4. Berakar dalam Kristus (Bagian 2)
Download |
PDF File |
Edisi Lainnya |
Michael Chan — Leicester, Inggris
PENGEMBANGAN ROHANI
Kita telah membahas bahwa rencana dan wahyu Tuhan sangatlah penting dalam pembangunan iman kita, namun manusia juga harus memiliki keinginan untuk mengejarnya, sebelum Tuhan memberikan kita pemahaman. Sama seperti tanaman membutuhkan tanah dan kondisi yang cocok untuk bisa berkembang, kita juga harus mengembangkan lingkungan rohani yang ideal agar iman kita dapat bertumbuh. Berikut adalah beberapa persyaratannya:
A. Bersedia Hidup Kudus
Setelah Daniel mencatat dan memeteraikan nubuat tentang akhir zaman, dia meminta para malaikat untuk menjelaskan lebih lanjut hal-hal yang akan terjadi (Dan. 12:9-10). Namun mereka menjawab bahwa belum waktunya bagi Tuhan untuk menyingkapkan makna perkataan itu. Kepada siapa nantinya hal ini akan disingkapkan? Kepada mereka yang suci dan bijak. Jika kita mengejar kehidupan yang kudus dan berkenan kepada Tuhan, Ia pun akan memberikan kita pengetahuan tentang kebenaran. Hari ini, kita harus memiliki keinginan dan bertekad untuk menjalani kehidupan yang kudus, yaitu hidup dengan menjauhi segala kejahatan dan kecemaran, baik dalam perkataan, sikap, dan perbuatan. (2Tim. 3:1-7).
B. Melakukan Kebenaran
“Lalu Ia berkata lagi: “Camkanlah apa yang kamu dengar! Ukuran yang kamu pakai untuk mengukur akan diukurkan kepadamu, dan di samping itu akan ditambah lagi kepadamu. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.”” (Mrk. 4:24-25)
“Ukuran” di sini tidak mengacu pada ukuran standar, yang biasanya kita gunakan untuk mengukur orang lain, tetapi ukuran mentalitas dan hati kita pada firman Tuhan. Dari bagaimana kita mendengar, menerima dan mempraktekkan firman Tuhan, Dia pun akan memberkati kita selaras dengan itu. Ketika kita mau belajar dan melakukan firman Tuhan, Tuhan pun akan memberi kita pengertian (Yoh. 7:16-17). Tetapi jika kita hanya menerima firman Tuhan sebagai pengetahuan dan tidak pernah diterapkan dalam kehidupan, maka kita pun tidak akan pernah dapat memahaminya. Oleh karena itu, Yesus menyamakan orang yang mendengar dan melakukan firman-Nya dengan orang yang membangun rumahnya di atas batu (Mat. 7:24). Mereka yang melakukan firman Tuhan akan mendapatkan berkat dan pencerahan, sehingga mereka akan lebih lagi menghargai kebenaran Tuhan.
“Tetapi jika kita hanya menerima firman Tuhan sebagai pengetahuan dan tidak pernah diterapkan dalam kehidupan, maka kita pun tidak akan pernah dapat memahaminya.”
Kita melihat hal ini terjadi pada murid-murid dalam Kisah Para Rasul: pemahaman mereka tentang firman Tuhan meningkat secara signifikan, karena mereka terus menerus mengamalkan firman Tuhan, sehingga Tuhan membuat mereka selalu ingat pada Firman-Nya. Misalnya saja, Yohanes menceritakan nubuat Yesus tentang bait Allah yang dirombak dan didirikan kembali dalam tiga hari—setelah kebangkitan Yesus, mereka dapat menyadari bahwa yang sedang Dia katakan tentang bait Allah adalah tubuh-Nya sendiri (Yoh. 2:21-22).
C. Menantikan Tuan Kita dengan Sabar
Kita dapat menjadi frustasi saat membaca Alkitab, karena tidak dapat langsung memahaminya. Kita mungkin tidak sabar. Keinginan untuk memahami firman Tuhan itu penting, tetapi jika kita dengan mudah mendapatkannya, maka secepat itu pula kita dapat melepaskannya. Inilah sebabnya Alkitab memberitahu kita untuk menanti-nantikan Tuhan (Mzm. 130:5). Jika kita mempelajari firman-Nya dengan sabar dan tekun, dengan hati yang percaya kepada Tuhan, maka Dia akan menyingkapkan segalanya pada waktu-Nya.
D. Percaya kepada Kristus dan Gereja-Nya
Untuk berakar kuat di tempat yang benar, kita harus benar-benar percaya dan berpegang pada doktrin yang benar (Yoh. 17:6-8). Di antaranya adalah percaya pada gereja yang benar, sebagai pelayan doktrin-doktrin tersebut (1Kor. 4:1; Kol. 1:25). Mampukah kita melakukan, memberitakan, dan membela ajaran gereja tanpa pertanyaan? Oleh sebab Tuhanlah yang memberi pengertian, jika kita membiarkan keraguan menyusup, maka pemahaman kita tentang firman Tuhan dan kebenaran secara perlahan-lahan akan berkurang. Jika ini terus berlanjut, kita mungkin dapat terjerumus dan menipu diri kita sendiri, yaitu dengan mengira bahwa kita memiliki tingkat pemahaman yang baik namun sesungguhnya menyimpang dari injil sejati. Oleh karena itu, kita harus percaya dengan sepenuh hati kepada gereja yang benar dan kebenaran Injil keselamatan yang sepenuhnya.
E. Merenungkan Firman Tuhan
Ketika kita mempelajari Alkitab ataupun mendengarkan khotbah, kita harus merenungkan dan merefleksikan firman yang kita terima (Mzm 1:1-2). Hanya dengan melakukan hal ini, barulah kita akan memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan lebih luas tentang firman-Nya, melampaui apa yang tampak dari kulitnya. Kita akan mulai memahami bagaimana bagian-bagian tertentu berhubungan dengan bagian-bagian dan pengajaran-pengajaran lainnya dari Alkitab. Merenungkan firman Tuhan adalah alasan mengapa orang-orang kudus di masa lampau memiliki hubungan yang begitu erat dengan Tuhan. Mereka dapat bertahan terhadap tantangan apa pun, karena mereka sangat menghargai dan memiliki pemahaman yang lebih dalam akan firman dan kehendak Tuhan. Hari ini, kita pun harus melakukan hal yang demikian.
F. Diskusi untuk Belajar
Maleakhi berbicara tentang bagaimana Tuhan mendengarkan orang-orang yang mendiskusikan firman Tuhan di antara mereka (Mal. 3:16-18). Matius juga menjelaskan bagaimana murid-murid meminta Yesus untuk menjelaskan sebuah perumpamaan kepada mereka (Mat. 13:11). Kita pun harus melakukan hal yang sama, yaitu membahas firman Tuhan dan mempelajarinya bersama-sama. Dengan rendah hati mengajukan pertanyaan jika kita tidak mengerti dan mendengarkan nasihat, adalah sikap yang penting.
G. Memberitakan dan Membangun
“Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.” (Yos. 1:8)
Memperkatakan firman Tuhan tidak terbatas pada memberitakan Injil kepada orang-orang yang tidak percaya. Kita pun harus memperkatakan dan berbagi akan firman Tuhan kepada saudara-saudara seiman kita baik di kelas, dalam persekutuan, maupun dalam pertemuan sosial lainnya. Ketika kita memperkatakan firman Tuhan, kita harus meyakini dan melakukan apa yang Tuhan telah ajarkan kepada kita. Dengan proses ini, secara alami kita akan dapat merenungkan firman Tuhan dan memperoleh pemahaman dengan lebih mendalam. Inilah sebabnya mengapa para pelayan Tuhan memiliki wawasan yang luar biasa tentang Alkitab, karena semakin mereka memberitakan Injil, mereka semakin diilhami oleh Roh Kudus yang mengingatkan dan membantu mereka semakin memahami akan firman Tuhan, berdasarkan apa yang telah mereka ketahui.
PERTUMBUHAN ROHANI
Meskipun akar tanaman atau pohon tersembunyi di bawah tanah, biasanya kita dapat memperkirakan seberapa dalam dan lebarnya akar itu, dari seberapa tinggi dan besar tanaman tersebut tumbuh di atas tanah. Tanaman kecil, seperti pohon bonsai, akan tetap kecil, kecuali dipindahkan ke pot yang lebih besar, di mana akarnya dapat menjalar lebih dalam. Pada umumnya, akar dan tinggi pohon setidaknya memiliki rasio satu banding satu, untuk menjaganya tetap terpelihara dan berdiri dengan kokoh, tidak peduli seberapa kuat angin bertiup.
“Dan orang-orang yang terluput di antara kaum Yehuda, yaitu orang-orang yang masih tertinggal, akan berakar pula ke bawah dan menghasilkan buah ke atas.” (Yes. 37:31)
Bagaimana kita tahu bahwa iman kita telah berakar dan bertumbuh? Yesaya memberitahu bahwa iman kita akan terlihat dari buahnya. Bagaimana kita dapat mengembangkan iman yang menghasilkan buah? Hari ini, jika kita ingin akar kita tumbuh kuat dan menghasilkan buah rohani, kita harus dengan teguh berakar pada kehendak Tuhan, bukan kehendak kita sendiri. Ketika akar kita menjadi kokoh, kita akan melihat buahnya dari sikap dan doa kita yang berubah. Jadi, doa seperti apa yang akan dihasilkan oleh iman yang berakar?
A. Doa yang Berbuah
1. Jasmani versus Rohani
“…Dari orang-orang dunia ini yang bagiannya adalah dalam hidup ini; biarlah perut mereka dikenyangkan dengan apa yang Engkau simpan, sehingga anak-anak mereka menjadi puas, dan sisanya mereka tinggalkan untuk bayi-bayi mereka. Tetapi aku, dalam kebenaran akan kupandang wajah-Mu, dan pada waktu bangun aku akan menjadi puas dengan rupa-Mu.” (Mzm. 17:14-15)
Ayat-ayat ini berbicara mengenai dua jenis orang percaya. Yang pertama adalah mereka yang puas dengan hal-hal duniawi. Mereka sudah merasa cukup dengan berkat jasmani, seperti kesehatan, kekayaan, kenyamanan, dan keamanan, dan tidak memiliki keinginan untuk mengejar lebih jauh lagi. Tipe kedua adalah mereka yang tidak mencari berkat jasmani, melainkan yang rohani. Mereka menginginkan hubungan yang dekat dengan Tuhan, menjadi lebih serupa dengan Dia, agar suatu hari dapat bersama Dia dalam kekekalan.
Dalam doa kita, apakah kita hanya berdoa untuk hal-hal jasmani? Sudahkah kita berdoa untuk hal-hal rohani? Jika kita berakar dan bertumbuh secara rohani, kita akan mengurangi fokus pada kehidupan jasmani kita, dan lebih pada kehidupan rohani. Kita diberkati memiliki Bapa surgawi yang penuh kasih, yang dapat kita dekati untuk memperoleh anugerah, kesembuhan ketika sakit, dan bimbingan dalam pendidikan atau pekerjaan kita. Tetapi untuk menjadi dewasa dalam iman, kita harus mencari perkara-perkara yang di atas (Kol. 3:2; Mat. 6:33). Dan, menyadari bahwa doa adalah waktu untuk pertumbuhan rohani dan persekutuan yang lebih mendalam bersama Tuhan. Setiap pagi, kita dapat berdoa agar dipenuhi Roh Kudus dan memohon Tuhan membantu kita menjalankan kehendak-Nya dalam segala hal yang kita lakukan. Kita bukan lagi memikirkan apa yang dapat Tuhan lakukan bagi kita, tetapi apa yang dapat kita lakukan bagi Tuhan, yaitu bagaimana menjadi orang yang lebih berkenan kepada-Nya.
“Kita diberkati memiliki Bapa surgawi yang penuh kasih, yang dapat kita dekati untuk memperoleh anugerah, kesembuhan ketika sakit, dan bimbingan dalam pendidikan atau pekerjaan kita.”
2. Diri Sendiri atau Orang Lain
“Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Flp. 2:4)
Orang-orang dunia pada umumnya akan menasihati agar kita memperhatikan kepentingan kita sendiri, tetapi ayat di atas menasihati kita sebaliknya. Jika kita hanya berdoa untuk masalah pribadi, maka kita tidak akan pernah maju secara rohani. Ketika kita mulai berdoa untuk masalah pribadi orang lain, itu merupakan petunjuk bahwa kita sedang bertumbuh dan semakin tidak mementingkan diri sendiri. Ini lebih dari sekadar berdoa untuk teman dekat dan keluarga kita, karena kita mengasihi mereka dan secara pribadi terpengaruh oleh apa yang terjadi pada mereka. Tetapi ketika kita berdoa untuk seseorang di luar keluarga kita dan lingkaran sosial terdekat, terutama mereka yang tidak kita kenal, kita benar-benar menyampingkan egoisme kita dengan mengorbankan waktu dan usaha kita untuk kebaikan mereka. Doa-doa seperti itu menunjukkan kedewasaan rohani.
3. “Dengarkan Aku” versus “Ajari Aku”
“Hamba-Mu aku ini, buatlah aku mengerti, supaya aku tahu peringatan-peringatan-Mu.” (Mzm. 119:125)
Tentunya kita ingin agar Tuhan mendengarkan doa-doa kita. Tetapi, apakah kita pernah memohon respon dari Tuhan? Alih-alih hanya mencari berkat Tuhan, kita juga harus mencari pengajaran-Nya. Pemazmur di ayat ini memohon pengertian dari Tuhan agar dia dapat mengetahui peringatan-peringatan-Nya, yang tidak lain adalah perintah-perintah Tuhan. Kita semua harus mengejar untuk mencapai tingkat pertumbuhan rohani seperti ini, di mana kita berusaha untuk diajar dan dibukakan pengertiannya oleh Tuhan.
4. “Tuhan, Kasihilah Aku” atau “Tolong Aku untuk Lebih Mengasihi-Mu”
“Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.” (2Kor. 5:14)
Saat benih iman pertama kali ditanamkan dalam hati kita, kita akan disentuh oleh kasih Tuhan. Setiap sentuhan kasih ini akan membuat kita tumbuh semakin tinggi, dan doa-doa kita akan mencerminkan kehausan kita akan kasih Tuhan. Tetapi setelah kita dewasa dan belajar untuk menghargai kasih pengorbanan-Nya, kita diilhami untuk membalas kasih itu. Kita ingin lebih mengasihi Dia dan mengasihi orang lain, seperti Dia telah mengasihi kita (Yoh. 15:12). Kasih Kristus mendorong kita untuk mengabdikan diri untuk melayani orang lain (1Yoh. 3:16, 4:17). Jadi dalam doa kita, kita perlu merenungkan dan memohon Tuhan untuk membantu kita memahami kasih-Nya, sehingga kita benar-benar dapat berakar dan bertumbuh.