Tuhan Membimbing Langkah Kita (Bagian 2)
Kumpulan Kesaksian Pemuda Gereja Yesus Sejati
Catatan editor: Pada bagian pertama artikel ini (Manna 92), empat pemuda membagikan pengalaman mereka tentang pimpinan Tuhan ketika mereka mengambil langkah awal menuju kedewasaan—di tahun-tahun sebelum, selama, dan setelah universitas. Dengan merenungkan arah hidup mereka, mereka diperlihatkan keadaan iman mereka dan belajar untuk percaya dan mendekat kepada Tuhan bahkan ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana. Dalam momen pendewasaan seperti itu, hubungan kita dengan Bapa surgawi kita terbentuk dan kita menempa iman yang mandiri. Dalam bagian kedua ini, kami memberikan tiga kesaksian lagi tentang bagaimana pilihan kita dapat mempengaruhi iman kita dan bagaimana kita harus menyerahkan rencana kita kepada Tuhan dan kehendak-Nya, karena Dia menentukan arah langkah kita (Ams 16:9).
CARILAH DAHULU KERAJAAN ALLAH
Sarah Tan Hui Shyn—Singapura
Haleluya, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, saya bersaksi tentang ketika saya menempuh pendidikan di luar negeri dan bagaimana saya belajar mencari Tuhan terlebih dahulu dalam hidup saya.
Setelah menyelesaikan sekolah menengah pada tahun 2015, saya memutuskan untuk melanjutkan studi saya di Canberra, Australia. Program studi dasar disana hanya berlangsung selama satu tahun, dibandingkan dengan program kuliah pra-universitas selama dua tahun di Singapura. Ini berarti saya dapat memulai pendidikan SMA saya dan masuk universitas setahun lebih awal. Banyak jemaat gereja mempertanyakan keputusan saya untuk belajar di Canberra karena tidak ada Gereja Yesus Sejati (GYS) setempat di sana. Meskipun saya memahami kekhawatiran mereka, tapi saya tidak terlalu memikirkannya. Saya tahu menghadiri kebaktian gereja itu penting tetapi tidak menganggapnya sepenting itu. Saya merasa bahwa iman setiap orang adalah hubungan pribadi mereka dengan Tuhan, jadi saya yang berusia enam belas tahun tidak melihat perlunya gereja secara fisik. Dengan naif saya berpikir bahwa iman saya akan tumbuh lebih kuat dalam situasi seperti itu.
Ketika saya pertama kali tiba di Canberra, semuanya berjalan lancar. Saya berdoa, melakukan renungan harian, dan memegang hari Sabat untuk Tuhan. Hidup tidak terasa sesulit yang orang peringatkan kepada saya.
Namun seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa saya mulai mundur dari rutinitas saya. Doa harian saya menjadi semakin singkat, saya kurang berupaya untuk beribadah, dan saya mulai tertidur ketika mendengarkan khotbah. Saya tahu ada sesuatu yang salah dan saya mengambil risiko kehilangan Tuhan jika saya tidak melakukan sesuatu untuk memperbaiki masalah ini. Selama masa itu, secara kebetulan, saya mendengar khotbah yang mengingatkan kita bahwa iman kita kepada Tuhan harus progresif. Iman seseorang tidak pernah stagnan—ia akan meningkat atau menurun.
Karena pesan ini, saya mulai lebih banyak berdoa dan mengubah cara saya beribadah. Daripada mendengarkan khotbah sambil berbaring di tempat tidur yang membuat saya mengantuk, saya duduk di depan meja. Rutinitas ini berlanjut selama sisa tahun itu, dan saya bersyukur kepada Tuhan bahwa Dia memelihara saya dan membuat saya aman dalam pelukan-Nya.
Sama seperti ketika saya sedang menyelesaikan studi matrikulasi saya, sebuah pemikiran tiba-tiba muncul di benak saya: mengapa saya memilih untuk sekolah di tempat yang tidak ada gereja di dekatnya? Melihat ke belakang, hal itu tidak masuk akal. Saya sedang mempertaruhkan kesejahteraan kerohanian saya. Saya ingin belajar hukum yang bukan gelar khusus. Saya tidak lagi melihat keuntungan sekolah di Canberra. Saya membicarakan tentang ini dengan ayah saya dan kami menyimpulkan bahwa saya harus sekolah di kota yang ada GYS.
Saya mendoakan masalah ini tapi segera mulai merasa takut. Saya tidak suka ide memulai dari awal lagi—mengenal orang baru dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Lagipula, saya sudah tinggal di Canberra selama setahun. Saya tidak ingin meninggalkan teman-teman saya yang telah melalui suka dan duka bersama saya.
Saya harus segera memutuskan tapi saya banyak bergumul. Pada saat itu, sebuah nas Alkitab muncul ketika saya melakukan renungan harian saya. Matius 6:33: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”
Nas ini menjadi faktor penentu. Meskipun saya khawatir tentang masa depan saya yang tidak jelas, tetapi saya bersandar pada janji Tuhan. Saya percaya Dia akan mengatur dan menyelesaikan segalanya untuk saya karena saya mencari Dia terlebih dahulu.
Dalam retrospeksi, ini adalah keputusan pertama yang saya buat di mana saya mengutamakan Tuhan.
Puji Tuhan, keputusan saya untuk pindah ke Melbourne adalah benar. Tuhan memberkati dan membimbing saya dalam hal menetap di lingkungan baru, memungkinkan saya untuk beribadah kepada-Nya di gereja. Satu tahun di Canberra membantu saya untuk membentuk hubungan dengan Tuhan dan mengajarkan saya betapa berharganya berada di gereja-Nya. Namun, pindah ke Melbourne menunjukkan kepada saya nilai persekutuan dengan saudara-saudari dan pentingnya memiliki teman rohani. Sekarang saya mengerti mengapa Paulus merindukan rekan-rekannya—saya mengalami kehangatan, kasih, dan kebaikan para jemaat Melbourne yang karenanya saya bersyukur kepada Tuhan. Kami berdoa, bermain, dan saling mendorong untuk memperbaiki diri dalam perjalanan iman kami. Saya bersyukur kepada Tuhan karena mengizinkan saya untuk melayani di paduan suara, kebaktian pujian, dan tim penginjilan. Saya banyak belajar dan bertumbuh secara rohani.
Tuhan juga memberkati saya secara fisik. Ketakutan awal saya untuk memulai kembali di tempat asing tidak terbukti, karena Tuhan memenuhi semua kebutuhan saya. Saya tinggal di asrama baru di kampus yang indah yang saya pilih secara online meskipun hanya ada sedikit informasi. Dari semua asrama yang tersedia, ternyata inilah yang terbaik—berada di lokasi yang paling mudah diakses. Tuhan memberikan tiga teman kampus yang baik kepada saya. Dia juga memberkati saya secara akademis dan menyediakan saya beberapa tawaran pekerjaan di Singapura bahkan ketika saya masih sekolah di Melbourne.
Dengan ini saya mengatakan, hasil terbaik saya selama lima tahun tinggal di Australia adalah berkat rohani. Tuhan mengajar saya untuk bertanggung jawab atas iman saya, juga agar waspada dan berjaga-jaga, karena Iblis berjalan berkeliling, menunggu kesempatan untuk menelan kita (1 Pet 5:8). Dengan membuat penyesuaian dalam hidup kita (baik besar atau kecil), Tuhan akan membantu kita mendekat kepada-Nya jika kita bertekad untuk berusaha. Kita dapat benar-benar mengalami kasih karunia dan berkat Tuhan dengan mencari Tuhan terlebih dahulu.
Dalam hidup, setiap kali kita dihadapkan pada pilihan, marilah kita menjadi berani dan bersandar pada janji-Nya—bahwa jika kita mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, Dia pasti akan menyediakan (Mat 6:33).
PENGATURAN TUHAN YANG SEMPURNA: PERJALANANKU KE UNIVERSITAS
Jemima Hsu—London, Inggris
Dalam nama Tuhan Yesus Kristus, saya bersaksi tentang bagaimana Tuhan membimbing saya masuk ke universitas. Melihat ke belakang, saya dapat melihat tangan-Nya selama proses aplikasi. Bagi mereka yang menunggu tawaran penerimaan universitas atau hasil ujian, saya harap kesaksian saya memberikan beberapa kepastian selama melangkah menuju kedewasaan yang menegangkan ini. Bagi yang lainnya– entah kita sudah lama melewati universitas atau masih jauh dari universitas—saya harap hal ini mengingatkan kita bahwa, sementara kita mungkin menghadapi ketidakpastian tentang masa depan kita, tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena Bapa surgawi kita memegang kendali secara mutlak.
Saya ingin belajar teknik biomedis, jurusan khusus yang tidak ada di banyak universitas. Pada waktu bersamaan, saya ingin tinggal di dekat gereja. Saya tahu bahwa akan sangat sulit untuk mempertahankan iman saya jika sebaliknya. Saya memutuskan untuk mendaftar ke universitas di tiga kota: Edinburgh, di mana saya memiliki keluarga dan kelas pendidikan agama (meskipun hanya kursus teknik umum yang tersedia secara lokal); Glasgow, di mana ada tempat ibadah Gereja Yesus Sejati (GYS) dan yang hanya berjarak seperjalanan akhir pekan dari Edinburgh; dan London, di mana saya tahu ada para pemuda yang setia dan aktif di gereja.
Di Skotlandia, para siswa mendaftar sampai maksimum lima program universitas selama tahun terakhir sekolah menengah atas yang dimulai pada bulan Oktober. Saya membuat lima pilihan dan mengirimkan aplikasi saya pada awal Desember 2018. Banyak yang menerima penawaran mereka dalam waktu seminggu atau bahkan pada hari yang sama. Mereka yang masih menunggu merasa cemas dan gelisah. Aplikasi universitas muncul di hampir setiap percakapan. Saya memiliki imajinasi yang aktif dan sering memikirkan skenario terburuk. Tapi kali ini, saya merasa lebih tenang daripada teman-teman sekelas saya—meskipun saya khawatir, tetapi saya tahu semuanya ada di tangan Tuhan. Dalam doa, saya memohon Tuhan untuk memimpin saya ke mana Dia ingin saya pergi dan juga untuk membantu saya dengan rendah hati menerima kehendak-Nya dan beriman bahwa Dia tahu yang terbaik. Puji Tuhan saya menerima dua tawaran di universitas pilihan pertama saya (pilihan keempat dan kelima saya) dalam waktu seminggu.
Saya baru menerima undangan wawancara untuk program pilihan pertama saya di universitas yang sangat kompetitif pada pertengahan Januari. Ketika waktu wawancara semakin dekat, saya menjadi semakin gugup karena saya tidak mendengar kabar apa pun dari dua universitas lainnya (pilihan kedua dan ketiga saya). Namun, satu setengah minggu sebelum wawancara, saya menerima tawaran dari universitas pilihan ketiga saya dan tawaran dari universitas pilihan kedua saya empat hari kemudian—dan yang mengejutkan saya, tawaran terakhir dibuat tanpa harus menghadiri wawancara. Ini adalah waktu di mana Tuhan menunjukkan kemurahan-Nya—Dia memberikan saya kepastian ini tepat sebelum wawancara saya yang sangat penting. Ini meningkatkan kepercayaan diri saya karena saya tahu saya memiliki dua penawaran cadangan yang akan saya terima dengan senang hati.
Sebelum wawancara, saya berdoa dalam hati dan merenungkan anugerah yang telah Tuhan berikan kepada saya. Selama wawancara, saya menjawab pertanyaan dengan percaya diri, meskipun saya tidak selalu yakin saya benar. Namun, ketika saya berbicara dengan kandidat lain setelah wawancara, saya yakin bahwa wawancara saya sangat buruk dibandingkan mereka. Kandidat lainnya datang dari seluruh dunia dan saya merasa mereka lebih berpengetahuan daripada saya. Saya ragu apakah saya akan menerima tawaran.
Kami diberitahu bahwa penawaran akan dirilis satu bulan kemudian. Selama masa penantian ini, saya memohon Tuhan untuk membimbing saya agar percaya pada kehendak-Nya dan membantu saya menerima keputusan-Nya tidak peduli apa pun hasilnya. Ketika universitas menghubungi saya, saya sudah setengah yakin bahwa saya tidak akan menerima tawaran. Namun, pada pukul 10 malam, saya menerima tawaran dengan syarat mencapai tiga nilai A di Advanced Higher (ujian sekolah menengah Skotlandia yang dilakukan pada tahun terakhir).
Ketika hasil Advanced Higher mendekat, saya yakin bahwa prestasi saya cukup baik dalam dua dari tiga mata pelajaran saya, tapi bukan dalam ujian Mekanik saya. Persyaratan untuk meraih nilai A adalah tujuh puluh persen. Meskipun seorang saudari gereja memberitahu saya bahwa batas kelas Advanced Higher sering diturunkan beberapa poin persentase, saya merasa itu tidak mencukupi.
Pada hari pengumuman hasil, saya sedang berada di Kursus Pelatihan Teologi Pemuda di GYS Leicester. Ketika saya tahu bahwa saya mendapat tiga nilai A, saudara seiman di Leicester mengucap syukur kepada Tuhan untuk saya. Mereka tahu betapa gugupnya saya. Ketika saya sampai di rumah, saya menemukan bahwa saya mendapat enam puluh lima persen di Mekanik dan batas nilai-A telah diturunkan tepat pada enam puluh lima persen. Saya dan ibu saya menyadari bahwa hasil saya yang pas di batas nilai bukan kebetulan tetapi diatur oleh Tuhan. Seperti yang Ibu saya katakan, hal itu memberitahukan saya tentang dua hal.
Pertama, Tuhan ingin saya kuliah di universitas tertentu ini di London. Awalnya, saya khawatir karena harus pindah begitu jauh. Namun jika ini bukan kehendak Tuhan, hasil saya hanya perlu satu persentase di bawah batas nilai untuk memberikan hal yang sangat berbeda. Hanya oleh pengaturan Tuhan semuanya menjadi begitu sempurna. Lagipula, dua KKR Siswa tahunan terakhir yang saya hadiri sebelum pendaftaran universitas ada di London. Tuhan tahu bahwa saya akan membutuhkan beberapa hal yang saya sudah kenal dan kepastian untuk pindah dari rumah ke London yang jauhnya empat ratus mil. Saya telah berdoa memohon bimbingan Tuhan sejak awal proses aplikasi saya. Siapakah saya sekarang untuk mempertanyakan keputusan-Nya ketika Dia telah menjelaskan arah langkah saya?
Kedua, Tuhan ingin mengajar saya untuk menjadi rendah hati. Tanpa pengaturan Tuhan, saya tidak akan pernah berhasil masuk ke universitas pilihan pertama saya. Oleh karena itu, ini adalah anugerah Tuhan, bukan hasil dari kemampuan atau kerja keras saya.
Ketika saya memasuki tahun terakhir saya di universitas, saya harus terus-menerus mengingatkan diri saya bahwa saya berada di sini bukan karena kemampuan saya sendiri tetapi karena anugerah Tuhan. Melihat kembali segala sesuatu yang menyebabkan kepindahan itu, terbukti bahwa ada tangan Tuhan di dalamnya. Saya berharap kisah saya memberikan pengharapan dan penghiburan bagi mereka yang akan memasuki universitas pada saat yang mendatang dalam hidup mereka. Apakah Anda sedang mempertimbangkan untuk masuk ke universitas atau tidak, saya berharap Anda dapat melihat tuntunan tangan Tuhan dalam kesaksian saya dan merenungkan berkat Tuhan dalam hidup Anda. Kita mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi besok, tetapi masa depan ada di tangan Tuhan.
“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” (Ams 3:5–6)
WAKTU DAN PEMELIHARAAN TUHAN ITU SEMPURNA
Louise Chan—Edinburgh, Inggris
Masa transisi dari seorang mahasiswa ke kehidupan kerja dapat menjadi suatu hal yang menakutkan. Kita mungkin bertanya: Apakah saya akan mendapat pekerjaan? Berapa lama masa pencarian kerja? Bagaimana jika tidak ada peran yang cocok untuk saya? Dengan jalur karir yang tidak jelas di depan kita maka wajarlah untuk merasa cemas tentang masa depan. Pada saat-saat ini, perasaan manusiawi kita mungkin yang menguasai kita, sehingga sulit untuk percaya sepenuhnya kepada Tuhan.
Di dalam Alkitab, Yusuf memiliki permulaan yang sulit di awal kehidupannya. Dari sudut pandang sekuler, dia dikutuk dengan nasib buruk: dari dijual sebagai budak hingga difitnah dan dipenjarakan. Masa depannya tidak pasti, tetapi Tuhan memiliki tujuan yang lebih tinggi baginya. Perjalanan hidup kita mungkin tidak berjalan seperti yang kita bayangkan dan kita mungkin tidak mengerti mengapa segala sesuatunya tampak memburuk. Tapi kita harus ingat bahwa Tuhan memiliki rencana dan waktu-Nya untuk kita semua.
Selain itu, Tuhan sering menggunakan peristiwa dan keadaan di sekitar kita untuk mengajarkan kita apa yang harus kita pelajari. Melalui pengalaman mencari pekerjaan penuh waktu pertama saya, saya belajar untuk percaya kepada Tuhan, untuk memiliki kesabaran, dan untuk memiliki kerendahan hati untuk taat pada kehendak-Nya.
MENGHADAPI KENDALA
Setelah lulus pada musim panas 2018, pencarian saya untuk pekerjaan di desain grafis berlangsung selama berbulan-bulan, tapi hanya menghasilkan beberapa pekerjaan paruh waktu untuk sementara. Mendapat pengalaman memang baik, tetapi saya mendambakan pekerjaan jangka panjang. Saya juga berambisi dan ingin pindah dari rumah, di mana ada peluang yang lebih luas untuk unggul dalam karir. Namun, segalanya berubah semakin buruk setiap kali mereka mulai tampak menjanjikan.
Pada musim semi tahun 2019, saya diterima untuk magang di lingkungan yang kompetitif dan jauh dari rumah. Saya sangat senang dengan kesempatan ini. Karena inilah yang saya inginkan, saya juga menganggap itu adalah kehendak Tuhan untuk saya. Pada musim panas, saya telah menetap di kota baru dan menantikan peran baru. Namun seminggu kemudian, kontrak saya tiba-tiba dibatalkan karena ada masalah di perusahaan tersebut. Saya merasa hal ini sulit untuk diterima dan mulai mempertanyakan: jika ini adalah kehendak Tuhan, mengapa Dia memberi, hanya untuk mengambilnya dengan begitu mudah?
Namun demikian, saya kembali mencari pekerjaan. Semakin lama saya menunggu, saya semakin putus asa, bahkan sampai pada titik mempertimbangkan perubahan karir sepenuhnya. Saya mulai meragukan diri dan kemampuan saya. Jauh di lubuk hati, saya mulai meragukan Tuhan dan kasih-Nya untuk saya. Hati saya yang ragu membuat menghadiri kebaktian dan persekutuan terasa seperti tugas dan pelayanan saya kepada Tuhan dilakukan dengan enggan.
Setelah beberapa bulan, saya mulai bekerja paruh waktu di industri retail. Namun, saya harus mengundurkan diri tiga bulan setelah bekerja karena saya mengalami kecelakaan di luar kerja—pergelangan kaki saya retak dan terkilir, sehingga harus dioperasi. Pada saat dalam perjalanan dan di dalam ruang operasi yang dingin, saya menyadari bahwa tidak ada yang dapat membantu saya dalam situasi seperti ini—tidak ada keluarga, teman, bahkan ahli bedah tulang—jika ada yang tidak beres. Saya hanya dapat bersandar kepada Tuhan. Dari titik balik ini, saya memutuskan untuk lebih berupaya dalam berdoa, membaca Alkitab, dan membangun kembali hubungan percaya dengan Tuhan selama pemulihan saya, yang berlangsung selama empat bulan.
Pada bulan Desember 2019, saya mengikuti wawancara pertama untuk pekerjaan yang saya dapatkan saat ini. Namun, posisi ini kemudian ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan oleh karena pandemi. Tidak ada yang berjalan sesuai harapan saya. Pencarian pekerjaan saya telah berlangsung selama lebih dari satu setengah tahun. Syukurlah, keadaan ini menciptakan ruang yang berharga untuk introspeksi diri. Saya menyadari bahwa saya telah tidak sabar dalam pencarian saya. Melalui perjalanan ini, Tuhan ingin mengajarkan saya tentang kesabaran.
KESABARAN ADALAH KUNCI
Ketika menunggu hasil wawancara, saya berdoa dan memilih untuk menyerahkan hasilnya ke tangan Tuhan. Saya bertekad untuk menantikan Tuhan untuk melihat apakah Dia akan memberikan saya pekerjaan ini. Jika tidak, saya akan menunggu kesempatan lainnya. Akhirnya tawaran pekerjaan dipastikan akan dimulai pada bulan April 2020, lima bulan setelah wawancara pertama. Saat ini, mungkin ada hal-hal yang kita nantikan—baik itu pekerjaan baru atau babak baru dalam kehidupan kita—namun waktu yang Tuhan tetapkan itu tepat karena Dia menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya (Pkh 3:11).
DIKENAKAN DENGAN KERENDAHAN HATI
Setelah perenungan yang lebih mendalam, saya menyadari bahwa saya kurang memiliki kerendahan hati untuk tunduk pada jalan yang dirancang Tuhan. Saya berkemauan keras dan memiliki hati yang sombong, karena saya bercita-cita untuk memulai karir saya di peran yang tinggi. Tuhan memahami keadaan iman saya, sehingga mencegah saya untuk segera memulai pekerjaan penuh waktu. Dia memastikan saya tidak menjadi sombong dan memberi saya waktu untuk memperbaiki iman. Tuhan tidak mengizinkan saya untuk magang karena Dia tahu saya tidak dapat menerima tekanan dari lingkungan yang kompetitif. Dia memberikan saya cukup waktu untuk merenungkan dan belajar tentang kerendahan hati. Meskipun peran saya saat ini tidak seperti yang saya harapkan, tetapi itu adalah posisi yang paling cocok untuk saya dalam banyak hal yang sekaligus memberikan saya fleksibilitas untuk melakukan pekerjaan gereja. Dengan tunduk pada kehendak-Nya, saya belajar bahwa pemeliharaan-Nya sempurna. Segala sesuatu dilakukan bukan atas kehendak kita sendiri, tetapi atas kehendak Tuhan: “Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu” (Yak 4:15b).
PERCAYA KEPADA TUHAN
Seiring berjalannya waktu, saya melihat kehendak Tuhan dinyatakan dan segera melihat gambaran yang lebih besar. Saya menyadari bahwa saya tidak percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Sekarang, saya percaya bahwa adalah kehendak Tuhan agar saya tinggal di Edinburgh untuk bekerja. Dengan berada di rumah, saya selalu ada ketika keluarga saya sangat membutuhkan saya, terutama ketika kakek saya dirawat di rumah sakit dan akhirnya dipanggil untuk beristirahat di dalam Tuhan. Meskipun kita mungkin tidak melihat alasan di balik peristiwa tertentu, tetapi kita harus ingat bahwa rancangan Tuhan terhadap kita adalah damai sejahtera dan bukan kecelakaan, untuk memberikan kita hari depan yang penuh harapan (Yer 29:11). Lambat laun, iman saya kepada Tuhan diperkuat, karena saya lebih memahami Dia melalui firman-Nya. Menghadiri kebaktian dan persekutuan kembali menjadi suatu sukacita. Semakin saya percaya, semakin saya mengasihi Tuhan. Melayani Dia menjadi lebih mudah. Saya tidak melayani dengan setengah hati, tetapi dengan rela. Tanpa kasih, kita akan merasa sulit untuk melayani, karena kita harus mempersembahkan waktu dan tenaga untuk melakukan pelayanan. Ketika kita mengingat kasih karunia Allah di dalam Alkitab dan dalam kehidupan kita, kita akan dijamah oleh-Nya, dan kasih ini akan mendorong kita untuk melayani (2 Kor 5:14-15). Lagipula, “Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia” (Rm 8:28a), dan Dia akan menyediakan ketika kita menaruh iman dan kepercayaan kita kepada-Nya.
KASIH KARUNIA TUHAN ITU CUKUP
Puji Tuhan atas kasih karunia-Nya yang luar biasa, saya dapat memulai peran permanen penuh waktu selama adanya lockdown nasional di tengah pandemi global–saat peluang untuk mendapatkan pekerjaan sangat tipis. Daripada pindah beberapa mil jauhnya, sekarang saya diberkati untuk bekerja dari rumah. Melalui pengalaman ini, Tuhan membimbing saya ke tempat yang saya butuhkan. Memang, “hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya” (Ams 16:9).
Perjalanan hidup kita mungkin mengambil jalan memutar yang tidak terduga, tetapi Tuhan tetap menjadi cahaya penuntun kita melewati jalan yang kasar dan mulus, melewati bukit dan lembah. Bahkan jika waktu menjadi sulit, kita harus ingat bahwa Tuhan memberikan kita kepahitan dalam hidup agar kita dapat merasakan manisnya kasih karunia Tuhan. Dalam kisah Yusuf, kita tahu bahwa Tuhan menyertai dia meskipun dalam masa sulitnya. Apa pun yang dia lakukan, Tuhan menunjukkan belas kasihan kepadanya dan memberinya kesuksesan. Kita harus menjadi seperti Yusuf—bahkan ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginan kita, kita harus percaya kepada Tuhan untuk memimpin kita dalam rancangan-Nya bagi kita. Tuhan memiliki tujuan yang lebih tinggi bagi kita dan kita perlu fokus pada hubungan kita dengan-Nya. Ketika kita beralih ke tahap baru dalam hidup kita, ingatlah bahwa segala sesuatu ada masanya, dan untuk apa pun di bawah langit ada waktunya (Pkh 3:1). Pada akhirnya, satu-satunya Tuhan Yang Esa yang kita percayai adalah Dia yang menciptakan langit dan bumi. Di dalam Dia, kita dapat percaya sepenuhnya.