meninggalkan-Nya. Hanya dengan begitu kita akan menerima pemeliharaan-Nya dan pusaka kita.
Namun, beberapa orang telah menjadi dingin dan tidak lagi bersekutu di gereja, dengan alasan bahwa Kristus-lah yang dipaku di kayu salib untuk kita
Gereja adalah tubuh Kristus. Ketika kita datang ke gereja, kita tinggal di dalam Tuhan Yesus. Namun, beberapa orang telah menjadi dingin dan tidak lagi bersekutu di gereja, dengan alasan bahwa Kristus-lah yang dipaku di kayu salib untuk kita, bukan gereja. Oleh karena itu, mereka merasa tidak perlu bersekutu di gereja dan menyembah Yesus saja sudah cukup. Namun, Alkitab memberitahu kita bahwa gereja adalah tubuh Kristus. Roh Tuhan memenuhi gereja dan kita diselamatkan melalui gereja, dengan baptisan air dalam nama Yesus. Melalui gereja, kita mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus, untuk memperoleh hidup yang kekal. Melalui gereja, di mana khotbah diucapkan, kita dikuatkan. Ketika Kristus datang kembali, kita akan diangkat. Tetapi mereka yang tidak ada di dalam gereja akan diperlakukan sebagai orang yang tidak percaya. Dalam kitab Wahyu, Yesus mengatakan kepada Yohanes untuk tidak mengukur mereka yang ada di pelataran luar bait suci (Why 11:1-2). Karena itu, kita harus memiliki hubungan dengan Yesus di mana kita tinggal di dalam bait-Nya, yaitu gereja. Mari kita menjunjung tinggi ibadah dan persekutuan. Kita hanya akan menerima pusaka yang disiapkan untuk kita di akhir segala sesuatu.
MENGHADAP DENGAN IMAN
“Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni.” (Ibr 10:22)
Beberapa orang memiliki keluhan terhadap gereja. Mereka berkata bahwa mereka tidak merasakan Tuhan atau kasih-Nya, atau mereka melihat kemunafikan di dalam gereja. Mereka merasa masalah mereka tetap ada dan Tuhan tidak membantu mereka, sehingga tidak ada alasan untuk terus menghadiri gereja.
Namun, ketika kita datang ke hadapan Tuhan dan berusaha mendekat kepada-Nya, kita harus mengandalkan iman, bukan perasaan. Kita akan kecewa jika kita mendekat berdasarkan apa yang kita rasakan. Kedatangan kita ke hadapan Allah dengan iman akan menyenangkan Allah (Ibr 11:6). Dan kita harus merenungkan niat kita, apakah kita mendekat kepada Tuhan dengan hati yang tulus?
Misalkan anda sedang mengunjungi rumah seorang teman dan dia tidak membereskan rumahnya sebelum anda datang atau tidak melayani anda sama sekali ketika anda ada di sana. Mengeluh tentang hal ini mengungkapkan bahwa anda tidak mengunjungi teman anda dengan tulus. Jika anda punya hati yang tulus, semua hal di atas tidak akan menjadi masalah. Anda akan senang asalkan bisa menghabiskan waktu bersamanya, meskipun tidak ada makanan yang disajikan, sofanya keras, atau kondisi ruangannya buruk. Merasa bahagia dengan berada di sana menunjukkan bahwa anda adalah teman sejati dengan hati yang tulus.
“Tuhan tidak memberi saya roti. Tuhan tidak menyembuhkan penyakit saya. Saudara-saudari tidak membantu mengatasi masalah saya” Semua keluhan ini mengungkapkan niat hati kita. Jika kita benar-benar memiliki kebutuhan yang sejati, kebutuhan-kebutuhan ini seharusnya tidak akan menjadi yang utama. Tujuan utama kita datang ke gereja adalah untuk menyembah Tuhan yang telah menyelamatkan kita, dan anugerah dari ibadah kita kepada Tuhan seharusnya cukup bagi kita untuk mempersembahkan hidup kita bagi-Nya. Tidak ada seorang pun yang rela mati bagi kita dan menderita untuk kita. Tetapi Yesus mau. Bagaimana kita bisa mengabaikan keselamatan yang begitu besar? Bagaimana kita bisa mengabaikan pusaka yang dibayar dengan harga yang begitu mahal? Dengan mengingat hal itu, kita harus merenungkan apakah kita pergi ke gereja dengan hati yang tulus untuk menyembah Tuhan.
Marilah kita menghargai dan berpegang teguh pada pusaka kerajaan surga yang tak ternilai dan keselamatan yang telah Tuhan berikan kepada kita. Perhatikan firman-Nya dengan teliti, jangan mengabaikan keselamatan kita atau persekutuan dengan saudara dan saudari seiman kita, tetapi mendekatlah untuk menyembah Tuhan dengan hati yang tulus.
[1] “Seat Belts,” National Highway Traffic Safety Administration, diakses pada 2 Juni 2022, https://www.nhtsa.gov/risky-driving/seat-belts.