2. Menemukan Harapan di Setiap Keadaan
Download |
PDF File |
Edisi Lainnya |
Bertumbuh Sebagai Jemaat Gereja Yesus Sejati di Tempat Terpencil
Christine Lin – Raleigh, Carolina Utara, AS
Ketika Anda pertama kali melangkah masuk ke aula gereja di Sabat pagi, apa yang terlintas dalam benak Anda? Bagi kebanyakan orang, itu hanyalah seperti hari Sabtu lainnya di gereja. Tetapi bagaimana jika setiap minggunya tidak ada Gereja Yesus Sejati di lingkungan Anda untuk beribadah? Bagaimana jika Anda tidak dapat mengikuti pemahaman Alkitab atau persekutuan pemuda bersama saudara-saudari, dan hanya bisa melihat mereka beberapa kali setahun?
Sebagai jemaat Gereja Yesus Sejati di tempat terpencil, saya belajar untuk menghargai kegiatan yang kelihatannya normal atau rutin bagi orang lain.
Sebelum lahir, keluarga saya pindah ke Raleigh, Carolina Utara, yang jaraknya lebih dari 600 km dari gereja terdekat. Saya dibaptis pada usia dua tahun. Keluarga saya dan keluarga ibu saya semuanya adalah jemaat GYS. Di Raleigh, ada tiga sampai empat keluarga yang bersama-sama kami beribadah.
Tetapi kemudian, keluarga ibu saya pindah ke California dan keluarga lainnya meninggalkan gereja. Walaupun lebih mudah bagi kami untuk beribadah di gereja lain, tetapi kami tetap tinggal di Gereja Yesus Sejati karena kami benar-benar percaya bahwa ini adalah gereja sejati.
Sejak kecil, kegiatan kebaktian rumah tangga selalu sama, yakni satu jam menonton rekaman khotbah di rumah kami. Karena tidak ada kelas pendidikan agama, ayah saya mengajarkan apa yang saya ketahui sekarang. Saya tidak mempunyai guru agama ataupun saudara-saudari seiman seusia saya untuk mendukung iman saya.
Mulanya saya mengeluhkan keadaan saya, dan sering berpikir untuk meninggalkan gereja. Lagipula tidak ada bangunan gereja yang bisa saya datangi. Tetapi saya belajar bahwa selama saya beriman pada Tuhan, Dia akan menunjukkan rencana-Nya kepada kita. Melalui itu semua, Dia menyediakan segala sesuatu yang kami butuhkan untuk menghadapi pergumulan kami, yang saya alami secara pribadi.
MENGAJUKAN PERTANYAAN
Ketika berumur sepuluh tahun, orang tua saya merasa bahwa inilah waktu yang tepat bagi saya untuk mengikuti kegiatan gereja. Maka saya pergi ke KKR Siswa pertama saya di gereja Elizabeth, New Jersey. Itu merupakan pengalaman baru bagi saya, karena untuk pertama kalinya saya bisa hadir di gereja sejak saya dibaptis.
Benar-benar melangkah ke dalam aula, mendengarkan khotbah secara pribadi, dan memuji Tuhan bersama orang banyak merupakan pengalaman yang luar biasa buat saya. Saya merasa telah menemukan rumah saya yang sebenarnya, yang dipenuhi oleh keluarga dan teman-teman. Di sana saya belajar tentang pentingnya Roh Kudus dan bagaimana Dia bisa membantu saya.
Setiap ada kesempatan, saya mengikuti KKR Siswa. Tetapi tahun berganti tahun, saya selalu pulang dari KKR tanpa menerima Roh Kudus. Saya sangat kecewa dengan Tuhan dan merasa ini tidak adil, karena Dia telah menempatkan saya di tempat yang tidak ada gereja-Nya. Orang lain mempunyai gereja yang bisa mereka kunjungi dan menerima Roh Kudus. Mengapa saya tidak mempunyai satupun dari keduanya? Pada saat saya memulai tahun pertama di SMA, saya telah mengikuti KKR Siswa selama beberapa kali. Saya mempunyai banyak teman di sekolah, tetapi karena teman terbaik saya adalah dari gereja, maka saya masih merasa sangat kesepian.
Saya menghadapi depresi selama hidup saya dan mencapai titik terendah di semester terakhir. Saya tetap berdoa memohon Roh Kudus, tetapi saya mulai berpikir kalau Tuhan melupakan atau tidak peduli terhadap saya.
Selama enam bulan, saya tahu bahwa depresi bukanlah sekadar keadaan mental. Depresi berhubungan dengan rendahnya kerohanian saya dan itu mempengaruhi kesehatan jasmani saya. Saya mencari penghiburan dari teman gereja saya, tetapi mereka hanya bisa mendoakan dan berbicara melalui telepon atau internet. Saya tahu kalau kebanyakan dari mereka tidak bisa merasakan apa yang sedang saya alami.
Saya mulai berpikir apa yang harus saya lakukan untuk keluar dari siklus yang tiada akhir ini. Sekolah SMA saya hampir berakhir dan saya segera akan memulai babak baru dalam hidup saya. Mungkin ini adalah kesempatan untuk memulai dari awal lagi.
Saya hanya mendaftar ke dua universitas, yakni Universitas Rutgers dan Universitas Carolina Utara di Chapel Hill (UNC). Walaupun Universitas Carolina Utara jauh lebih dekat dengan rumah saya (hanya 30 menit dari rumah), tetapi saya ingin sekali masuk ke Rutgers di New Jersey jika saya diterima.
Di Rutgers, bukan saja ada gereja dekat kampus tetapi juga ada persekutuan kampus yang anggotanya kebanyakan adalah teman gereja terdekat saya. Saya memerlukan banyak orang di sekeliling saya, yang dapat membantu saya memelihara iman. Saya tidak mau merasa kesepian lagi.
Ketika KKR Siswa musim dingin tahun itu diadakan, saya berdoa mohon Roh Kudus, dan berkata kepada Tuhan bahwa saya mau pergi ke Rutgers karena itu akan membantu iman saya. Rutgers kelihatannya pilihan yang jelas dan orang tua saya mendukungnya.
Tetapi ketika saya pulang dari KKR, ibu saya berkata, “Kamu akan ke Universitas Carolina.” Sepertinya kehendak Tuhan bagi saya bukanlah pergi ke Rutgers, dan belum waktunya bagi saya untuk menerima Roh Kudus. Namun saya tidak mengerti mengapa Tuhan ingin saya tinggal di Carolina Utara.
Setelah pindah ke universitas tahun pertama, saya bukan hanya jauh dari teman-teman gereja tetapi juga dari keluarga saya sendiri. Karena jadwal kegiatan sekolah yang padat, saat itu saya tidak bertemu dengan keluarga saya selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
Hal tersulit saat kuliah adalah menghadapi kesepian. Hampir setiap malam saya menangis sampai tertidur. Saya selalu bertanya kepada Tuhan, “Mengapa saya di sini? Mengapa Tuhan tidak membiarkan saya pergi ke Rutgers? Bagaimana saya bisa memelihara iman saya jika di sini tidak ada orang yang bersama dengan saya?”
MENEMUKAN JAWABAN
Pelajaran pertama yang saya dapatkan sendiri, tanpa teman atau keluarga di sekitar saya, adalah untuk mencari motivasi melalui Tuhan. Saya bersyukur bahwa pada waktu-waktu tertentu, saya menyadari bahwa saya harus berdoa lebih tekun dan lebih panjang setiap hari untuk mempertahankan kerohanian saya. Ini bukan berarti saya memiliki rohani yang lebih kuat atau saya lebih baik daripada orang lain. Tetapi inilah yang harus saya lakukan.
Setelah menemukan rekaman khotbah di website e-Library Gereja Yesus Sejati, lalu saya menyusun sebuah jadwal untuk diri sendiri setiap hari dan setiap Sabat. Di malam hari-hari biasa, saya menyanyikan kidung pujian, berdoa selama 30 menit, dan membaca tiga pasal dari Alkitab. Hari Sabat lebih leluasa, sehingga saya bisa mendengarkan khotbah di pagi dan siang hari, dan saya menulis perenungan tentang pekan yang telah saya lalui.
Saya menghabiskan tahun pertama kuliah menyesuaikan diri pada jadwal ini. Namun saya seringkali tertidur saat mendengarkan khotbah ataupun membaca Alkitab. Sepertinya saya tidak punya cukup motivasi untuk berdoa. Di waktu-waktu lain, saya juga merasa terlalu sibuk dengan kuliah sehingga lupa untuk memprioritaskan Tuhan.
Walaupun demikian, setelah berbulan-bulan, saya pelan-pelan terbiasa meluangkan waktu bersama Tuhan setiap hari, sehingga rasanya ada yang salah kalau saya tidak beribadah. Dari hal-hal kecil setiap hari, Ia mengingatkan bahwa Ia senantiasa memperhatikan saya. Ia selalu memimpin saya melalui tugas-tugas kuliah dan memberikan alasan bagi saya untuk bangun setiap pagi dan memulai kembali.
Saya mulai memahami kehendak Allah bagi saya saat Ia memberikan kesempatan bagi saya untuk mengikuti Seminar Teologi Pemuda Nasional selama tiga musim panas berturut-turut. Kali kedua saya mengikutinya, sama seperti yang pertama, saya menghabiskan sebagian besar waktu doa saya bertanya kepada Tuhan, “Mengapa?”
Tetapi kali ini, ketimbang mengeluhkan keadaan, saya ingin mengetahui kehendak-Nya bagi saya. Setelah banyak berdoa, sebuah ayat datang kepada saya:
“Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikinlah firman Tuhan. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” (Yes. 55:8, 9).
Dengan satu ayat ini, Tuhan menjawab semua pertanyaan saya.
Dalam jurnal yang saya bawa selama seminar, saya menuliskan realisasi ini:
- Aku berada di Carolina Utara untuk suatu alasan. Secara jasmani aku jauh dari saudara-saudari seiman agar imanku bertumbuh – imanku sendiri, bukan iman orang tuaku atau teman-teman gerejaku.
- Aku berada di Carolina Utara karena Tuhan ingin melatihku. Sejak NYTS pertama, Tuhan sudah melatihku untuk melayani Dia.
- Aku belum menerima Roh Kudus, sehingga aku dapat lebih dulu belajar beberapa hal dan menguatkan imanku. Tuhan ingin agar aku tetap kuat dan menjadi teladan bagi orang lain – sehingga melalui Dia, mereka dapat melihat hidupku sebagai mukjizat. Aku dapat berada di sini sekarang adalah sebuah mujizat.
- Tuhan mempunyai maksud yang istimewa buatku. Ia ingin agar hidupku, latar belakangku, dan keadaanku untuk menguatkan dan menghibur orang-orang di sekitarku.
“Dari hal-hal kecil setiap hari, Ia mengingatkan bahwa Ia senantiasa memperhatikan saya. Ia selalu memimpin saya melalui tugas-tugas kuliah dan memberikan alasan bagi saya untuk bangun setiap pagi dan memulai kembali.”
Selama ini, saya tidak berbuat apa-apa selain mengeluh kepada Tuhan. Saya tidak dapat melihat melampaui hal-hal yang tidak saya miliki, untuk melihat bahwa Tuhan mempunyai rencana yang lebih besar bagi saya selama ini.
HADIAH YANG BERHARGA
Seminar Teologi Pemuda Nasional ketiga pada tahun 2008 adalah seminar yang paling berkesan karena Tuhan memberikan apa yang saya butuhkan untuk menghadapi pergumulan-pergumulan saya. Selama dua pekan itu, saya merasa seakan-akan setiap hari adalah sebuah pertempuran rohani.
Dalam beberapa sesi doa, saya merasa telah mencapai suatu ketinggian rohani, tetapi pada waktu yang sama, saya menyadari bahwa Iblis berusaha keras untuk menarik saya kembali. Tetapi puji Tuhan, saya mempunyai banyak saudara-saudari seiman yang mendoakan saya setiap hari, dan dorongan mereka dapat menghibur saya.
Setelah berdoa selama lebih dari sepuluh tahun, saya akhirnya menerima Roh Kudus pada usia 20 tahun. Allah telah memberikan saya Roh Kudus-Nya yang sangat berharga, dan saya merasa bertanggung jawab untuk memegang dan semakin dipenuhi oleh-Nya.
Dalam bulan-bulan berikutnya, Roh Kudus menolong saya berubah menjadi orang yang berbeda. Saya mulai mengambil pendekatan yang lebih optimis dalam hidup, dan perlahan-lahan saya mulai dapat mengalahkan depresi.
Sekarang, saya sedang melamar untuk pendidikan tingkat lanjut. Entah Tuhan ingin agar saya tetap berada di Carolina Utara atau yang dekat dengan gereja, saya tidak ragu bahwa Ia akan selalu memimpin saya ke jalan yang benar, dan memberikan kekuatan bagi saya untuk mengalahkan pencobaan-pencobaan yang akan datang.
Namun yang pasti, hidup di tempat terpencil kita akan mengalami berbagai pengujian yang berbeda dengan apa yang dialami sebagian besar saudara-saudari seiman lainnya. Kita mungkin merasa bahwa tidak ada orang yang mengerti dengan apa yang kita alami, atau kita tidak mengerti bagaimana kita dapat mengatasi pergumulan-pergumulan kita. Bahkan, kita juga dapat bertanya-tanya apakah Tuhan mendengarkan doa-doa kita.
Walaupun pada awalnya kita tidak mengerti kehendak Tuhan, tetapi di dalam setiap keadaan, ada pengharapan akan janji Tuhan dan pimpinan-Nya. Apa yang awalnya tampak seperti keadaan yang menyedihkan dapat berubah menjadi keadaan yang penuh harapan.