5. Percaya Tuhan dan Mengakui-Nya
Download |
PDF File |
Edisi Lainnya |
David Lee – Calgary, Canada
SEBUAH BENJOLAN DI LEHER
Saya berterima kasih kepada Tuhan yang telah memberi kesempatan untuk berbagi berkat dan kasih karunia yang Dia berikan kepada saya. Saya juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk berterima kasih kepada saudara dan saudari seiman untuk semua doa, kasih, dan perhatian yang telah ditunjukkan kepada saya. Tanpa mereka, akan lebih sulit untuk menjalani beberapa tahun terakhir ini.
Di akhir September 2007, saat saya mencuci muka sebelum berangkat kerja, saya menemukan adanya benjolan di leher sebelah kanan. Benjolan ini cukup besar, kira-kira 4 cm. Saya benar-benar tidak tahu sejak kapan benjolan itu ada, karena itu adalah pertama kali saya menyadarinya. Saya tidak berpikir terlalu banyak dan sambil bercanda, saya meminta istri saya untuk melihatnya. Namun dia sangat kuatir dan menyuruh saya membuat janji dengan dokter keluarga.
Saat menemui dokter, saya dapat merasakan ia sedikit khawatir tetapi mencoba untuk tidak menimbulkan kecemasan yang tidak beralasan dengan berbicara santai. Dia berkata bahwa dia pernah melihat beberapa pasien dengan kondisi tertentu yang menyebabkan adanya pembengkakan di leher. Tetapi saya tahu, bahwa dia khawatir kondisi saya lebih daripada itu, karena dia membuatkan janji juga untuk ultrasound di samping test untuk kondisi yang dia katakan.
Dia berkata bahwa ultrasound hanyalah tindakan pencegahan, karena dia ingin menyelidiki semua kemungkinan dan berkata saya tidak perlu terlalu khawatir. Saya tidak berpikir banyak pada saat itu. Istri saya sedikit khawatir dan memastikan saya menghadiri semua janji untuk melakukan ultrasound. Saya sangat berterimakasih kepada Tuhan karena keuletan dokter keluarga tersebut, karena jika tidak, kondisi saya mungkin akan semakin memburuk seiring berjalannya waktu.
Di hari saya datang untuk ultrasound, saya sedikit khawatir. Saya berharap hasilnya adalah sesuatu yang mudah disembuhkan dan bukan sesuatu yang buruk. Pemikiran tentang kanker ada di dalam pikiran saya, tetapi saya masih berpikir itu tidak mungkin. Saya tidak berpikir kanker karena di keluarga saya tidak ada yang mengidap kanker.
Mungkin ini yang orang lain katakan sebagai penyangkalan, yang saya lakukan tanpa saya sadari. Dalam situasi tertentu, diri kita tidak menyadari apa yang sesungguhnya terjadi. Tetapi orang-orang di sekitar kita, seperti keluarga dan teman-teman dekat, dapat melihat gambaran yang lebih besar dan membantu kita untuk memahaminya.
Dalam situasi saya, istri sayalah yang melihat apa yang terjadi dan memastikan saya melakukan segala yang diperlukan untuk mengetahui apa yang salah dengan diri saya. Tanpa dia, saya mungkin akan menunda-nunda tes-tes yang harus saya jalani, karena saya tidak merasa sakit, letih, ataupun merasakan gejala-gejala lainnya.
Berharap akan Jawaban-jawaban
Saat ultrasound, teknisinya dengan sangat berhati-hati memeriksa seluruh leher saya, tidak hanya di daerah benjolan. Pemeriksaan berlangsung cukup lama. Di akhir sesi, saya bertanya kepada teknisi apa yang dia lihat, namun dia tidak dapat memberitahu saya. Dia hanya berkata bahwa ada “sesuatu” dan dokter yang akan melihat dengan lebih seksama dan memberitahu saya.
Saya menyadari bahwa dia memeriksa leher saya beberapa kali karena ada benjolan-benjolan lain. Jadi bukan hanya benjolan besar yang ada di sisi leher saya, tetapi ada juga beberapa benjolan yang tumbuh di sekitar leher saya. Sekarang ada lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.
Saat hasil ultrasound datang, saya pergi ke dokter keluarga untuk mendapat jawabannya. Ketika saya menanyakan pendapatnya mengenai hasil ultrasound, dia berkata bahwa ada sebuah benjolan yang besarnya 4 cm dan beberapa benjolan lain di leher saya. Tetapi dia tidak tahu apakah benjolan besar itu mengandung sel kanker. Benjolan lainnya lebih kecil, itulah mengapa saya tidak dapat melihat atau merasakannya.
Dokter menanyakan apakah saya ingin menemui ahli bedah atau spesialis leher. Saya masih lugu saat itu, jadi saya tidak berpikir panjang mengenai pilihan yang dia berikan kepada saya. Saya hanya berkata kepadanya untuk mengatur apa saja yang dia anggap terbaik.
Dia membuatkan janji agar saya menemui ahli bedah dan berkata bahwa saya mungkin perlu melakukan biopsy. Saya mulai merasa sedikit lebih cemas, tetapi saya merasa yang saya rasakan tidaklah sebanding dengan apa yang keluarga saya rasakan. Mereka tidak bercerita kekhawatiran mereka kepada saya, tetapi saya dapat melihat dari wajah-wajah mereka bahwa mereka lebih khawatir.
Saat saya pergi ke dokter spesialis, dia tidak segan-segan mengatakan apa yang ada di pikirannya. Saat pertemuan pertama, dia memegang leher saya dan segera mengatakan bahwa saya mengidap limfoma.
Saya tidak merasa takut atau kuatir pada saat itu, karena sepertinya dokter hanya menebak-nebak dan tidak ada tes yang telah dilakukan. Saya sungguh percaya bahwa Allah mengawasi dan akan memelihara saya.
Iman percaya saya bukanlah iman yang buta. Iman saya didasari oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya bagaimana Dia memelihara saya dan keluarga saya, terutama saat putri saya lahir dengan diafragma hernia di tahun 2003. Saya tahu bahwa ada kemungkinan bahwa benjolan di leher saya bukanlah sesuatu yang serius san hanyalah tumor jinak yang dapat dengan mudah diangkat.
DIAGNOSA
Setelah pemeriksaan fisik oleh ahli bedah, dia mengatur biopsi untuk saya. Ketika hasilnya muncul seminggu kemudian, ahli bedah membuat janji untuk mendiskusikan hasilnya dengan saya.
Dia mempersilahkan kami duduk, diam sebentar, dan kemudian berkata, “Saya minta maaf, hasilnya adalah kanker.” Saya tetap tenang dan bertanya apakah jinak atau ganas. Dia bilang ganas dan menambahkan bahwa itu bukan masalah utamanya.
Dia kemudian melanjutkan bahwa benjolan di leher saya bukanlah sumber dari kanker. Kanker telah menyebar ke leher saya, dan harus berlomba dengan waktu untuk mencari sumbernya.
Pada saat itu, saya tidak dapat menahan diri. Air mata menggenangi mata saya, dan hati saya mulai berdetak kencang. Untuk sejenak, saya merasa Allah telah mengecewakan saya. Saya tidak pernah merasa setakut itu seumur hidup saya.
Pikiran saya melayang ke beberapa scenario. Dapatkah saya sembuh? Berapa besar kemungkinan saya hidup? Berapa lama lagi waktu yang saya miliki? Bagaimana hidup saya akan berubah? Siapa yang akan menjaga keluarga saya?
Melalui beberapa diagnosa, saya berusaha dengan tenang menanyakan ahli bedah apa langkah selanjutnya. Dia menjelaskan beberapa tes berbeda yang harus dilakukan untuk menemukan sumber kanker –biopsi lanjut, CT scan, bone scan, dan MRI.
Yang sekarang saya benar-benar syukuri adalah bahwa pada saat itu ahli bedah menduga sumber kankernya ada di hidung dan mengatur jadwal bagi saya pergi ke spesialis hidung dan juga beberapa onkologis di Sunnybrook Cancer Center. Walaupun penderita kanker hidung, atau nasopharynx, biasanya mengalami mimisan dan hidung tersumbat sebelah, saya tidak memiliki gejala itu, tetapi dokter tetap membuat janji dengan spesialis hidung.
Setelah meninggalkan kantor, istri menghubungi orang tua saya, sementara saya menunggu janji berbagai tes yang harus saya jalani. Saya tahu istri saya cukup sedih, tetapi saya benar-benar tidak tahu apa yang harus saya katakan kepadanya. Saya merasa cukup sehat pada saat itu karena saya tidak merasakan gejala apapun dari penyakit saya. Sangatlah sulit bagi saya untuk menerima dan percaya bahwa saya mengidap kanker.
MENEMUKAN PENGHIBURAN DAN MENJALANI PENGOBATAN
Perjalanan pulang sangat hening. Malam itu adalah malam yang sangat panjang untuk saya. Saya tidak pernah merasakan begitu dingin dan sendirian. Hal pertama yang saya pikirkan adalah berapa besar kemungkinan saya untuk tetap hidup. Saya juga mulai memikirkan apakah saya masih dapat melihat anak-anak saya bertumbuh besar. Saya sungguh merasa bahwa hidup saya sudah mencapai garis akhir, dan saya tidak lagi memiliki masa depan.
Kita sering mendengar orang-orang berbicara bagaimana melihat kehidupan dari perspektif kematian, dan saya sungguh melihat seluruh kehidupan saya berakhir pada saat itu. Banyak hal yang seharusnya atau tidak seharusnya saya lakukan menjadi lebih jelas bagi saya. Kilas balik masa lalu datang ke dalam pikiran saya, dan saya mulai khawatir apakah Allah tidak berkenan dengan saya dan Dia meninggalkan saya sendirian.
Pada saat itu diadakan kursus Alkitab selama satu minggu di Gereja Toronto (saya tinggal di Toronto pada saat itu). Saya tidak datang ke seminar di hari saat saya menerima diagnosa dokter, dan ketika saya pergi kebaktian keesokan malamnya, seorang saudara bertanya kepada saya mengapa saya tidak hadir padahal saya bertugas untuk merekam pelajaran yang berlangsung. Saya tidak tahu harus berkata apa kepadanya, jadi saya hanya mengatakan bahwa saya sakit.
Ayah saya meminta untuk memasukan nama saya dalam daftar bantu doa, jadi istri saya dan saya merasa terhibur saat kebaktian malam itu. Istri saya berkata bahwa dia merasa jauh lebih baik setelah mendengar khotbah tentang bagaimana sang pendeta juga pernah berperang melawan kanker. Ketika saya melihat kembali sekarang, saya dapat melihat penyediaan dan pengaturan Tuhan yang seringkali misterius dan juga sempurna.
Beberapa hari kemudian, saya mulai menjalani beberapa tes. Saat pemeriksaan oleh spesialis hidung, dia memasukan sebuah alat dengan kamera ke dalam hidung saya dan menemukan daging yang tumbuh di belakang hidung saya.
Dengan segera dia melakukan biopsi dan mengambil beberapa jaringan sel. Itu bukanlah sesuatu yang enak dilihat dan dirasakan. Tetapi saya merasa kelegaan dalam hati saya, karena mereka dapat menemukan sumber kanker dengan cepat. Saya sangat percaya bahwa itu semua adalah bagian dari pimpinan Allah.
Seminggu kemudian, saya bertemu dengan seorang onkologis di Pusat Kanker Sunnybrook. Pada saat itu, hasil biopsi telah diketahui, dan onkologis menyatakan bahwa saya mengidap kanker hidung. Mereka menjelaskan beberapa metode pengobatan yang saya perlu jalani dan kapan mereka akan mulai.
Saya diperiksa oleh onkologis bagian radiasi, bagian bedah, dan juga bagian medis. Mereka mengatakan bahwa operasi tidaklah diperlukan, tetapi saya harus menjalani radiasi dan kemoterapi pada saat yang bersamaan. Mereka memberitahu saya semua kemungkinan efek samping dan juga persiapan yang saya perlukan sebelum memulai pengobatan, seperti pergi ke dokter gigi dan memasang pipa makanan ke dalam perut saya. Semuanya itu terjadi cukup cepat, dalam waktu satu bulan.
Saya perlu menjalani satu siklus kemoterapi setiap bulannya selama 6 bulan. Tiga siklus pertama ditambah dengan 34 hari radiasi.
Bulan kedua pengobatan adalah yang paling sulit karena saya harus menjalani kemoterapi dan radiasi yang paling berat. Segala efek samping yang mungkin timbul saya alami: muntah-muntah, sariawan, mulut pecah-pecah, sakit tenggorokan, susah buang air besar. Semua efek dari pengobatan ini saya rasakan.
BELAJAR MELALUI PENDERITAAN
Dalam keadaan seperti itu, tidaklah mengherankan jika seorang bertanya kepada Allah, “Mengapa Engkau membiarkan hal ini terjadi pada saya yang percaya kepada-Mu?” Saya juga menanyakan pertanyaan yang sama saat menjalani pengobatan.
Tetapi jika kita benar-benar memikirkan hal ini, setiap dari kita akan melalui berbagai macam kesusahan karena itu adalah bagian dari hidup. Kesusahan yang kita alami mungkin berbeda dengan apa yang dialami orang lain. Dan beberapa mungkin lebih serius dari kita.
Pertanyaannya bukanlah mengapa hal-hal ini terjadi kepada kita, tetapi apa yang dapat kita pelajari. Apakah seorang dapat belajar bermain sepatu luncur tanpa pernah terjatuh? Pernahkah seorang belajar mengendarai sepeda tanpa merasakan lecet sana sini? Dapatkan seorang anak kecil belajar bagaimana cara berjalan tanpa cidera? Setiap kesulitan atau penderitaan yang kita hadapi akan mengajarkan kita sesuatu, dan dengannya kita akan menjadi orang yang lebih baik.
Kita semua tahu bahwa suatu hari nanti, kehidupan fisik kita akan berakhir. Saya ingat seorang pendeta pernah berkata bahwa untuk memiliki kehidupan yang berarti dan berkenan di mata Tuhan, kita harus melihat apa yang ingin kita inginkan saat menghadapi kematian. Saya tidak berbicara tentang hal-hal materi seperti keliling dunia setidaknya satu kali, tetapi apa yang kita perlu lakukan dalam mempersiapkan diri kita sendiri, supaya kita dapat berada di pangkuan Yesus dalam kerajaan Surga.
Ketika berperang melawan kanker, terutama di bulan Desember 2007, ketika saya merasa sangat lemah, baik secara fisik maupun rohani, saya mulai menghargai dan mengerti apa yang dimaksud para pendeta ketika mereka mendorong kita untuk memiliki kehidupan yang berarti di dalam Tuhan.
Ketika saya lemah secara rohani, apa yang saya pikirkan hanyalah tentang bagaimana tidak adilnya hidup saya dibandingkan dengan kehidupan orang lain. Saya bertanya-tanya bagaimana orang-orang yang telah melakukan perbuatan jauh lebih buruk dari saya tidak dihukum, sementara saya menderita walau mencoba untuk menjalani kehidupan yang benar di mata Allah.
Saya mencoba untuk mengerti keadilan Allah dari sudut pandang saya, tetapi saya menyadari hal ini hanyalah menjadikan saya semakin lemah. Saya bersyukur kepada Allah, ketika saya berdoa mengenai situasi dan sikap saya, Dia membantu saya mengerti bahwa bagaimana kita melihat kehidupan kita, bergantung pada apakah kita menanyakan pertanyaan –pertanyaan yang tepat. Apakah kita seringkali bertanya kepada Allah mengapa sesuatu terjadi pada kita? Atau apakah kita bertanya apa yang dapat kita pelajari dari kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita?
Saya mengakui bahwa saya sendiri merasa kesulitan untuk menanyakan pertanyaan yang tepat. Ketika kita lemah, kita cenderung bertanya mengapa. Tetapi Tuhan Yesus membantu kita. Kita harus berdoa dan meminta Dia memberikan kekuatan. Saat kita bertanya kepada-Nya dengan ketulusan dan kesabaran, Dia akan memberikan kita kekuatan yang kita perlukan untuk menghadapi tantangan apapun yang kita hadapi.
Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan waktu yang kita miliki untuk mengenal Allah dan melayani Dia. Jadi, kapanpun kita datang ke gereja menghadiri kebaktian, ataupun ketika kita melakukan pekerjaan Tuhan, jangan kita lakukan sekedar sebagai tugas karena kita orang Kristen. Melainkan, itu adalah sebuah kesempatan yang diberikan Allah supaya kita dapat mengenal Dia lebih dalam dan belajar dari-Nya.
Ketika kita pergi ke sekolah, kita belajar. Ketika kita pergi bekerja, kita dilatih. Ketika kita bekerja bagi Tuhan, kita bertumbuh. Dan ketika kita menghadapi tantangan, kita dimurnikan. Pertanyaannya adalah apakah kita sungguh-sungguh memanfaatkan kesempatan-kesempatan ini.
BERSANDAR KEPADA ALLAH
“Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamiu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari..” (Mt 6:31-34)
“Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga daripada banyak burung pipit. Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di Sorga..” (Mt 10:29-32)
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada kita setiap harinya, tetapi kita tahu siapa yang pegang hari esok. Karena kita lebih berharga dari banyak burung pipit, jika kita percaya Allah dan mengakui-Nya, Dia pasti akan menjaga kita.
Saya menyelesaikan semua pengobatan yang perlu dilakukan pada bulan April 2008. Semuanya tidak mudah, tetapi Allah bersama saya menjalani semuanya. Saya akan selalu ingat pengalaman dan pelajaran-pelajaran yang telah saya pelajari ini.
Ketika saya melihat kembali pengalaman-pengalaman itu sekarang, saya sungguh dapat melihat dan mengerti bagaimana Allah mengarahkan dan memimpin hidup saya. Pertama-tama kita perlu meletakan iman kepercayaan kita kepada Dia, karena kita tidak dapat melihat apa yang ada di depan kita. Saya juga menyadari bahwa kita tidak dapat bersandar kepada apa yang kita pikir, sebagai manusia, adalah yang baik, tetapi kita harus bersandar pada apa yang Allah pikir adalah baik. Terkadang sangatlah sulit untuk melakukan itu semua, tetapi semakin kita memahami firman Allah dalam Alkitab, semakin mudah bagi kita untuk membedakan apa yang Allah pikir dan apa yang kita pikir.
Mari kita berdoa supaya Tuhan terus menyertai dan membimbing kita berjalan di jalan-Nya. Kiranya segala kemuliaan, pujian, dan hormat hanya bagi nama-Nya.