Hasrat, Kesulitan, Tekad: Sebuah Renungan Menjadi Sukarelawan di Myanmar
Download |
PDF File |
Edisi Lainnya |
Zhi Xian – Singapura
Hasrat, Kesulitan, Tekad: Sebuah Renungan Menjadi Sukarelawan di Myanmar
Setiap tahun, sekitar bulan April sampai Mei, diadakan acara Bible Camp selama seminggu penuh di Taungzalat, kota Kalaymyo, untuk anak-anak dan siswa dari seluruh Myanmar. Oleh karena kasih karunia Allah, saya memperoleh kesempatan untuk membantu acara ini tiga kali di tahun 2016-2019, sebagai guru dan fasilitator. Saya bersyukur kepada Allah atas berkat ini dan ingin membagikan perenungan saya dari pengalaman-pengalaman ini dalam tiga bagian: Hasrat, Kesulitan, dan Tekad. Bagaimanakah tiga hal ini mempengaruhi jemaat kita di Myanmar, dan apakah relevan juga dengan kehidupan kita?
- HASRAT
Hasrat ini adalah bagi Allah: hasrat untuk bersama-sama dengan Allah, dan untuk perkara-perkara di atas yang berasal dari Allah. Ini termasuk hasrat untuk menyenangkan Allah dan menjadi anak-anak Allah yang lebih baik lagi. Apakah kita memiliki hasrat yang saleh dan rohani? Para siswa Bible Camp Myanmar memiliki hasrat seperti ini.
Setiap tahun, anak-anak dari Yangon pergi ke Kalaymyo dengan bis untuk mengikuti Bible Camp tahunan ini. Di masa lalu, perjalanan ini memakan waktu lebih dari dua puluh jam. Sekarang, dengan jalan yang lebih baik, perjalanan hanya memerlukan waktu setengah hari. Walaupun demikian, perjalanan ini tidaklah mudah. Ada bagian perjalanan di mana bis harus melewati pegunungan dengan jalan yang berangin dan bergelombang. Perjalanan biasanya dilakukan pada malam hari, membuat anak-anak tidak dapat tidur dengan nyenyak. Beberapa anak bahkan mengalami mabuk perjalanan. Mereka bertahan melalui ini semua walaupun menyadari bahwa seminggu ke depan mereka harus menempuh perjalanan pulang melewati jalan yang sama.
Namun anak-anak ini masih tersenyum sepanjang perjalanan. Mengapa mereka tetap gembira walaupun menempuh perjalanan bis yang panjang dan melelahkan? Saya berpikir bahwa kegembiraan mereka menunjukkan hasrat rohani – hasrat untuk bertemu dan berkumpul bersama saudara-saudari seiman dalam Kristus. Keinginan mereka untuk mencari Allah dalam Bible Camp selama seminggu ini membantu mereka bertahan menghadapi keadaan perjalanan mereka. Keinginan mereka untuk meninggalkan keseharian dan berada di rumah Allah, tenggelam dalam cerita Alkitab dan saling berbagi, berdoa, dan memuji memuliakan Allah, membawa senyum di wajah mereka.
Saya teringat dengan tokoh Alkitab yang begitu merindukan Allah. Kita dapat melihat hasratnya dalam suka saat ia diberkati oleh Allah, dan dalam duka saat ia membutuhkan pertolongan, bahkan dalam waktu-waktu kelemahannya saat ia berdosa terhadap Allah. Tidak lain tidak bukan, ia adalah Daud, orang yang berkenan di hati Allah (Kis. 13:22).
“Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya. Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di kemah-Nya, Ia mengangkat aku ke atas gunung batu.” (Mzm. 27:4-5)
Ini adalah mazmur ketika Daud mengungkapkan hasratnya untuk berdiam di rumah Allah, mencari hadirat Allah, dan menyelidiki firman-Nya.
Di Mazmur 63:1-8, Daud kembali mengungkapkan hasratnya bagi Allah. Perhatikanlah kata-kata kerja di bagian ayat ini:
“Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau,
jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu,
seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair.
Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus,
sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu.
Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup;
bibirku akan memegahkan Engkau.
Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku
dan menaikkan tanganku demi nama-Mu.
Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan,
dan dengan bibir yang bersorak-sorai mulutku memuji-muji.
Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku,
merenungkan Engkau sepanjang kawal malam,
— sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku,
dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai.
Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku.”
Hasrat Daud bagi Allah adalah dorongan di balik perbuatannya. Setelah ia jatuh ke dalam dosa perzinahan pun, ia masih menghasratkan belas kasihan Allah dan pengampunan-Nya (Mzm. 51). Ia tidak ingin Allah meninggalkannya. Daud sungguh adalah orang yang berkenan di hati Allah: Ia terus menerus menginginkan Allah dalam segala keadaan.
Merenungkan kisah Daud dan anak-anak yang tersenyum ini, saya bertanya kepada diri sendiri, Seberapa besar saya menghasratkan Allah? Renungkanlah berapa banyak kita mencari Allah di tengah perkara-perkara dunia, apakah itu kemapanan keuangan, kesejahteraan emosional, atau keberhasilan karir serta hidup berkeluarga. Seberapa besar kita menginginkan kepenuhan Roh Kudus, penggenapan firman dan kehendak Allah? Apakah kita menghasratkan untuk mengetahui bagaimana kita dapat lebih berkenan di mata Allah? Apakah kita menginginkan untuk tetap berada dalam iman sehingga suatu hari nanti, kita dapat dengan keberanian memasuki gerbang surgawi?
Kita dapat mengukur tingkat hasrat surgawi kita berdasarkan keputusan dan perbuatan kita. Tuhan Yesus memberitahukan kita dengan jelas dalam Injil Matius:
“Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: ‘Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.’” (Mat. 16:24-27)
Kalau kita sungguh-sungguh berhasrat untuk mengikuti Kristus, keinginan ini akan tercermin dalam perilaku yang kita tunjukkan dan pilihan yang kita ambil. Menyangkal diri sendiri berarti mengesampingkan kepentingan pribadi kita, menyerahkan diri pada kehendak Allah, dan mengikuti Dia. Memikul salib berarti taat pada firman Allah, menunaikan tugas-tugas Kristiani kita, dan menanggung penderitaan Kristus dalam hidup kita. Ini ditunjukkan melalui berdoa setiap hari, mencari firman Allah, dan ibadah kita kepada-Nya. Secara sederhana, kita dapat melihat hal ini melalui cara kita mengambil keputusan dalam hidup kita. Apakah kita mengambil keputusan berdasarkan firman Allah dan berjuang untuk menjadi serupa seperti Kristus dalam perbuatan sehari-hari? Apakah kita menghormati Allah, baik di waktu-waktu damai nan indah, maupun di waktu-waktu sukar nan susah? Marilah kita belajar untuk membangun hasrat yang saleh dan tulus agar kita dapat mengalahkan hawa nafsu kedagingan melalui kuasa Roh Kudus.
- KESULITAN
Mengalahkan keinginan daging sangatlah penting dalam menghadapi bagian kedua: Kesulitan. Secara khusus, kesulitan yang kita hadapi dalam memelihara iman.
“Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra. Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari padanya. Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya, sedangkan orang jahat dan penipu akan bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan.” (2Tim. 3:10-13)
Di sini, Paulus berbicara tentang kesabaran dalam penderitaan, penganiayaan, kesesakan, orang-orang jahat, dan tipu daya. Setiap orang yang menghasratkan hidup saleh dalam Kristus akan menghadapi semuanya ini. Salib yang dipikul Yesus tidaklah ringan. Kita juga dapat merasakan bahwa kadang salib ini begitu berat dan sulit dipikul.
Tidak semua anak yang saya jumpai di tahun 2017 dapat kembali mengikuti Bible Camp di tahun 2019. Ada banyak alasan ketidakhadiran mereka, antara lain karena sekolah, harus bekerja membantu keluarga mencari nafkah, atau sekadar karena keluarga mereka tidak lagi mengikuti kebaktian secara rutin.
Kemiskinan dan Hidup Keluarga
Jemaat kita di Myanmar umumnya tidak semakmur jemaat yang hidup di negara yang lebih maju seperti Singapura. Jemaat yang lebih miskin hidup pas-pasan, dan beberapa keluarga terpaksa menyuruh anak-anak mereka ikut mencari nafkah demi keberlangsungan hidup. Kemiskinan dapat menjadi tantangan bagi iman, karena manusia menjadi terpaku pada urusan bertahan hidup. Hal ini mengambil sedemikian banyak perhatian sehingga mereka tidak lagi ada waktu ataupun tenaga untuk perkara-perkara rohani, seperti memegang hari Sabat. Kemiskinan bahkan dapat mendorong orang melakukan hal-hal yang tidak terpuji, seperti menjual rokok atau minuman beralkohol, bahkan melakukan kejahatan. Selain itu, beberapa jemaat pergi ke luar negeri untuk bekerja karena mengharapkan dapat memperoleh lebih banyak uang, tetapi kemudian perlahan-lahan iman mereka terjatuh, karena bekerja di wilayah asing tanpa pernah terhubung dengan gereja dan komunitas iman.
Budaya
Banyak pengaruh budaya dan kebiasaan buruk, seperti merokok, mengunyah kacang betel, dan minum minuman keras, yang bertentangan dengan keyakinan dan nilai-nilai Kristen. Bercerai dan menikah kembali juga bukan hal yang jarang terjadi dalam masyarakat Myanmar, di mana orang-orang melakukan kawin-lari dengan kekasih mereka, atau orang tua yang meninggalkan keluarga mereka, sehingga terjadi banyak keluarga yang rusak.
Terlebih, kemajuan teknologi dan media sosial juga mengancam kehidupan rohani jemaat. Di tahun 2016, saya mengamati bahwa hanya jemaat pemuda berumur 18 tahun ke atas yang memiliki ponsel. Di tahun 2019, seperlima remaja di kelas saya sudah memiliki ponsel sendiri dan akun media sosial, sehingga memiliki akses tak terbatas ke internet. Kalau mereka tidak dapat mengenali apa yang benar dan yang salah, mereka dapat terjerumus oleh konten online yang merusak.
Agama
Myanmar memiliki agama mayoritas yang bukan Kristen. Dalam masyarakat yang sekolah dan tempat kerjanya menggalakkan praktik-praktik agama mayoritas, hal ini dapat membawa kesulitan tersendiri bagi jemaat.
Kalaymyo memiliki populasi Kristen yang cukup besar, karena secara sejarah banyak misionaris Kristen memberitakan Injil dan mendirikan gereja di sana. Bagi kebanyakan penduduk setempat, gereja merupakan sebuah tempat di mana orang dapat memperoleh bantuan, sehingga berpindah-pindah gereja adalah hal yang lumrah. Kalau jemaat kita tergoda untuk melakukan hal yang sama, gereja-gereja ini dapat mempengaruhi dan membawa mereka keluar dari gereja kita.
Kita Semua Harus Bertahan
Jemaat di negara yang lebih maju pun dapat menghadapi masalah serupa, walaupun di tingkat yang berbeda – misalnya ketidakpuasan pada kualitas hidup, perjuangan memenuhi kebutuhan hidup, dan perlunya bekerja keras untuk mencapai keberhasilan dan menaiki jenjang sosial yang lebih tinggi. Beberapa jemaat pergi ke luar negeri karena menganggap rumput di luar sana lebih hijau, tetapi fokus terpecah sehingga kerohanian tidak terperhatikan dan kehilangan iman.
Ada banyak pengaruh budaya yang berdampak negatif dalam masyarakat modern. Ajaran-ajaran sekular mendorong kita untuk lebih mementingkan diri sendiri dan melakukan apa yang membuat kita gembira, menyebabkan kita lebih mencari kepentingan sendiri dan meninggalkan nilai-nilai tradisional Kristiani kita. Teknologi dan media sosial pun telah mengubah cara kita membuat rencana dan menggunakan waktu, serta multitasking mengambil fokus kita meninggalkan perkara-perkara yang tadinya bernilai bagi kita. Saat berdoa atau membaca Alkitab di rumah, berapa banyak dari kita yang terhenti untuk membalas pesan di ponsel? Atau pada saat kebaktian, apakah kita tergoda untuk menjawab pesan di chat group atau menggunakan Instagram dan Facebook?
Selain itu, pengaruh denominasi lainnya dapat menarik kita dari doktrin-doktrin Gereja Yesus Sejati yang Alkitabiah dan keyakinan akan satu gereja sejati. Banyak denominasi menerapkan Injil kasih karunia dan keselamatan yang lebih sederhana namun tidak lengkap, sembari mengadopsi kebudayaan populer ke dalam ibadah. Tren-tren ini seringkali menarik bagi jemaat yang lebih muda dan paruh baya. Kita pun seringkali melihat teman, rekan, sanak saudara, dan keluarga, yang terbawa tren-tren ini. Namun, apakah Tuhan menginginkan kita mengurangi atau mengubah Injil keselamatan yang sejati demi menarik lebih banyak orang ke gereja?
Apabila kita renungkan, kita tidak terlalu berbeda dengan jemaat kita di Myanmar. Kita menghadapi kesulitan serupa yang menyerang iman kita dari segala sisi. Jadi apakah yang perlu kita lakukan? Seperti Paulus bertekun, kita pun harus bertekun.
“Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu. Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2Tim. 3:14-17)
Kita tidak boleh berhenti dalam pertandingan iman kita atau meninggalkannya. Teruskanlah apa yang telah kita pelajari dari Alkitab. Dunia ini senantiasa berubah, tetapi apa yang kita pelajari ini akan membuat kita bijak demi keselamatan. Kita harus tetap melakukan dan terus diperbaiki oleh Firman Tuhan kapan pun kita tersandung. Teruslah meningkatkan diri kita sampai menjadi sempurna dan seutuhnya. Inilah yang diinginkan Bapa kita di surga bagi kita.
- TEKAD
Bagian selanjutnya adalah tekad, yaitu tekad untuk tetap berada dalam iman ini dan tetap berada dalam satu gereja sejati. Kita harus tetap percaya, meskipun angin dapat berganti haluan, dan keraguan dapat menyelubungi hati kita, bahwa Tuhan Allah ada di dalam Gereja Yesus Sejati; gereja yang berpegang teguh pada Firman Tuhan dan yang sepenuhnya memberitakan Injil menurut Alkitab. Gereja Yesus Sejati juga memiliki penyertaan Roh Kudus, yang dibuktikan dengan berbahasa roh, dan juga adanya mukjizat dan tanda-tanda ajaib.
Saya sungguh bersyukur kepada Tuhan karena di Bible Camp tahun 2019, ada dua belas anak yang menerima Roh Kudus. Allah pun menyatakan kehadiran-Nya melalui penglihatan yang disaksikan oleh satu saudara muda. Para siswa umumnya akan bermain atau beristirahat pada sesi rehat makan siang, tetapi saudara ini dan teman-temannya menetapkan hati untuk berdoa memohon Roh Kudus di aula gereja. Ketika ia berdoa, ia merasakan cahaya yang sangat terang menyinarinya, dan ia terangkat ke surga. Ia melihat pintu gerbang emas yang indah di depannya, dengan kolam-kolam gemerlapan mengelilinginya. Di atasnya, tampak orang-orang bersorak-sorai melayang-layang seperti burung di udara. Sungguh merupakan penglihatan yang indah. Dia merasa doanya sangat indah dan dipenuhi sukacita. Lidahnya pun mulai berputar saat ia berdoa.
Sesungguhnya, kita tidak perlu sampai mengalami tanda ajaib seperti ini untuk membuktikan bahwa Allah menyertai kita. Dalam perjalanan kita bersama Allah, kita mungkin pernah mengalami hal rohani atau ajaib dalam rupa yang lain. Mungkin berupa jawaban Allah atas doa kita, hikmat yang muncul di hati kita, ataupun mengalami penghiburan maupun air mata sukacita. Setidaknya, saat berdoa dalam roh, bahasa roh yang kita ucapkan bukanlah dari diri kita sendiri. Saat kita menerima Roh Kudus, berbahasa roh adalah tanda bahwa Roh Allah berdiam dalam diri kita! Merupakan hal yang penting bagi kita untuk menanamkan pengalaman rohani ini dalam hati dan tidak melupakannya. Saat kita merasa lemah iman ataupun putus asa, kita dapat mengenang berkat-berkat dan kemurahan Allah yang telah kita alami. Ini akan menguatkan kita dan menambah tekad kita untuk tetap berada dalam iman dan dalam Gereja Yesus Sejati.
KESIMPULAN
“Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama. Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.” (1Ptr. 5:8-10)
Dalam perikop ini, “saudara” menunjukkan gereja, sebagai keluarga rohani kita di seluruh dunia, yang bersabar menghadapi penderitaan yang sama seperti kita. Baik itu penderitaan lahiriah seperti kemiskinan dan penyakit, atau penderitaan moral yang berasal dari konflik antara nilai-nilai duniawi dengan iman Kristiani, kesulitan-kesulitan ini menyatukan kita karena merupakan penderitaan-penderitaan Kristus. Mereka yang berhasrat menjadi pengikut Kristus, memikul salib, dan dibangkitkan dari maut ke dalam hidup kekal seperti Dia, juga harus menderita sama seperti Dia.
Saudara-saudari terkasih, kita tidak sendirian. Mari kita bertekad dalam hasrat kita bagi Tuhan dan bersabar menghadapi segala kesulitan. Suatu hari kelak kita akan disempurnakan. Saat itulah kita akan memperoleh perhentian dalam kemuliaan kekal. Bagi Allah sajalah kemuliaan untuk selama-lamanya. Amin!
Situasi Terbaru di Myanmar
Philip Shee—Komite Misi Myanmar (MMC)
Gereja di Myanmar memiliki lebih dari tiga ratus jemaat yang tersebar di empat wilayah — di kota Yangon dan di tiga kota pedesaan dan desa Kalaymyo. Ketika pandemi COVID-19 menjadi pusat perhatian pada tahun 2020, kegiatan gereja kita di Myanmar sangat terganggu. Perbatasan ditutup pada bulan Februari 2020, memaksa kami untuk menangguhkan semua perjalanan penginjilan ke Myanmar. Kebaktian tatap muka kemudian dihentikan karena negara memberlakukan lockdown. Awalnya, pengkhotbah lokal melanjutkan pekerjaan penggembalaan melalui telepon dan melakukan kebaktian Sabat di rumah jemaat saat mereka berkumpul di daerah tempat tinggal mereka. Ketika pembatasan lebih lanjut diberlakukan, para pengkhotbah lokal bersama dengan Komite Misi Myanmar (MMC) di Singapura mulai melakukan kebaktian online melalui Facebook Messenger. Kebaktian online rutin diadakan pada Jumat malam dan Sabtu pagi, dengan pembicara bergantian dari Singapura dan dua pengkhotbah lokal. Pertemuan Pemahaman Alkitab virtual pada Rabu malam dan persekutuan pemuda pada hari Minggu juga diselenggarakan. Puji Tuhan, jemaat kita di Myanmar menghargai kesempatan untuk berkumpul secara online. Pada akhir tahun 2020, gereja dapat mengadakan KKR akhir tahun untuk Yangon dan Kalaymyo, masing-masing selama dua akhir pekan. Keduanya dihadiri dengan sangat baik.
Perkembangan politik baru-baru ini di Myanmar semakin memperumit situasi di lapangan. Koneksi internet timbul-tenggelam di seluruh negeri. Meskipun demikian, kami berusaha melanjutkan pelayanan virtual kami sesuai rencana. Kami melanjutkan renungan pagi mingguan kami dengan petugas, yang mencakup pengkhotbah lokal, pekerja administrasi gereja, dan dua pengkhotbah Singapura yang terlibat dalam pelayanan Myanmar. Namun, karena situasi memburuk dengan meningkatnya kerusuhan dan darurat militer yang sekarang diberlakukan, beberapa jemaat terserak ke daerah terpencil dan koneksi internet menjadi semakin tidak stabil. Hal ini menyebabkan gangguan pada pelayanan secara online. Tidak semudah itu untuk mempertahankan kontak dengan saudara-saudari kita. Tetapi kami bersyukur kepada Tuhan karena dapat tetap berhubungan dengan mereka dan dapat melanjutkan kebaktian Sabat bagi mereka yang dapat bergabung secara online. Selain itu, kelangkaan pangan di dalam negeri menyebabkan harga pangan melambung tinggi. Meski MMC telah mendistribusikan makanan kepada jemaat di awal tahun, saat ini persediaan itu pasti sudah menipis dan logistik yang dibutuhkan untuk membagikan makanan tidak mudah dilakukan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk berdoa dengan sungguh-sungguh agar Tuhan memelihara dan melindungi gereja kita di Myanmar.