Pelajaran Dari Yesus Tentang Menilai Zaman
Download |
PDF File |
Edisi Lainnya |
KC Tsai – Toronto, Kanada
IMAN YANG PENUH
“Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ul. 6:4-5)
Pernyataan ini, yang dikenal sebagai Shema (yang berarti ‘dengar’), adalah dasar iman Yahudi. Namun, Yakobus menulis: “Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” (Yak. 2:19) Yakobus mengingatkan orang-orang Yahudi di masa dia hidup, bahwa iman mereka harus lebih baik daripada setan-setan, yang juga percaya bahwa hanya ada satu Allah. Ini juga berlaku dengan kita di saat ini, yang dengan iman telah menerima anugerah Allah; percaya kepada satu Allah yang benar adalah dasar iman kita, tetapi percaya saja tidaklah cukup.
Untuk membangun iman yang penuh dan berkenan kepada Allah, kita harus taat pada ajaran-ajaran-Nya dan kebenaran Alkitab. Kita harus terus menerus memperbarui diri melalui tuntunan Roh Kudus, meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk, dan berusaha menjadi serupa dengan Allah.
MENILAI ZAMAN DARI PELAYANAN YESUS DI DUNIA
Ketika Yesus memberitakan Injil kerajaan Surga, Dia berkata kepada orang banyak:
“Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. Hai orang- orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini? Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar?” (Luk. 12:54-57)
Di Palestina, ketika awan naik dari arah barat, tempat Laut Mediterania berada, secara alami ini menandakan akan datangnya hujan. Ketika angin selatan yang panas bertiup masuk dari padang gurun, cuaca akan menjadi kering. Ini adalah kesimpulan logis yang dapat ditarik. Orang yang tidak dapat membaca tanda-tanda ini dan mempersiapkan diri menghadapi prakiraan cuaca adalah orang yang kurang memiliki akal budi. Di masa Yesus, orang-orang Yahudi mendengar Dia berbicara dengan penuh kuasa dan menyaksikan-Nya melakukan mujizat dari Allah (Mat. 7:29; Yoh. 3:2), tetapi mereka tidak mau percaya dengan apa yang mereka lihat atau mendekatkan diri untuk mendengarkan pesan Surgawi. Yesus menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi sedang menipu diri mereka sendiri; mereka adalah orang-orang munafik yang tampaknya beriman tetapi tidak memiliki hati yang mau mencari kebenaran.
Mengenali Ibadah yang Benar
Pemahaman kita tentang Tuhan tidak boleh berhenti pada prinsip-prinsip dasar Firman Allah (Ibr. 5:12-6:1). Bayi rohani hanya dapat minum susu, bukan makanan padat; ini berarti ia hanya membanggakan dan mencari keuntungan-keuntungan lahiriah, dan tidak dapat memusatkan perhatiannya pada hal-hal yang rohani dan hidup kekal. Hanya orang yang rohaninya dewasa dapat memakan makanan padat dan membangun kehidupan rohaninya. Dengan begitu, ia melatih pikirannya untuk menjadi bijak, mengenali apa yang baik dan apa yang jahat.
Yesus berkata: “Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.” (Yoh. 4:24) Ketika Allah menetapkan perjanjian dengan umat pilihan-Nya di Gunung Sinai, Ia mewariskan Sepuluh Perintah dan Hukum Taurat, Firman-Nya yang kudus, kepada Musa. Ini dimaksudkan demi kepentingan umat Israel; kalau mereka taat pada Hukum Taurat, mereka akan memperoleh hidup (Ul. 4:1-2). Namun mereka tidak mempunyai hikmat Allah, sehingga mereka tidak dapat memahami inti Hukum Taurat yang sesungguhnya. Pada akhirnya mereka membalikkan Hukum Taurat menjauhi kehendak Allah, menambahkan banyak adat istiadat Yahudi ke dalamnya (Mat. 9:10-13, 15:1-9, 19:3-8; Yoh. 2:6).
Karena itu, Tuhan Yesus datang menuntun mereka pada masa “anggur baru”, mengajarkan maksud Allah sesungguhnya yang terkandung di dalam Hukum Taurat. Mereka harus meninggalkan ibadah dan kesalehan yang hanya rupa luarnya saja. Dan menerima anggur baru, yaitu pesan kasih karunia Yesus dengan “kantong kulit yang baru”, yaitu hati yang baru, untuk kembali menyembah Allah dalam roh dan kebenaran (Mat. 9:10-17).
Mengenali Identitas Yesus yang Sebenarnya
Membaca pengajaran Yesus tentang anggur baru dan kantong kulit baru, beberapa orang sampai pada kesimpulan yang sama seperti orang-orang Farisi: Yesus datang untuk menghapus dan menggantikan Hukum Taurat Musa. Namun Yesus berkata, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Mat. 5:17)
Orang-orang Yahudi di masa Yesus tidak berhasil mengenali identitas Yesus walaupun mereka tahu betul tentang Hukum Perjanjian Lama dan Para Nabi. Mereka tidak dapat memahami pesan Surgawi yang Yesus beritakan. Yesus memperingatkan: “Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang Farisi.” (Luk. 12:1b) Orang-orang Farisi adalah pakar dalam hukum-hukum dan adat istiadat Yahudi, dan mereka menjalankannya dengan ketat dalam cara hidup yang mereka tunjukkan di depan orang-orang. Namun mereka mengabaikan belas kasihan dan pengampunan. Mereka mengabaikan pembaruan dari dalam hati dengan menaati ajaran-ajaran Allah. Bukan saja mereka menipu orang lain, tetapi mereka juga menipu diri sendiri (Mat. 15:14).
Tuhan Yesus datang untuk menetapkan perjanjian yang baru melalui darah-Nya, membuka jalan kasih karunia di masa Perjanjian Baru. Dia mengingatkan orang- orang untuk menyadari ketidakdewasaan rohani dan ketidaktahuan mereka (Luk. 11:37-54). Yesus menghendaki agar mereka mengenal-Nya sebagai Kristus yang dinubuatkan, yang akan mati di kayu salib bagi dosa-dosa umat manusia, dan menyadari bagaimana kematian-Nya akan mempengaruhi hidup mereka. Inilah sebabnya mengapa Ia menghendaki agar orang-orang menilai zaman dan memutuskan segala sesuatu menurut kebenaran yang Ia beritakan.
Setelah itu, Tuhan Yesus berkata:
“Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah. Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.” (Luk. 12:8-10)
Adalah hujat terhadap Roh Kudus, dosa yang tidak akan diampuni, apabila menyangkal pekerjaan Yesus berasal dari Allah dan menghubungkannya dengan Iblis (Mat. 12:24-32). Sesungguhnya, melalui pekerjaan-pekerjaan yang Ia lakukan, Tuhan Yesus menunjukkan bahwa diri-Nya adalah Mesias, Kristus yang diberitakan oleh Musa dan nabi- nabi Perjanjian Lama. Yesus menginginkan agar orang-orang Yahudi di masa-Nya untuk mengenali Dia lewat mujizat-mujizat yang Ia lakukan dan ajaran-ajaran-Nya yang penuh kuasa. Namun banyak di antara mereka yang dibutakan oleh kebodohan dan kekerasan hati mereka, tidak mau mengenali identitas- Nya (Yoh. 9:39-41). Sebaliknya, mereka yang sungguh-sungguh mengenal Tuhan Yesus akan dengan rela percaya dan mengakui bahwa Ia adalah penggenapan Firman Allah.
Penyangkalan Petrus atas Tuhan Yesus juga berlaku sebagai peringatan bagi kita; Petrus adalah salah satu rasul terdekat dengan Tuhan, tetapi ia pun runtuh oleh tekanan berat dan menyangkal Tuannya di depan manusia. Walaupun Petrus dengan berani mengikuti Yesus sampai ke pelataran imam besar setelah Yesus ditangkap, pada akhirnya, dan sangat disayangkan, dia menyangkal Yesus tiga kali, seperti yang dinubuatkan oleh Yesus. Hati Petrus hancur, tetapi Tuhan mengampuninya, menghibur, dan menasihatinya bahkan sebelum itu semua terjadi. Petrus benar-benar memahami kasih dan pengampunan Tuhan, dan pengertian itu menolongnya untuk bertahan dalam imannya sampai ke masa tuanya (2Ptr. 1:12-15). Setelah peristiwa itu, Petrus tidak pernah lagi menyangkal Tuhan, bahkan sampai mati (Yoh. 21:18-19).
Pelajaran penting yang dapat diambil dari pengalaman Petrus, adalah kita harus selalu mengakui Tuhan Yesus dan berpegang teguh pada-Nya, betapa pun kerasnya tekanan dari luar dan penderitaan yang kita hadapi. Ia adalah Tuan dan Juruselamat kita, yang telah menebus dan membebaskan kita. Kita mungkin akan merasa lemah dari waktu ke waktu, tetapi kita tahu bahwa tidak ada apa pun di dunia ini yang dapat memisahkan kita dari kasih Yesus (Rm. 8:37-39).
Mengenali Kekayaan yang Sesungguhnya
Mari kita kembali ke perikop di Kitab Lukas: Tuhan Yesus meneruskan pengajaran-Nya dengan perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh (Luk. 12:16-21). Perumpamaan ini membantu kita untuk menempatkan kekayaan lahiriah dalam sudut pandang yang tepat. Seseorang dapat memperoleh kemakmuran di dunia, tetapi apabila ia tidak bekerja keras untuk mempersiapkan kehidupan yang akan datang, maka ia sebenarnya sangat miskin. Pada waktu ia meninggal dunia, ia tidak dapat membawa kekayaan lahiriah miliknya. Sebaliknya, orang yang mempersiapkan jiwanya adalah orang yang kaya di hadapan Allah; terlepas apakah ia memiliki banyak harta di dunia ini atau tidak, ia telah menabung harta kekayaan di Surga. Ini mengingatkan kita pada nasihat Tuhan untuk berjaga-jaga dan mempersiapkan diri: “karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan.” (Luk. 12:35-40)
MENILAI ZAMAN SEBELUM KEDATANGAN YESUS YANG KEDUA
Berjaga-jaga atas Tantangan Iman
“Ketika Yesus duduk di atas Bukit Zaitun, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya untuk bercakap-cakap sendirian dengan Dia. Kata mereka: “Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?” (Mat. 24:3)
Yang dimaksud “bilamanakah itu akan terjadi” adalah mengenai nubuat Tuhan tentang Bait Allah: “tidak satu batupun di sini akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.” (Mat. 24:1-2) Murid-murid ingin mengetahui kapankah kehancuran itu terjadi. Hari ini, kita tahu bahwa nubuat ini digenapi pada tahun 70 Masehi, sekitar 37 tahun setelah Tuhan mengucapkannya.
Namun, jawaban Tuhan tidak saja merujuk pada bait yang lahiriah di Yerusalem, tetapi juga menunjukkan tantangan iman yang akan dihadapi murid-murid-Nya dan orang-orang percaya. Tubuh kita adalah bait Roh Kudus, yang diutus untuk diam dalam diri kita. Karena kita telah ditebus dengan suatu harga dan menjadi milik Allah, kita harus memuliakan-Nya dengan tubuh dan roh kita (1Kor. 6:19-20). Allah membiarkan bait lahiriah di Yerusalem dihancurkan. Hari ini, apabila kita tidak belajar dari kesalahan- kesalahan yang dilakukan umat pilihan Allah, kita sebagai individu pun tidak akan berhasil memperoleh kemuliaan Allah, dan juga akan ditinggalkan Roh Kudus dan hancur.
Petrus, Yakobus, Yohanes, dan Andreas secara pribadi mengajukan dua pertanyaan kepada Tuhan: Kapankah Bait Allah dihancurkan? Dan apakah tanda-tanda akhir zaman, ketika Yesus datang kembali? (Mat. 24:3; Mrk. 13:3-4)
Jawaban Tuhan atas pertanyaan-pertanyaan ini: “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu!” (Mat. 24:4) Tuhan menjawab demikian karena baik pada waktu Bait Allah belum dihancurkan dan di masa akhir zaman sebelum Yesus datang kembali, akan ada orang-orang yang terjatuh karena disesatkan. Bait mereka akan dihancurkan seperti dinubuatkan Tuhan (Mat. 24:2, 10).
Berjaga-Jaga atas Tanda dan Bencana
Tanda pertama yang disebutkan Yesus di Matius 24 adalah kemunculan mesias-mesias palsu, yang datang di dalam nama Tuhan untuk menipu banyak orang. Tanda kedua adalah perang dan kabar tentang perang. Bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Tanda ketiga adalah kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat. Orang-orang percaya akan mengalami penganiayaan dan dibenci oleh segala bangsa karena nama Tuhan. Tanda- tanda ini telah digenapi sepanjang sejarah tetapi juga masih terjadi di masa sekarang. Kita juga dapat mengamati bagaimana tanda-tanda ini digenapi baik secara jasmani maupun rohani.
Nubuat Tuhan telah nyata di dalam perjalanan sejarah – ada perang di antara bangsa-bangsa, perang saudara, bencana kelaparan, dan gempa bumi. Tentara Romawi mengepung kota suci pada bulan keempat tahun 70 Masehi, dan membakar Bait Allah pada bulan kedelapan tahun itu. Orang-orang Kristen dianiaya dan dibunuh oleh tentara-tentara Romawi, dan pada akhir abad pertama, dengan kematian seluruh para rasul, hujan awal Roh Kudus berhenti turun di gereja.
Di tingkat rohani, kita dapat melihat bagaimana tanda-tanda ini digenapi saat ini. Ada mesias-mesias palsu yang meninggikan diri mereka dan senang memiliki pengikut dan dipuja oleh orang-orang lain (2Tes. 2:1- 4;
Apakah penderitaan-penderitaan ini? Hal-hal ini menunjukkan orang-orang akan murtad, saling mengkhianati dan membenci, dan bangkitnya nabi-nabi palsu yang menyesatkan banyak orang (Mat. 24:9-12).
Hamba-Hamba Allah harus Berjaga-Jaga
Terakhir, nasihat Tuhan untuk tetap berjaga- jaga dan menilai zaman juga sangat penting bagi mereka yang melayani Dia. Hamba Allah harus selalu memeriksa diri sendiri, apabila ia berubah menjadi nabi palsu yang menipu orang lain. Bukan saja ia dapat menyebabkan orang lain terjatuh, tetapi sendiri pun juga akan jatuh. Untuk menghindarinya, ia harus selalu tak henti-hentinya melatih diri sendiri dalam kerendahan hati dan melayani Allah dengan segenap hatinya. Ia tidak boleh melayani keinginan dan ambisinya sendiri.
Kiranya kita belajar dari ajaran-ajaran Yesus ini, untuk sungguh-sungguh memahami sifat-Nya dan pesan Surgawi-Nya; berpegang teguh dalam iman kita kepada-Nya, Tuhan dan Juruselamat kita; dan menilai zaman, berjaga-jaga dan mempersiapkan diri karena hari kedatangan-Nya yang kedua semakin dekat.