Firman Tuhan Tidak Terbelenggu
Download |
PDF File |
Edisi Lainnya |
KC Tsai – Toronto, Kanada
Kasus pertama COVID-19 yang terkonfirmasi di provinsi Ontario, Kanada, terdiagnosa pada tanggal 25 Januari 2020. Kemudian, pemerintah provinsi Ontario menutup semua tempat rekreasi indoor, perpustakaan, bioskop, dan sekolah, serta melarang kegiatan sosial lebih dari 50 orang. Sejak tanggal 24 Maret, semua kegiatan bisnis ditutup, kecuali supermarket, apotek, dan usaha vital yang penting. Tanggal 28 Maret, jumlah maksimal yang diizinkan untuk berkumpul dikurangi hingga hanya 5 orang.
Sejak tanggal 18 Maret, gereja di Toronto mulai melaksanakan kebaktian online untuk jemaat. Banyak jemaat merasa bahwa hal ini bermanfaat, bahwa mereka dapat lebih hormat beribadah, menganggapnya sebagai sebuah kesempatan istimewa untuk dapat menyembah Juruselamat mereka. Agar dapat berinteraksi dan bersekutu selama pandemi, gereja mengganti jadwal kebaktian Sabat siang dengan kelas pemahaman Alkitab untuk berbagai kelompok usia dan bahasa. Jemaat juga didorong untuk saling menyapa, menggunakan kamera dan mikrofon mereka di awal dan akhir sesi.
Pada bulan Juli, pemerintah provinsi Ontario mulai menghapus beberapa larangan. Gereja diizinkan melakukan ibadah tatap muka dengan jumlah jemaat dibatasi maksimal 30% dari kapasitas gedung. Kebaktian online tetap berlangsung, dan kebaktian Sabat siang dilanjutkan kembali, dengan kelas pemahaman Alkitab online digeser setelahnya. Bahkan ketika pembatasan mulai dihapuskan, keinginan untuk bersekutu dalam Tuhan tetap kuat, dengan jumlah jemaat yang hadir pada kelas pemahaman Alkitab semakin bertambah.
Melalui refleksi ini, biarlah kita dapat kembali menfokuskan dan mengarahkan hidup kita ke arah yang benar.
“Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini. Hai langit, teteskanlah keadilan dari atas, dan baiklah awan-awan mencurahkannya! Baiklah bumi membukakan diri dan bertunaskan keselamatan, dan baiklah ditumbuhkannya keadilan! Akulah TUHAN yang menciptakan semuanya ini.” (Yes 45:6b – 8) (1)
Pandemi telah membayangi seluruh dunia. Tentu saja ini adalah pekerjaan Tuhan. Bagi orang-orang yang selama ini terlalu sibuk bekerja dan mengejar dunia tanpa henti, wabah ini adalah peringatan keras. Tetapi bagi mereka yang bersukacita dalam nama Tuhan dan merindukan kebenaran-Nya, bencana ini membawa berkat. Inilah saat tenang, ketika kita dapat kembali belajar takut akan Tuhan, menenangkan hati kita dengan Firman-Nya dan dihibur oleh-Nya, sehingga kita memiliki kekuatan baru seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya (Yes 40:31).
ARIEL
Dalam zaman Perjanjian Lama, umat pilihan Tuhan seringkali menjauh dari-Nya. Namun dengan kasih sayang Tuhan mendatangkan bencana agar mereka kembali kepada-Nya. Pada zaman nabi Yesaya, bangsa Israel masih berjalan tiga kali setahun ke Yerusalem untuk melakukan perayaan, seperti yang telah diperintahkan oleh Tuhan melalui Musa (Ul 16:16). Tetapi bukan dengan hati yang murni. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka menyembah berhala dan melakukan kecemaran. Untuk memanggil mereka keluar dari kegelapan rohani dan memulihkan nurani mereka, Tuhan mengutus nabi Yesaya yang menyerukan:
“Celakalah Ariel, Ariel, kota tempat Daud berkemah! Biarlah tahun demi tahun perayaan-perayaan silih berganti! Aku akan menyesakkan Ariel, sehingga orang mengerang dan mengaduh, dan kota itu akan seperti perapian bagi- Ku.” (Yes 29:1-2)
Ariel memiliki arti “perapian mezbah” (2) mengacu pada Yerusalem, kota di mana Daud tinggal. Pada hari raya, umat Tuhan akan membawa hasil gandum, anggur, ternak sulung, atau merpati mereka untuk menjadi korban persembahan di bait Allah. Sementara korban bakaran diangkat satu per satu ke atas mezbah untuk dibakar, Yerusalem menjadi penuh dengan sukacita dan kegembiraan selama hari raya ini.
Tetapi, Tuhan menganggap persembahan ini menjijikkan. Mereka memberikan persembahan di bait Allah di Yerusalem, tetapi di rumah, mereka menyembah kepada berhala. Mereka tidak mengerti bagaimana untuk setia dan beribadah kepada Tuhan. Karena kurangnya kemurnian iman dan ibadah yang sejati, Tuhan memandang Yerusalem sebagai Ariel – sekedar sebuah tungku pembakaran untuk membakar binatang yang mati.
Oleh karena Tuhan berFirman: “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, maka sebab itu, sesungguhnya, Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi.” (Yes 29:13-14)
Hati mereka jauh dari Tuhan karena mereka tidak mematuhi apa yang Tuhan perintahkan kepada mereka – untuk memberikan korban persembahan menurut perintah dan Firman Tuhan. Sebaliknya, mereka mencuri, membunuh, berzinah, bersumpah palsu, membakar korban untuk Baal, dan berjalan mengikuti allah lain yang tidak mereka kenal dan kemudian berdiri di hadapan Tuhan di bait-Nya yang atasnya nama-Nya diserukan (Yer 7:9-10). Karena itu, ibadah dan korban bakaran mereka menjadi kejijikan bagi Tuhan.
Melalui nabi Yesaya, Tuhan memperingatkan mereka akan “hal-hal yang ajaib dan keajaiban yang menakjubkan” yang akan membuat orang-orang bijak keheranan dan hikmatnya hilang. Hal ini menjadi kenyataan ketika Tuhan mengizinkan pasukan Babel mengepung dan memasuki Yerusalem, meruntuhkan tembok-tembok kota, dan membakar bait Allah. Umat pilihan Tuhan ditawan dan dibuang ke Babel. Kejadian ini membuat mereka terkejut karena tidak pernah terpikirkan bahwa bencana ini dapat terjadi pada bait yang menyandang nama Tuhan (Mi 3:9-11 ; Yer 7:4).
Tetapi, kehancuran bait Allah di Yerusalem bukanlah akhir dari keajaiban yang dibuat Tuhan agar mereka tercengang. Kehancuran Bait Allah secara fisik di bumi membuka jalan munculnya bait rohani baru melalui darah Yesus. Ketika nabi Yeremia dipanggil, Tuhan menyatakan: “Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam” (Yer 1:10). Sebelum Tuhan membangun dan menanam, Dia membinasakan dan merobohkan apa yang telah menjadi rusak.
Berangsur-angsur Tuhan mengungkapkan makna dari ibadah yang tulus dalam roh dan kebenaran. Melalui Roh Kudus, Dia juga mengungkapkan rahasia Kristus, yang tersembunyi di dalam-Nya sejak permulaan zaman – bagaimana Dia memberikan anugerah keselamatan-Nya bukan hanya untuk orang Yahudi, tetapi juga bagi segala bangsa (Ef 3:1-11). Oleh karena rahasia ini maka Tuhan menjelma menjadi manusia, disalibkan di atas kayu salib, dan menumpahkan darah-Nya demi membuka jalan bagi manusia untuk dapat kembali kepada-Nya. Ini sungguh merupakan keajaiban, sebuah perbuatan Tuhan yang melampaui segala pengertian manusia, seperti yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya.
RANCANGAN DAMAI SEJAHTERA
Setelah hancurnya bait Allah di Yerusalem, Tuhan meyakinkan mereka yang dalam pembuangan, bahwa semua yang terjadi adalah karena rancangan damai sejahtera- Nya bagi mereka:
“Sebab beginilah Firman Tuhan: Apabila telah genap tujuh puluh tahun bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku itu kepadamu dengan mengembalikan kamu ke tempat ini. Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah Firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yer 29 :10 – 11)
Pesan ini diberitakan kepada mereka yang dalam pembuangan: bencana ini memberikan damai sejahtera, masa depan dan pengharapan. Namun agar damai sejahtera Tuhan digenapi, ada tiga hal yang harus terjadi: bait suci harus dihancurkan, umat Israel harus dibawa ke pembuangan di negeri asing, dan tempat untuk memberikan korban persembahan di Yerusalem harus dihancurkan. Karena mereka tidak setia dan tidak dapat mempersembahkan ibadah yang tulus, perubahan besar terjadi untuk memperbaharui iman mereka.
MEROBOHKAN DAN MEMBANGUN
Bagaimana damai sejahtera bisa didapatkan melalui bencana? Damai sejahtera sepertinya tidak mungkin dirasakan oleh seseorang yang mengalami penderitaan. Namun, jika ia dengan tulus hati mencari dan takut akan Tuhan, dia akan mengalami damai sejahtera melalui Firman Tuhan dan janji-Nya, yang membawa pengharapan. Mazmur 126, Nyanyian Ziarah, adalah ekspresi dari proses ini:
“Nyanyian ziarah. Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: “TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!” TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita. Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan batang air kering di Tanah Negeb! Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.” (Mzm 126:1-6)
Mazmur ini merayakan kembalinya orang buangan dari negeri asing. Ketika Tuhan membawa mereka kembali ke Sion, mereka tidak percaya akan apa yang mereka lihat, seolah-olah itu hanya seperti mimpi. Saat itulah, bahkan bangsa lain menyerukan pekerjaan Tuhan, bagaimana Dia telah melakukan perkara besar bagi umat-Nya.
Daerah Negeb berada di selatan Kanaan, yang sebagian besarnya terdiri dari padang pasir dan gurun. Setiap musim panas, sungai-sungai dan teluk akan menjadi kering; tetapi pada musim gugur, dengan banyaknya hujan akan menghidupkan kembali sungai-sungai dan teluk ini sehingga mengalir pada musim dingin. Bahkan aliran sungai di daerah Selatan terus menerus menerima belas kasihan Tuhan! Pemazmur menggunakan gambaran ini ketika memohon Tuhan mengembalikan orang-orang yang dalam pembuangan. Sungai yang dipulihkan di tanah Negeb dapat membuat kota suci hidup kembali, di mana orang-orang dapat makan, minum dan bersukacita di hadapan Tuhan.
MEREKA YANG MENABUR SAMBIL MENANGIS AKAN MENUAI DENGAN SORAK-SORAI
“Orang yang berjalan maju dengan menangis, sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya” (Mzm 126:6). Dalam Alkitab, benih seringkali melambangkan Firman Tuhan (Luk 8:11), di mana di dalamnya terkandung janji Allah. Sebelum dibawa ke pembuangan, Tuhan telah memberikan sebuah janji melalui nabi Yeremia:
“Sebab beginilah Firman Tuhan: Apabila telah genap tujuh puluh tahun bagi Babel, barulah Aku memperhatikan kamu. Aku akan menepati janji-Ku itu kepadamu dengan mengembalikan kamu ke tempat ini.” (Yer 29:10)
Jika mereka, yang dengan tangisan meninggalkan tanah kelahiran, dapat percaya kepada kasih dan rahmat Tuhan, tetap berpegang teguh pada janji Tuhan walaupun hidup di negeri asing, mereka pasti akan pulang dengan membawa hasil dari iman mereka. Mereka akan merasakan damai sejahtera Tuhan yang disediakan bagi mereka di balik bencana dan malapetaka. Namun yang lebih penting, mereka dapat menyadari anugerah dan kasih Tuhan melalui penderitaan, dan menjadi semakin takut akan Tuhan. Ketika mereka dapat kembali ke Yerusalem dan meletakkan dasar bait suci untuk dibangun kembali, mereka sangat bersukacita dengan ucapan syukur:
“Tetapi banyak dari imam-imam dan orang-orang Lewi dan kepala-kepala keluarga, orang-orang tua yang pernah melihat Bait Allah yang pertama, menangis dengan suara keras ketika dasar dari Bait Allah ini ditaruh dihadapan mereka. Tetapi banyak juga orang-orang yang berteriak keras penuh sukacita, sehingga orang-orang tidak dapat membedakan suara penuh sukacita dengan suara tangisan, karena orang-orang berteriak dengan suara yang keras dan suara dapat terdengar dari jauh.” (Ez 3:12-13)
Situasi pandemi memberikan waktu tenang bagi orang-orang yang mengasihi Tuhan untuk merenungkan Firman-Nya dan untuk berkomunikasi dengan-Nya melalui doa, untuk semakin mendekat kepada-Nya.
FIRMAN TUHAN TIDAK TERBELENGGU
Perkataan “mereka yang menabur sambil menangis akan menuai dengan sorak-sorai” juga memiliki makna agar kita menyebarkan benih. Seperti yang telah disebutkan, Alkitab seringkali menggunakan benih untuk menggambarkan perkataan dan janji Tuhan. Sebagai penerima kebenaran akan keselamatan, kita mau menjangkau dan membagikan kabar baik ini kepada mereka yang mencari makna kehidupan.
“Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai. Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu. Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik.” (Pkh 11:4-6)
Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur, karena ia takut benih-benih itu akan tertiup – kuatir bahwa pekerjaannya kurang efektif dan tidak dapat mendapat hasil. Siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai, karena ia takut hujan akan menggagalkan pekerjaannya sehingga tidak dapat memanen apapun.
Jika ya, jalankanlah dan berdoalah mohon Tuhan memimpin. Tuhan yang akan menyediakan kesempatan. Menunggu segalanya sempurna akan membuat kita berakhir dengan kehilangan segalanya. Inilah mengapa Paulus mendorong “Beritakanlah Firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran” (2 Tim 4:2).
Dalam pandemi, pembatasan sosial telah menjauhkan orang-orang yang kita kasihi dan teman-teman dari rumah kita. Dan banyak dari mereka yang belum pernah masuk ke dalam rumah Tuhan kita. Pandemi ini sangat sukar diprediksi dan dapat menyebabkan kematian kapan pun juga. Meskipun kita tidak dapat berkumpul secara fisik, kita tidak seharusnya melewatkan kesempatan untuk berbagi anugerah keselamatan kepada mereka. Pemerintah telah mengurung kita di rumah, dan kita hanya bisa mendengarkan khotbah secara online. Tetapi ini membuka sebuah kesempatan besar karena sebagian besar orang bekerja dari rumah dan tidak perlu pergi ke tempat kerja mereka. Karena mereka memiliki lebih banyak waktu di rumah, kita seharusnya mengundang teman-teman dan keluarganya untuk menghadiri ibadah dan pemahaman Alkitab online. Inilah waktu yang tepat; keluar dari kesibukan memungkinkan mereka untuk merenungkan makna kehidupan dan mendapatkan penyegaran rohani. Pembatasan sosial tidak dapat membatasi kita melaksanakan amanat Tuhan memberitakan dan mengajarkan Injil. Kita harus menabur benih dan menyiramnya.
Berada dalam penjara, Paulus dengan tegas menuliskan kepada Timotius:
“Ingatlah ini: Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang telah dilahirkan sebagai keturunan Daud, itulah yang kuberitakan dalam Injilku. Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi Firman Allah tidak terbelenggu.” (2Tim 2:8-9).
Firman Allah tidak terbelenggu! Melampaui segalanya dan dapat menyentuh siapapun juga. Kita mau terus menerus mengundang teman-teman simpatisan untuk hadir dalam kebaktian online gereja kita. Mendorong mereka untuk mengajukan pertanyaan dan berdoa memohon Roh Kudus agar mereka memiliki iman yang sejati.
Pandemi ini akan berakhir, dilenyapkan oleh Tuhan kita. Akan ada masa transisi dari pembatasan sosial dan normal baru sampai kembali normal. Tetapi pertanyaan yang terpenting adalah: apakah bencana ini telah membawa kita lebih dekat kepada Tuhan Yesus, dan menguatkan iman kita pada Firman-Nya? Kita harus menghargai setiap jejak kaki yang telah dibuat Tuhan Yesus selama pandemi ini dan biarkan jejak kaki ini tercetak dalam hati kita, karena Dia memiliki tujuan atas segala sesuatu yang terjadi.
Catatan Kaki:
(1) The Holy Bible, English Standard Version. ESV® Text Edition: 2016. Copyright © 2001 by Crossway Bibles, a publishing ministry of Good News Publishers.
(2) “Isaiah 29,” Cambridge Bible for Schools and Colleges, accessed August 19, 2020, https://biblehub.com/ commentaries/cambridge/isaiah/29.htm.