Mezbah Penghujatan Ahas
Download |
PDF File |
Edisi Lainnya |
Samuel Kuo—Brooklyn, New York, AS
Mezbah Penghujatan Ahas
Dalam Alkitab, membangun mezbah bagi Tuhan biasanya mengacu pada tindakan positif dan yang banyak dilakukan oleh orang kudus masa lampau. Nuh membangun mezbah dan mempersembahkannya bagi Tuhan (Kej. 8:20). Ke mana pun Abraham pergi, dia pun membangun mezbah (Kej. 12:7-8). Kita juga sering mengutip teladan Ishak untuk menggambarkan bagaimana kita harus memprioritaskan hidup kita: pertama-tama membangun mezbah (kehidupan rohani), mendirikan tenda (kehidupan berkeluarga), dan terakhir, menggali sumur (karir dan pekerjaan) (Kej. 26:25).
Meski membangun mezbah, baik secara perorangan ataupun keluarga, sangatlah baik, namun kita harus mewaspadai bagaimana bentuk mezbah itu dan untuk siapa kita membangunnya. Kisah Raja Ahas pada zaman Yehuda, menjadi peringatan bagi kita, ketika dia mencontoh model mezbah berhala dan menempatkannya di Yerusalem. Meskipun mungkin kita merasa tidak akan pernah melakukan apa yang dilakukan Ahas, kenyataannya bisa sangat berbeda. Untuk itu, kita harus waspada.
MERASA RENDAH DIRI
“Sesudah itu pergilah raja Ahas menemui Tiglat-Pileser, raja Asyur, ke Damsyik. Setelah raja Ahas melihat mezbah yang ada di Damsyik, dikirimnyalah kepada imam Uria ukuran dan bagan mezbah itu, menurut buatannya yang tepat. Lalu imam Uria mendirikan mezbah; tepat seperti keterangan yang dikirimkan raja Ahas dari Damsyik, demikianlah dibuat imam Uria menjelang datangnya raja Ahas dari Damsyik. Setelah raja pulang dari Damsyik, maka raja melihat mezbah itu. Lalu mendekatlah raja kepada mezbah itu, naik ke atasnya, membakar korban bakarannya dan korban sajiannya, mencurahkan korban curahannya di atas mezbah itu, dan menyiramkan darah korban keselamatannya kepadanya.” (2Raj. 16:10-13)
Mari kita renungkan terlebih dahulu apa yang menjadi motivasi Ahas membangun mezbah, yang diilhami oleh bangsa penyembah berhala. Ahas telah lama memandang luhur bangsa-bangsa lain di sekitarnya, beserta dewa dan ritual mereka. Karena itulah Ahas “mempersembahkan anaknya sebagai korban dalam api”, yang kemungkinan besar dia mempersembahkannya kepada Molokh, dewa asing. Ini merupakan kebiasaan orang Kanaan (Im. 20:2-5;
Ketika Ahas melakukan perjalanan untuk menemui raja Asyur, dia memasuki negeri Aram. Di Damsyik, dia terpesona oleh sebuah mezbah dan dia memutuskan untuk membuat tiruannya di Yerusalem. Pada waktu itu, keberhasilan sebuah bangsa erat kaitannya dengan dewa-dewa yang mereka sembah. Dan Aram, adalah bangsa yang telah mengepung Yehuda dan merebut beberapa kota (2Raj. 16:5-6). Karena alasan inilah Ahas memutuskan untuk membuat mezbah seperti yang ada di Damsyik. Setelah selesai membuatnya, dia menganggapnya “besar” (2Raj. 16:15).
Bukannya Ahas tidak pernah menyaksikan kuasa Tuhan. Bahkan, Yesaya pernah menubuatkan dan menghiburnya pada waktu pengepungan Siro-Israel, dengan memberinya jaminan perlindungan Allah (Yes. 7:3-17). Allah juga mengutus nabi Oded yang meyakinkan Israel untuk membebaskan semua tahanan Yudea yang mereka tangkap dalam pertempuran (2Taw. 28:5-15). Tetapi setelah perdamaian tercapai, Ahas pun entah lupa entah tidak mau mengakui perlindungan Allah. Akhirnya, Ahas terpikat oleh penampilan keberhasilan negara-negara seperti Aram, sebagaimana dibuktikan oleh pengakuannya: “Yang membantu raja-raja orang Aram adalah para allah mereka; kepada merekalah aku akan mempersembahkan korban, supaya mereka membantu aku juga.” (2Taw. 28:23 ).
Jelaslah Ahas telah lupa bahwa dia adalah raja atas umat pilihan Allah Yang Benar dan Esa.
Di masa sekarang, kita dapat melihat kesejajaran perilaku Ahas dengan gaya hidup modern. Hal ini dapat terjadi ketika anak muda mulai membandingkan cara hidup mereka dengan orang-orang non-Kristen, yang membuat mereka mengeluh: “Saya tidak dapat berbuat ini. Saya tidak boleh berbuat itu. Saya merasa tidak cocok.” Hal ini dapat menyebabkan rasa rendah diri dan merasa dirinya lebih rendah dari orang lain. Selain itu, jemaat juga dapat membandingkan Gereja Yesus Sejati dengan denominasi lainnya dan menyimpulkan bahwa kita kalah dalam hal jumlah jemaat, keragaman jemaat, kualitas ibadah, kemampuan keuangan, gelar teologi, dan sebagainya. Mungkin juga ada jemaat yang merasa malu karena kita berdoa dalam bahasa roh, dan tidak memandangnya sebagai sesuatu yang justru sangat bernilai. Perbandingan seperti ini dapat mendorong mereka untuk mempertanyakan apakah kita benar-benar gereja sejati.
Sesungguhnya, apabila kita menilai hidup dan gereja kita dari sudut pandang duniawi, sama seperti Ahas, kita dapat terjerumus untuk mendirikan mezbah penghujatan. Untuk mengatasinya, kita harus memupuk sudut pandang rohani yang benar tentang siapakah kita. Kita harus ingat bahwa kita adalah jemaat gereja sejati yang telah Allah persiapkan, bahkan sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:3-4).
MEMBAWA PEMUJAAN BERHALA KE DALAM GEREJA DAN RUMAH
“Dia juga membawa mezbah tembaga yang ada di hadapan Tuhan, dari depan Bait Suci—dari antara mezbah baru dan rumah Tuhan—dan meletakkannya di sisi utara mezbah baru. Kemudian Raja Ahas memerintahkan nabi Uria, dengan mengatakan, ‘Bakarlah di atas mezbah besar itu korban bakaran pagi dan korban sajian petang, juga korban bakaran dan korban sajian raja, lagi korban bakaran dan korban sajian dan korban-korban curahan seluruh rakyat negeri; dan siramkanlah kepadanya segenap darah korban bakaran dan segenap darah korban sembelihan.’” (2Raj. 16:14-15a)
Awalnya, Ahas mendirikan mezbah barunya di belakang mezbah perunggu yang sebelumnya. Ketika kembali dari Damsyik, dia melakukan beberapa persembahan perdananya (2Raj. 16:13). Namun seiring waktu, kemunduran rohaninya memburuk. Ahas menggeser mezbah perunggu ke utara, menurunkannya ke posisi yang lebih rendah, dan mulai menggunakan mezbah penghujatan untuk korban bakaran harian. Sungguh tidak dapat dipercaya, semua ini terbentang di dalam pelataran Bait Suci, tempat yang dibangun dan dipersembahkan oleh Salomo bagi Allah yang Hidup dan Benar.
Apabila mezbah pada masa lalu melambangkan doa dan ibadah (Mzm. 141:2), kita pun menyadari bahwa membangun mezbah penghujatan juga dapat terjadi di masa sekarang.
Beberapa tahun lalu, ketika saya mengunjungi salah satu gereja kita di luar Amerika, saya terpana menyaksikan beberapa jemaat berjalan-jalan di aula gereja pada malam hari dan berulang kali berteriak-teriak. Saya kemudian mengetahui bahwa mereka sedang menirukan denominasi lain yang mengadopsi praktik ini sebagai doa dengan Roh Kudus. Keadaan ini terjadi akibat pengaruh para pekerja dan jemaat ‘bandel’ yang tergoda oleh penampilan teater dan kehebohan dari denominasi lain. Karena itulah mereka menyimpang dari kebenaran gereja yang bernilai. Pada akhirnya, para pekerja dan jemaat tersebut benar-benar meninggalkan Tuhan dan gereja.
Tahun-tahun belakangan, beberapa pekerja dan jemaat gereja menggalakkan gagasan bahwa Iblis ada dengan sendirinya. Konsep ini memiliki daya tarik tersendiri karena tampaknya melepaskan Allah dari hubungannya dengan Iblis, dan dari kejahatan dan penderitaan. Tetapi konsep ini mengandung masalah yang mendasar. Konsep ini tidak sesuai dengan ajaran Alkitab bahwa tidak ada seorang pun, kecuali Tuhan Yang Mahakuasa, yang ada dengan sendirinya. Mereka yang memegang pandangan keliru ini pada dasarnya memberikan kepada Iblis status yang selama ini diinginkannya, yaitu menjadi sama seperti Allah. Jadi pandangan ini pada dasarnya menghujat – mungkinkah kita menerima pemikiran bahwa ada sesuatu atau seseorang yang sebanding dengan Allah yang Benar? Sebagai jemaat, kecenderungan alami kita adalah menghormati para pekerja gereja. Walaupun demikian, kita harus mengikuti pengajaran Alkitab: “Ujilah segala sesuatu; pegang teguh apa yang baik. Jauhilah segala bentuk kejahatan.” (1Tes. 5:21-22)
Dalam masyarakat yang lebih luas, saat ini muncul tren “mindfulness” – sebuah praktik yang berakar dari ajaran sebuah agama yang melibatkan meditasi, yang memiliki daya tarik tersendiri bagi orang-orang pada masa kini. Banyak psikolog juga menyarankan praktik ini untuk memelihara kesehatan mental, sehingga praktik ini semakin banyak dilakukan oleh dunia sekular seperti sekolah, rumah sakit, dan penjara. Perusahaan-perusahaan mendorong para pegawainya untuk menggunakan aplikasi mindfulness di ponsel mereka. Hotel-hotel mengiklankan fasilitas praktik ini di tempat-tempat mereka. Ada banyak macam artikel, video, dan media sosial yang beredar tentang hal ini. Ketika dunia mengarah pada tren ini, kita harus berhati-hati untuk dapat mengenali dan memahami bahwa praktik ini tidak dapat menggantikan doa.
Lebih jauh lagi, praktik seperti ini bukanlah jenis ‘meditasi’ yang dapat kita lakukan sebagai orang Kristen. Sebaliknya, kita harus melakukan perenungan berdasarkan Alkitab, yang berpusat pada firman dan pekerjaan Allah (Mzm. 1:2, 77:12). Tujuannya adalah agar kita memiliki “pikiran Tuhan” (1Kor. 2:16).
Baik di gereja maupun di rumah, kita harus waspada untuk tidak membawa gagasan dan praktik yang tidak murni ke dalam ibadah kita. Kita harus menghormati dan menyembah Allah dalam roh dan dalam kebenaran (Yoh. 4:23-24).
MEMBAWA METODE PENYEMBAHAN BERHALA DALAM PELAYANAN
“Tetapi mezbah tembaga itu adalah urusanku.” (2Raj. 16:15b)
Setelah menggeser mezbah perunggu, Ahas juga mengubah penggunaannya untuk “urusan”nya (2Raj. 16:15). Beberapa peneliti Alkitab menafsirkan hal ini merujuk pada extispicy, sebuah praktik di mana para ahli nujum memeriksa keadaan dan posisi isi perut hewan untuk meramal. Apapun rincian praktiknya, tujuan awal mezbah perunggu tentu saja bukan untuk meramal, melainkan untuk memberikan persembahan kepada Tuhan, untuk penebusan, ucapan syukur, persekutuan, dan pendamaian (Im. 1-5).
Karena mezbah dibangun untuk memberikan persembahan, mezbah dapat melambangkan pelayanan kita kepada Tuhan. Sama seperti penyembahan berhala dapat menggantikan ibadah yang sejati; demikian pula cara-cara yang dipakai dalam penyembahan berhala dapat menggantikan pelayanan menurut Alkitab. Sebagai persembahan yang hidup, kita tidak boleh kehilangan pandangan kita pada kehendak Allah, dan melakukan kesalahan dengan menggunakan diri kita untuk melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya. Misalnya, telah lama dipahami bahwa Gereja Yesus Sejati menekankan Allah dan firman-Nya dalam penginjilan. Namun sayangnya ini tidak selalu terjadi. Di sebuah gereja cabang, promosi acara KPI menitikberatkan pada pembicaranya sebagai daya tarik utama. Gereja yang sama juga menggunakan kelompok musik band dengan pengeras suara yang memekakkan telinga, sebuah praktik yang umum dilakukan denominasi lain. Akibatnya, jemaat dibangkitkan oleh musik yang emosional, tetapi menjadi lesu ketika tiba saatnya berdoa dalam Roh. Bersyukur kemudian gereja cabang ini sudah semakin terarah.
Saat nilai-nilai duniawi dan praktik-praktik denominasi lain yang menarik tetapi tidak sehat mempengaruhi pelayanan yang kita persembahkan kepada Allah, kita tidak lagi menggunakan mezbah kita sesuai peruntukan yang sepatutnya. Kita telah merendahkan pelayanan kita kepada Allah.
PENUTUP
Kisah Ahas, dan juga kisah-kisah setara di masa sekarang, menjadi peringatan bagi kita. Membangun mezbah haruslah mengikuti rancangan yang ditentukan oleh Allah (Kel. 20:24; Yos. 8:30-31). Ibadah dan pelayanan yang dipersembahkan di atas mezbah haruslah tulus, kudus, dan berkenan di hadapan Allah. Saat kita membangun mezbah secara pribadi di rumah atau secara kolektif di gereja, marilah kita tetap waspada agar mezbah kita tidak menghujat Allah.