Anggur Yang Baik
KC Tsai—Toronto, Canada
Pada awal pelayanan Tuhan Yesus, setelah Ia memilih lima murid-Nya, Ia menghadiri perkawinan di Kana, Galilea. Di sinilah Ia melakukan mukjizat-Nya yang pertama:
“Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ; Yesus dan murid-murid-Nya diundang juga ke perkawinan itu. Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.” Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.” Tetapi ibu Yesus berkata kepada pelayan-pelayan: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” Di situ ada enam tempayan yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua tiga buyung. Yesus berkata kepada pelayan-pelayan itu: “Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air.” Dan mereka pun mengisinya sampai penuh. Lalu kata Yesus kepada mereka: “Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta.” Lalu mereka pun membawanya. Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu — dan ia tidak tahu dari mana datangnya, tetapi pelayan-pelayan, yang mencedok air itu, mengetahuinya — ia memanggil mempelai laki-laki, dan berkata kepadanya: “Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.” Hal itu dibuat Yesus di Kana yang di Galilea, sebagai yang pertama dari tanda-tanda-Nya dan dengan itu Ia telah menyatakan kemuliaan-Nya, dan murid-murid-Nya percaya kepada-Nya.” (Yoh 2:1-11)
Beberapa orang ketika membaca perikop ini dapat berpikir bahwa hal yang dilakukan Yesus adalah mukjizat yang mengesankan, tetapi tidaklah begitu penting – perkawinan mungkin hari yang penting bagi mempelai pria dan wanita, tetapi kehabisan anggur bukanlah perkara hidup dan mati. Namun, selalu ada makna rohani dari setiap mukjizat yang Yesus lakukan dan ini juga berlaku dalam mukjizat Yesus yang pertama. Lalu, apa yang dapat kita pelajari dari peristiwa ini? Sesungguhnya, apa yang terjadi dalam perkawinan di Kana?
MENYINGKIRKAN AIR
Yesus adalah Tuhan yang baik hati dan pengasih yang tidak pernah berhenti mengasihi umat-Nya, memberkati mereka dengan anugerah dan sukacita. Lalu, “Mengapa mukjizat Yesus yang pertama bukanlah mengenai menyelamatkan jiwa, menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, atau bahkan meredakan angin badai di laut? Mengapa malah mengubah air menjadi anggur?”
Mengubah air menjadi anggur memang tidaklah sama dengan kebanyakan mukjizat lainnya yang mengubah hidup, seperti yang ditulis di dalam Alkitab. Tetapi, mukjizat ini juga memanifestasikan kemuliaan Yesus kepada murid-murid-Nya pada awal pelayanan-Nya.
Anggur adalah fokus dari mukjizat ini. Tetapi, perubahan dari air yang ada di enam tempayan yang mewakili ritual upacara keagamaan Yahudi juga penting. Keenam tempayan tersebut mungkin sudah terisi oleh air yang digunakan untuk upacara pembasuhan, tetapi Yesus meminta para pelayan untuk memenuhi tempayan-tempayan itu dengan air. Setelah mukjizat terjadi, air yang ada di dalam ke enam tempayan tersebut berubah menjadi anggur. Dalam perjanjian baru yang dibawa oleh Yesus, upacara pembasuhan yang berasal dari tradisi perjanjian lama disingkirkan. Inilah pentingnya mukjizat Yesus yang pertama – menyatakan datangnya “anggur yang baru,” Injil yang diberitakan oleh Yesus yang menyingkirkan tradisi upacara pembasuhan orang Yahudi. Tujuan utama perkataan Yesus, yakni kebenaran, adalah untuk melepaskan manusia dari belenggu lama (Yoh 8:31-32).
Mari kita cermati perikop ini dengan lebih detil.
UNDANG YESUS KE PERKAWINANMU
Alkitab berkata bahwa ibu Yesus ada di perkawinan itu (Yoh 2:1). Kemungkinan besar, ia berada di sana untuk membantu acara resepsi, karena kemudian ia menyuruh para pelayan untuk melakukan apa yang dikatakan oleh Yesus dan para pelayan itu menuruti-Nya.
Yesus juga diundang ke perkawinan itu dan undangan itu berubah menjadi sebuah berkat yang luar biasa. Situasi yang memalukan terhindarkan dan perayaan sukacita dapat dilanjutkan. Pada zaman dahulu, pesta perkawinan (seudah) setelah perkawinan (nissui, artinya, “mengambil”)[1] dapat meliputi perayaan selama tujuh hari yang penuh dengan makanan, musik, tarian dan perayaan (Hak 14:10-12)[2]. Seperti yang dinarasikan dalam perikop ini, terkadang pada acara resepsi, anggur dapat habis. Hal ini akan menjadi petaka bagi keluarga. Tetapi karena Yesus melakukan mukjizat dengan mengubah air menjadi anggur, maka acara perkawinan itu berakhir dengan sukacita dan ucapan syukur. Kehadiran Tuhan Yesus adalah alasan mengapa acara perkawinan itu berhasil.
Perkawinan adalah awal terbentuknya sebuah keluarga. Jika kita mengundang Yesus masuk ke dalam perkawinan kita, dari awal perkawinan dan seterusnya, maka akan ada sukacita dan kehidupan yang diberkati.
Saat ini, masyarakat lebih menekankan pada keadilan dan persamaan antara pasangan dalam perkawinan yang sesungguhnya menjauh dari prinsip alkitabiah. Walau demikian, dalam perkawinan yang didirikan oleh Tuhan, persamaan bukanlah hal yang penting. Yesus menekankan mengenai hal perkawinan adalah ketika laki-laki meninggalkan ayah dan ibunya untuk bersatu dengan istrinya dan keduanya menjadi satu daging (Mat 19:5). Walau ada persamaan dan juga perbedaan yang penting adalah kedua pihak terlibat. Dengan demikian, suami dan istri dapat menjadi satu tubuh dalam perkawinan, dengan mereka berdua sama-sama mau mengikuti ajaran Yesus.
Untuk menyatukan dua orang dari keluarga dan latar belakang yang berbeda, bukanlah hal yang mudah. Dalam kehidupan perkawinan, bukan hanya perlu berbagi dalam hal materi dan emosi, tetapi juga dalam hal iman dan prinsip dari kedua pihak. Semua ini perlu pembelajaran bersama. Selain menunjukkan rasa percaya dan pengampunan, berbagi pikiran satu sama lain merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh pasangan yang baru. Hanya dengan mengundang Yesus masuk ke dalam kehidupan mereka bersama, bukan sebagai tamu, tetapi sebagai Tuan, dan keduanya memutuskan untuk berjalan bersama Dia, barulah mereka dapat menjadi satu.
[1] Nissuin berasal dari kata Naso, yang artinya “mengangkat.” Sama seperti ketika Yesus berkata, “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku” (Yoh 14:3a). Ketika Yesus datang kembali, Ia akan membawa kita ke tempat-Nya.
[2] “Ancient Jewish Wedding Customs and Yeshua’s Second Coming,” Messianaic Bible, diakses pada 25 Februari 2021, https://free.messianicbible.com/feature/ancient-jewish-wedding-customs-and-yeshuas-second-coming/.
WAKTU TUHAN
“Kata Yesus kepadanya: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.”” (Yoh 2:4)
Maria adalah ibu Yesus. Dalam terjemahan bahasa Inggris, Yesus memanggil ibunya dengan sebutan ‘perempuan’. Bagaimana mungkin seorang anak memanggil ibunya dengan sebutan demikian? Kedengarannya seperti kurang pantas. Tetapi, Yesus bukanlah hanya anaknya, tetapi juga sang Mesias, yang memiliki pekerjaan yang jauh lebih penting untuk dilakukan. Jadi, ketika Yesus bertanya kepadanya, “Mau apakah engkau dari pada-Ku? Saat-Ku belum tiba,” Ia mengucapkan perkataan ini dengan otoritas-Nya sebagai Mesias. Maria memahami hal ini sehingga ia tidak tersinggung. Sebaliknya, ibu Yesus berkata kepada para pelayan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yoh 2:5). Mungkin ia berharap Yesus melakukan sesuatu yang hanya dapat dilakukan oleh seorang Mesias.
Secara jasmani, Yesus dilahirkan dari keturunan Daud. Ia adalah manusia. Tetapi menurut Roh kekudusan, Roh yang kekal (Allah sebagai Roh), Ia adalah Anak Allah (Rom 1:3-4). Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya (Rom 9:5).
“Dengan memanggil ibu-Nya “perempuan,” Yesus ingin menunjukkan kepada kita bahwa waktu-Nya untuk menyatakan diri sebagai Mesias, sepenuhnya ada dalam kendali-Nya”
Yesus memiliki waktu yang spesifik dalam melakukan pekerjaan-Nya dan dimuliakan – ketika Ia mati di kayu salib, bangkit, dan naik ke surga. Karena alasan inilah, Ia datang ke dunia: yaitu untuk menjalankan rencana keselamatan-Nya. Kehidupan-Nya di dunia memiliki arah dan tujuan yang jelas – Yerusalem – dan serangkaian kejadian yang harus terjadi, yang mengarah pada saat itu (Yoh 7:6, 8:20). Waktu-Nya tiba ketika, sebelum penangkapan-Nya, Ia mengucapkan perkataan ini: “Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau” (Yoh 17:1).
Dengan memanggil ibu-Nya “perempuan,” Yesus ingin menunjukkan kepada kita bahwa waktu-Nya untuk menyatakan diri sebagai Mesias, sepenuhnya ada dalam kendali-Nya. Tidak seorang pun, bahkan ibu-Nya sendiri, dapat mencampuri kronologi misi-Nya di dunia.
Yesus adalah Allah yang Maha Kuasa, seperti yang dikatakan dalam Alkitab:
“Yang melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak terduga, dan keajaiban-keajaiban yang tidak terbilang banyaknya. Apabila Ia melewati aku, aku tidak melihat-Nya, dan bila Ia lalu, aku tidak mengetahui. Apabila Ia merampas, siapa akan menghalangi-Nya? Siapa akan menegur-Nya: Apa yang Kaulakukan?” (Ayub 9:10-12)
DALAM ROH DAN KEBENARAN
“Di situ ada enam tempayan yang disediakan untuk pembasuhan menurut adat orang Yahudi, masing-masing isinya dua tiga buyung.” (Yoh 2:6)
Air yang disediakan untuk pembasuhan tangan sangatlah penting untuk resepsi perkawinan. Di kejadian lain, orang-orang Farisi mencari kesalahan pada beberapa murid Yesus setelah melihat mereka makan roti dengan tangan yang kotor (tangan yang belum dibasuh) (Mrk 7:1-2). Pasal ini memberikan latar belakang yang lebih jelas:
“Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga.” (Mrk 7:3-4)
Di pasar, seseorang mungkin dapat bersentuhan dengan orang-orang yang dianggap tidak kudus dalam hukum Taurat – contohnya, seseorang yang mengalami pendarahan atau makan daging binatang yang tidak tahir. Oleh karena itu, air disediakan untuk para tamu untuk membasuh tangan mereka untuk pengudusan sebelum memasuki resepsi perkawinan.
Yesus berkata kepada orang-orang Farisi mengenai pertanyaan mereka tentang tata cara pembasuhan:
“Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.” (Mrk 7:6-7)
Yesus datang ke dunia untuk memberitakan injil Kerajaan Allah, tetapi pertama-tama, Ia harus berbicara mengenai adat istiadat orang Yahudi ini. Di bawah anugerah keselamatan-Nya, praktek seperti tata cara pembasuhan tangan harus dihilangkan. Yesus memperkenalkan pentahiran dari dalam yang jauh lebih baik, yaitu penyucian hati seseorang melalui firman-Nya.
Yesus mengajarkan:
“Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.” (Mat 5:21-22)
Seseorang dapat merasa benci dan iri terhadap saudaranya. Selama ia tidak membunuh, ia tetap memelihara hukum Taurat. Tetapi, Yesus mengajarkan bahwa ini tidak cukup. Ia membawa anugerah keselamatan yang sama seperti anggur yang baru, dan Ia menghendaki manusia mempersiapkan kantong kulit yang baru untuk menerimanya (Mat 9:16–17).
Ketika Ia berada di Samaria, Yesus berkata kepada seorang perempuan Samaria:
“Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. …Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” (Yoh 4:21-24)
Yerusalem adalah tempat di mana Bait Allah berdiri, tempat berkumpulnya umat pilihan untuk menyembah Allah. Tetapi setelah Yesus datang, menyembah Allah tidak lagi terbatas hanya di Yerusalem atau tempat khusus lainnya. Bukan tempatnya yang penting. Melainkan iman yang murni dalam hati seseorang untuk sungguh-sungguh menyembah dan melayani-Nya. Orang-orang Farisi mengajar di sinagoge menurut peraturan dan ketetapan hukum Taurat dan adat istiadat orang Yahudi. Namun banyak dari mereka yang munafik, sikap yang tidak disukai oleh Allah.
“Kita mungkin datang dan duduk di aula gereja di hari Sabat, tetapi apakah kita datang dengan hati untuk menyembah dalam roh dan kebenaran?”
Demikian juga hari ini, kita tahu bahwa kita harus memegang hari Sabat. Kita mungkin datang dan duduk di aula gereja di hari Sabat, tetapi apakah kita datang dengan hati untuk menyembah dalam roh dan kebenaran? Atau apakah kita hanya datang untuk memperlihatkan diri kita kepada orang lain dan untuk bersosialisasi? Setelah kebaktian berakhir, apakah kita sungguh-sungguh mengikuti ajaran yang telah kita terima dari Firman Tuhan? Yesus melakukan mukjizat yang pertama di resepsi perkawinan untuk melepaskan topeng kemunafikan. Penyembah Tuhan sejati juga harus melakukan hal yang sama – pertama-tama melepaskan sikap yang salah dan menunjukkan ketulusan hati untuk melayani Tuhan.
TENTANG HUKUM TAURAT
“Sebelum iman itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan. Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman. Sekarang iman itu telah datang, karena itu kita tidak berada lagi di bawah pengawasan penuntun. Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus.” (Gal 3:23-26, penekanan ditambahkan)
Di dalam Perjanjian Lama, umat Tuhan berada dalam pengawalan hukum Taurat. Tetapi hal ini hanya berlaku, sampai Yesus datang membawa anugerah keselamatan, yang kita warisi melalui iman. Hari ini, kita memegang Sepuluh Hukum Tuhan, tetapi kita tidak lagi berada di bawah aturan hukum Taurat. Seperti yang dituliskan oleh rasul Paulus:
“Yang dimaksud ialah: selama seorang ahli waris belum akil balig, sedikit pun ia tidak berbeda dengan seorang hamba, sungguhpun ia adalah tuan dari segala sesuatu; tetapi ia berada di bawah perwalian dan pengawasan sampai pada saat yang telah ditentukan oleh bapanya. Demikian pula kita: selama kita belum akil balig, kita takluk juga kepada roh-roh dunia. Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak.” (Gal 4:1-5)
BAGAIMANA ENGKAU DAPAT MENYIMPAN ANGGUR YANG BAIK SAMPAI SEKARANG?
Ketika yang empunya pesta itu mengecap air yang telah menjadi anggur itu, ia memanggil mempelai laki-laki dan berkata kepadanya, “Setiap orang menghidangkan anggur yang baik dahulu dan sesudah orang puas minum, barulah yang kurang baik; akan tetapi engkau menyimpan anggur yang baik sampai sekarang.” (Yoh 2:10)
Memang, anggur yang baru jauh lebih baik dari yang lama. Anggur yang baru ini adalah kebenaran akan keselamatan yang datang melalui darah Yesus yang mahal, untuk membebaskan kita dari adat istiadat orang Yahudi dan aturan hukum Taurat.
Ukuran keselamatan di Perjanjian Lama adalah kerinduan akan anggur baru dari Yesus. Ucapan dari pemimpin pesta, menggemakan perasaan ini: “Bagaimana Engkau dapat menyimpan anggur yang baik sampai sekarang?”